Jarak.
Diam.
Semua canggung.
Antara dua insan, yang sama-sama mundur. Ingin mengulang kenangan seperti dulu, tapi keadaan tidak sama lagi. Ada benteng yang membuat jarak antara mereka.
Saling bertatap mata di dunia nyata, namun enggan untuk menyapa. Mulut rasanya terkunci. Badan bak membeku. Sekadar ucapan salam saja susah untuk dikeluarkan. Apalagi jika harus bercanda seperti waktu lama.
Berteman dekat sudah lebih dari tiga tahun, mereka berdua paham akan itu. Hanya karena tak pernah bertemu, apakah menjadikannya seperti orang asing?
---"Lo masih kesel sama Zen, Pan?!" Suara Nelson setengah berteriak. Erpan langsung mencubit lengan sahabatnya itu.
"Enggak," suaranya lirih. Sariawan dan demam yang belum pulih membuat tubuhnya sedikit lemas. Apalagi dengan hawa dingin di negeri sakura ini. "Bukannya masih, tapi kesel lagi. Dia yang seakan-akan ngejauh."
"Zen cuma canggung, Pan. Lo berdua baru pertama ketemu setelah sekian lama, kan?" Nelson menatap pemilik surai pirang-hitan itu. "Gue tau, Zen orangnya gak segampang itu buat langsung akrab. Lo coba deketin dia duluan aja."
"Gimana gue mau deketin kalo dia aja ngejauh, anjir,"
"Dia ngejauhin lo karna takut ngeganggu lo, Pan," Nelson memijat pelipisnya. Harusnya liburan ini akan menyenangkan, karena ini liburan pertama 4Bro sebagai fullteam, walau harus ketambahan tiga orang lainnya. "Lo kan bawa Bila. Dan antara dua orang itu sama-sama saling gak kenal. Mungkin dia takut ganggu aja."
"Ganggu dari mana kalo cuma nyapa? Selama di sini gue gak melulu sama Bila juga, kan," Erpan makin kesal. Nelson menariknya untuk berjalan di urutan paling belakang hanya untuk membicarakan hal yang menurutnya tidak perlu dibahas.
Nelson membuang nafas kasar, lelah berbicara dengan Erpan yang sangat keras kepala itu. "Yaudah, serah lo, deh. Gue cuma ngingetin, Pan. Gak mau antara kalian yang semula akrab banget jadi canggung. Kan dari awal juga aslinya liburan ini khusus 4Bro aja. Kan itu ide lo, Pan, biar Zen gak ngerasa ditinggalin gara-gara tahun lalu gak ikut. Malah jadinya ngajak Kananda, Tsania, sama Bila juga," ujar pemuda berkacamata itu semakin lirih. Ia berharap Erpan akan mendengarkannya kali ini. "Bukannya gue nyalahin lo ngajak mereka bertiga ya, Pan. Gue gak nyalahin lo bawa pacar juga. Tapi, Zen tambah canggung jadinya. Mungkin."
"Kalo emang dia berusaha akrab lagi sama gue, ya dia gak akan diemin gue kek gini," kata-kata itu yang dilontarkan Erpan, sebelum akhirnya meninggalkan Nelson yang ada di paling belakang untuk menyusul Bila.
.
."Zen," Adhit menyejajarkan langkahnya dengan sahabatnya yang lebih tinggi itu. "Ngopo toh?" (Kenapa sih?)
"Ra nopo-nopo ik," Zen masih tersenyum. "Lha mang'e ngopo?" (Gak kenapa-napa, tuh. Emang kenapa?)
"Lo sama Erpan. Lo berdua gak ada masalah, kan?"
"Enggak, tuh," Zen menatap ke arah lain. Lebih tepatnya memperhatikan anak anjing dan majikannya yang baru saja lewat .
"Trus, kenapa ngejauh?"
"Deknen ya'e. Aku mah sans wae," (dianya kali. Gue mah sans aja)
"Tenane?" (Yang bener?)
"Iyolah. Mbok kiro aku ambek Erpan ono opo? Ra kepriye-priye, kok," (iyalah. Lo kira gue sama Erpan ada apaan? Gak gimana-gimana, kok) Zen tersenyum. Sedang Adhit heran. Dari cerita Nelson, Erpan mengatakan kalau Zen-lah yang menjauhinya. Tapi dari pihak Zen, katanya; mungkin Erpan yang menjauhinya. Jadi, mana yang benar?
"Erpan sing ngomong. Nek kowene ngerasa ra ono opo-opo, yowes. Paling jek ra enak badan deknen. Kan bar loro," Adhit lanjut berjalan, sesekali menendang-nendang udara bak anak kecil. (Erpan yang ngomong. Kalo lo ngerasa gak ada apa-apa, ya udah. Palingan dia masih gak enak badan. Kan habis sakit)
"Yowes nek ngono," (yaudah kalo gitu)
.
."Woi,"
"Piye?"
"Gak papa,"
Mereka berdua berjalan beriringan, tanpa disuguh pembicaraan ataupun tindakan.
Hanya terus berjalan, sibuk dengan ponsel masing-masing. Tanpa niat untuk membuka kembali obrolan yang telah terkubur bertahun lamanya.
Mungkin ini terlalu hiperbola, tapi benar adanya jika canggung datang menyusup di antara hubungan persahabatan.
Yang semula akrab, membangun jarak, lalu pergi membawa ego masing-masing.
---
31/12/2019 - menjelang tahun baru
/a/n/
AAAAJWJSNDNAJDJDJ. GATAU KENAPA KEPIKIRAN INI. RANDOM BGT IDENYA, HUHU.
(Btw maap klo dialog bjawanya ada yg krg pas. Aku pake bahasa jawa yang ada di daerahku, sih. Jdi mgkn aja beda di tempatnya adhit ato zen. Yg penting pake bahasa jawa aja yakan. xD
Kangen zenpan. Tpi blm ada tanda" interaksi(?) Zenpan dri igs mereka bertujuh. Jdi imajinasiku menghasilkan ini:(
BTW SELAMAT TAHUN BARU SAYANG"KU SEMUA.g ❤
Doa yang terbaik untuk kita semua di 2020 mendatang. Gbu! ❤
Bonus:
Kemaren bikin part neldhit sender"an sama part zendhit kakak sulung-adek bungsu, tiba" pas buka ig disuguhi ini--
A
dhit gemes bgt knp si. Bangzen jg, brs kek kakaknya gt:(((
Dugaanku, krn dingin, jdi bebaringnya deket"an biar anget. Wkwk. Bayanginnya bikin senyum" sendiri kan:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Rindu
FanfictionUntuk kamu, sang perindu senyumku. ーRandom oneshots of 4Brothers. Start: 25/12/2019. p.s. only friendship-centric. non-yaoi/non-bxb.