Menunggu orang pacaran berbelanja memang lama.
Itu yang ada di pikiran Adhit dan Nelson sekarang. Kesal. Erpan mengajak mereka berdua untuk belanja bersamanya, tanpa memberitahu kalau Nabila, pacar Erpan akan ikut. Dan apa hasilnya?
Nelson dan Adhit merasa dibabukan sekarang.
"Erpan sialan, jadi babu gue," Nelson menatap banyaknya tas belanjaan yang dititipkan Erpan padanya.
"Padahal Billa udah bilang gak usah, tapi si kampret satu itu sok bilang, 'gak papa, emang mereka sukarela mau bantuin kok ay,' SUKARELA GUNDULMU KOYO SAITAMA, CUK," Adhit mengelus dadanya sendiri, berusaha sabar.
"Parah emang, dasar bukan jomblo--"
Puk.
Nelson terdiam, kaget. Adhit tiba-tiba menyandarkan kepala di atas pundaknya. Si pemilik senyum bulan itu tampak tenang, membuat Nelson tak mau mengganggunya. Rasanya damai seketika.
"Capek, gue mau nyender. Jangan protes ya," Adhit menatap cermin tinggi yang ada di hadapan mereka berdua. "Nyaman."
"Seempuk itu kah gue?" Nelson tersenyum, walau Adhit tak menatapnya lagi sekarang. Ia sibuk dengan ponselnya.
"Nyender ke lo bikin nyaman," Adhit masih sibuk dengan ponselnya. Nelson hanya tersenyum.
"Kalo gue nyusul Erpan sekarang, lo mau ikut?"
"Mau,"
"Katanya capek?"
"Kan bisa nyender, cuk,"
Nelson kembali tersenyum. Beberapa saat yang lalu, ia sempat khawatir. Adhit bertingkah laku tidak seperti biasanya. Namun mendengarnya kembali mengumpat, Nelson lega. Yang menyender pada bahunya saat ini adalah Adhit. Adhit yang ia kenal, yang selalu membuatnya tertawa.
Beberapa detik mereka diselimuti keheningan, sampai suara Adhit memasuki indera pendengaran Nelson. Suara yang selalu membuatnya tergelitik untuk tersenyum atau tertawa.
"Gue mau buat story," Adhit mengarahkan kamera ponselnya ke kaca di hadapan mereka. "Lo liat sini, Nel."
Nelson mengangguk, menurut saja pada Adhit.
Nelson tertawa melihat wajah Adhit pada foto itu. Seakan-akan ada yang menggelitik perutnya untuk tertawa, dan menarik bibirnya untuk tersenyum.
"Nyender terus sampe nanti ya, Dhit," Nelson membuyarkan atensi Adhit yang dipusatkan pada layar ponselnya. "Kayak gini terus aja."
"Kayak gini terus aja gundulmu. Iso tengengen aku, cuk," (bisa (apa ya bahasa indonesianya? Kram leher?) gue, cuk)
Keduanya tertawa. Kekesalan mereka pada makhluk mars sialan yang suka memaksa (read: Erpan) terbuyarkan seketika. Mungkin, selama ada yang menemani,
Menunggu itu tidak terlalu buruk.
---
28/12/2019/a/n/
Haiii. :DUdah berusaha bikin sikap mereka berempat sama kek aslinya, tapi susah. Maaf kalo banyak yg ooc. :((
Gatau ngetik apaan. Wkwk. Serandom itukah aku? xD
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Rindu
FanfictionUntuk kamu, sang perindu senyumku. ーRandom oneshots of 4Brothers. Start: 25/12/2019. p.s. only friendship-centric. non-yaoi/non-bxb.