/lanjutan dari part ; Gitar/
---Cahaya sang dewi malam mampu membuat Nelson terpesona. Pemuda berkacamata itu tak henti-hentinya memuji keindahan paripurna malam hari ini.
Bintang beserta cahayanya menggantung apik di langit, mengelilingi sang dewi malam yang seolah tersenyum lembut pada semua makhluk di alam semesta.
Pikirannya seolah melayang mengitari angkasa. Tersihir sepenuhnya oleh keindahan rembulan, membuatnya tak bosan menengadah menatap langit malam.
Hanya suara jangkrik yang terdengar. Malam ini begitu tenang. Sangat tenang. Sampai ia lupa,
Ke mana alunan melodi indah itu? Hanya tertinggal gitar di sampingnya. Tak ada tanda-tanda sang pemilik sejak beberapa menit lalu.
"Katanya mau ambil barang, lama amat sih," Nelson berkata lirih, bertanya-tanya ke mana sahabatnya itu pergi.
Nelson bergeming. Sepi melahapnya. Ia tak tahu, haruskah menunggu atau menyusul?
"Dhit?" Pada akhirnya, Nelson memutuskan untuk menyusul. Ia bangkit dari duduknya, tak lupa menenteng gitar yang sedari tadi tergeletak di sampingnya.
Sugeng dalu,
(Selamat malam)"Dhit!" Ulangnya lagi. Jarinya diketukkan pada permukaan pintu itu, berharap Adhit ada di dalam. Setelah beberapa detik, tetap tidak ada sahutan. Nelson mulai cemas.
Ati sing biyen tau ngelarani,
(Hati yang dulu pernah menyakiti)"Dhit, lo di dalem?" Ulangnya kemudian. Tetap tak ada jawaban.
Ceklek,
"Dhit?"
Wes suwe we ra rene,
(Sudah lama kamu tidak ke sini)Nelson melangkah masuk. Ia tak menangkap figur sang sahabat di sepenjuru ruangan itu. Gelap.
"Ke mana sih? Main petak umpet, nih?" Nelson menghampiri ranjang milik Adhit. Dan seperti dugaannya, sosok yang dicari sedari tadi ada di situ. Dengan dibalut selimut yang cukup tebal, dan posisi badan menatap dinding.
We lungo mung masalah sepele,
(Kamu pergi hanya karena masalah sepele)Pemuda berkacamata itu mendudukkan diri di bibir ranjang, menjejeri sahabatnya yang terbalut selimut itu. "Kenapa sih, Dhit? Nakutin orang aja ih."
"Nel," suara serak itu memasuki indera pendengaran Nelson. "Gue seburuk itu, kah?"
We golek liyane..,
(Kamu cari yang lainnya)"Kenapa lo bilang diri lo sendiri buruk, Dhit?" Tangannya bertengger di kedua bahu Adhit yang masih membelakanginya. "Liat sini, gue jangan dibokongin."
Adhit memutarbalikkan badannya, masih dengan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya kecuali wajah. Manik hitamnya meredup, senyum rembulan itu menghilang entah ke mana. "Menurut lo, kalo lo diputusin pacar gara-gara alesan itu, tanggapan lo gimana, Nel?"
"DHIT, LO DIPUTUSIN?!"
Beberapa detik, Nelson digantung tanpa jawaban. Adhit malah membuang muka, menghindari tatapan mata Nelson yang menurutnya menyakitkan itu. Iris hitam itu memancarkan rasa cemas bercampur sedih yang mendalam.
"Adhit, liat gue!" Pemuda berkacamata itu menangkup wajah Adhit menggunakan kedua tangannya, membawa tatapan mereka berdua untuk saling bertemu. "Ada masalah apa, Dhit? Bener yang gue bilangin?"
Tambah loro,
(Tambah sakit)Adhit hanya mengangguk kecil sebagai balasan. Wajahnya tenggelam dalam lipatan kedua kakinya yang ia peluk menggunakan tangan. Kini seluruh tubuh pemuda itu benar-benar terbungkus oleh selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Rindu
FanfictionUntuk kamu, sang perindu senyumku. ーRandom oneshots of 4Brothers. Start: 25/12/2019. p.s. only friendship-centric. non-yaoi/non-bxb.