Ini tuh berhubungan sama part sebelumnya; Mula dan Akhir. Tapi, ini full menceritakan secara rinci bagaimana perasaan Adhit waktu Nelson hilang harapan dan memutuskan untuk nyerah.
Happy reading! 💖
---Timbang kowe.. ora iso ngerti kahanane
(Daripada kamu tidak bisa mengerti keadaannya)"Dhit, gue mau 4Bro bubar,"
"NELSON WIJAYA PUTRA!"
Selama beberapa detik, rasanya tubuh Adhit membeku, begitu juga suasana dan waktu sekitarnya. Sekujur tubuhnya bergetar, wajahnya memucat, matanya memanas, bulu kuduknya merinding. Seakan kalimat yang baru dilontarkan oleh lawan bicaranya adalah awal mula dari kehancuran hidupnya.
Mending awak dewe bubar wae..
(Lebih baik kita bubar / berpisah saja)Adhit tak habis pikir, bisa-bisanya sahabatnya itu melontarkan kalimat semacam itu. Sakit, kesal, marah, sedih, semua jadi satu. Netranya mengerjap beberapa kali, menahan lelehan air mata yang bisa meluncur kapan saja.
Adhit tak mau kehilangan, Adhit tak mau berpisah begitu cepatnya. Hanya karena penuturan spontan yang Nelson ucapkan, bukan berarti pertahanan mereka akan runtuh, kan?
Soyo suwe.. aku berjuang dinggo bertahan
(Semakin lama aku berjuang untuk bertahan)Segala macam kalimat ungkapan kecewa berkedok umpatan pun Adhit lontarkan. Ia tak tahan, tak sanggup, juga tak bisa. Ia tak bisa melepaskan begitu saja. Ia sadar, ia harus berjuang. Namun, yang namanya berjuang bersama itu, harus dilakukan dua orang lebih secara timbal balik, sedangkan yang dilakukan Adhit sekarang..,
Berjuang sendirian untuk mempertahankan masa depan milik bersama.
Satu sisi, Adhit tak mau menyerah begitu saja. Namun di sisi lain, Adhit lelah. Adhit sakit hati. Ia hanya mau miliknya kembali, yang menjadi milik mereka semua juga.
Kalimat bantahan dari Nelson selalu mampu membuat hatinya teriris, bahkan bak tertusuk belati. Seakan-akan tak ada dukungan untuknya agar terus berjuang. Adhit bimbang.
Terimo ngalah, aku nyerah, kudu pasrah..,
(Terima dan mengalah, aku menyerah, harus pasrah)Hingga pada akhirnya, keduanya merasakan saat di mana titik terang atas masalah semakin jauh dan memudar. Sulit, juga berat yang dirasakan. Perdebatan tak kunjung selesai, menciptakan kesal juga luka hati ketimbang penyelesaian berujung damai.
Adhit tak tahan lagi. Air matanya sudah meleleh dengan deras. Seemosional ini ia ketika dihadapkan masalah yang menyangkut hubungannya dengan para sahabatnya.
Nangis, aku nangis, batinku koyo diiris
(Menangis, aku menangis, hatiku seperti diiris)'Gue harus tegar, harus sabar ngadepin dia. Adhit, jangan deres-deres nangisnya, ya, gue harus kuat. Nelson gak akan lama mikir kayak gini. Dia pasti habis kepentok,'
Begitu yang tersirat di hati Adhit. Susah payah ia mencoba untuk mengeluarkan segala pemikiran positif, namun sepertinya, sia-sia. Realita menyayat hatinya lebih dalam lagi.
Cukup semene wae, aku ngaboti kowe
(Cukup segini saja, aku mengharapkanmu)Alasan yang dilontarkan Nelson membuat hatinya semakin sakit. Susah payah ia mencoba menyangkalnya dengan kalimat positif, namun, tidak ada artinya bagi Nelson. Sama saja.
"Kita sahabat lo. Apa itu cuma status dalam game semata--"
"Bukannya lo bertiga yang mikir gitu?"
Kalimat dengan enam kata yang barusan dilontarkan oleh Nelson membuatnya benar-benar ambruk. Pertahanannya runtuh. Hatinya hancur berkeping-keping. Lelehan air mata semakin deras menuruni wajah manisnya. Senyum madu tergantikan oleh kata-kata memilukan yang ia keluarkan agar Nelson mau mendengarkannya dan berhenti berpikiran negatif.
Netra keduanya bertemu, dengan yang satu memancarkan kesedihan di balik manik kelamnya, juga satu lainnya yang tersirat banyak sekali kekecewaan.
Trimo mundur timbang loro ati
(Terima lalu mundur dari pada sakit hati)Adhit sudah menyerah dengan keadaan. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Berantakan, kacau. Yang selama ini menjadi penerang dalam hidupnya, justru kini menjadi orang yang 'mungkin' akan masuk ke dalam daftar orang yang dibenci oleh Adhit.
Tangannya mencengkeram kuat bahu lebar milik pemuda berkacamata. Air matanya lolos dengan deras bak hujan. Sebagaimanapun ia menekankan, sebagaimanapun ia mencoba untuk meyakinkan, Nelson tetap kekeuh dengan apa yang ia katakan.
Atiku wes ajur, kowe rak peduli
(Hatiku sudah hancur, kamu tak peduli)Adhit sudah lelah. Benar-benar lelah. Mungkin memang benar, perjuangannya hanya sampai di sini saja. Pada akhirnya, ego-lah yang menang. Adhit kecewa, tapi ia benar-benar tak ada tenaga untuk kembali berdebat. Menangjs deras sudah cukup membuat tenaganya terkuras.
"Kalo lo bersikeras, silahkan aja. Tapi lo bakal tau, kan, kalo setelahnya, lo bakal jadi orang yang gue benci."
Terimo ngalah, aku wis rak betah
(Terima dan mengalah, aku sudah tidak betah / tahan)Bukan ini yang Adhit mau. Bukan ini jalan yang Adhit harapan. Semuanya pupus begitu saja, melebur jadi satu dalam kotak kekecewaan.
Ia tak tahu bagaimana kelanjutannya. Jika memang menyerah adalah pilihan terbaik, maka, di sinilah Adhit sekarang.
Menyerah, tanpa tahu bagaimana penyelesaian untuk ke depannya.
Lupakan semua cerita, semoga kau baik-baik saja.
Adhit menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan, membiarkan alunan musik mengisi pendengarannya. Sudah satu jam sejak ia mengunci diri di kamar, meninggalkan Nelson seorang diri di balkon rumahnya. Adhit tak peduli apalah Nelson masih di sana atau tidak, yang pasti,
Jika memang benar itu yang Nelson inginkan, maka inilah yang akan Adhit lakukan.
Menyerah.
---
14/3/2020/a/n/
HUAAAA MAAP YA GAIS, KLO ABSURD GINII. eh tapi aku nangid wktu ngetiknyaa suer dah. Kebawa suasana sm lagunyaa:"
Tau lagunya dari agustnq, trus kepikiran buat sambungannya dri psrt yf kmrn. Jdjdnfndn--
Maap klo kurang panjangg. Soalnya cuma ambil potongan lagunya aja. Ini tuh critanya dri sudut pandangnya adhit gais, mendeskripsikan gmn perasaan adhit wktu kejadian di part Mula dan Akhir. Dan begitulah. Sakit:)
Semoga kalian suka! Semoga hari kalian menyenangkan! 💖💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Rindu
FanfictionUntuk kamu, sang perindu senyumku. ーRandom oneshots of 4Brothers. Start: 25/12/2019. p.s. only friendship-centric. non-yaoi/non-bxb.