5. Denuca Maheswara

4.3K 222 7
                                    

Nuca berjalan santai memasuki halaman rumahnya, tatapan tajam nan lurus serta tak ada senyum di wajah tampannya.

Ia membuka knop pintu, kemudian masuk ke dalam. Ia meletakkan tasnya di sofa serta menghempaskan tubuhnya sejenak pada badan sofa.

Hingga seorang pria paruh baya datang dan membangunkannya. "Nuca." panggil pria tersebut.

Nuca mengerjap pelan sebelum akhirnya menyadari kehadiran Pamannya. "Eh, Paman."

"Kalo capek, tidur di kamar aja Nuc." ujar Pamannya seraya ikut duduk di samping Nuca.

Nuca hanya mengangguk menanggapi.

"Oh iya, sekolahmu gimana?"

"Lancar Paman."

Pamannya mengangguk paham, kemudian ia merangkul keponakannya itu. "Paman akan bantu untuk mecahin masalah itu, jadi kamu tenang aja ya?"

Sekali lagi Nuca hanya mengangguk. "Makasih Paman."

*****

Nuca menatap nanar foto keluarga kecilnya, ia bersyukur meski hanya foto inilah yang tersisa saat kejadian mengenaskan itu terjadi.

Ia ingat sekali sesaat sebelum kejadiaan naas itu terjadi, Ibunya tengah membuat masakan yang lezat menunggu Ayahnya pulang. Tapi, semua makanan yang di buat olehnya sia-sia, dan keluarganya hancur tak tersisa. Terkecuali dirinya, dan sang Kakak yang yang belum ia temukan.

Saat itu usianya baru 8 tahun, meski begitu ia tahu alasan mengapa ayahnya terbunuh. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Ayahnya di tusuk oleh belati tajam hingga menembus ke jantungnya. Serta ia melihat Ibunya yang ditembak mati di tempat, hingga darah berceceran di lantai.

Saat itu Nuca kecil hanya bisa menangis tanpa suara, melihat kematian kedua orang tuanya sendiri tepat di depan matanya, sungguh menyayat hatinya.

Lagi-lagi Nuca mengeluarkan airmatanya dalam kesendirian tatkala kilasan buruk itu kembali terngiang dalam ingatannya.

Ia ingat sekali nasehat terakhir yang diberikan oleh sang Ayah.

Jadilah pria yang tangguh, dan balaskan dendam Ayah, Ayah menyayangimu Nak!

Ayahnya terbata-bata saat mengatakan hal itu dikarenakan ia memegangi dadanya yang sesak dan tak mampu lagi bertahan, sementara Ibunya sudah tergeletak tak bergerak sama sekali.

Sejak hari itu, Nuca yang dulu selalu ceria telah sirna. Ia menjadi pendiam dan selalu murung, kebahagiaannya telah direnggut habis oleh semesta. Kakaknya menghilang, dan tak pernah kembali, alhasil ia di titipkan pada pamannya hingga usianya kini 18 tahun.

Kakaknya bilang ia akan membalaskan dendam pada orang yang membunuh Ayah juga Ibu. Tapi Nuca kecil tak ingin sang Kakak pergi, ia tidak mau sendiri lagi. Apalah daya, sang Kakak tetap pergi meninggalkannya, mungkin ia juga lelah, ia juga frustasi saat itu, dan tak bisa berpikir jernih. Tak bisa dibayangkan seberapa dalamnya luka yang mereka miliki.

Perubahan pada Nuca pun semakin menjadi, ia dingin dan tak tersentuh. Hanya bicara seperlunya saja, tak pernah ada ukir bahagia di bibirnya, baginya semua kehidupan ini tentang luka, yang sangat sulit di sembuhkan oleh obat apapun.

Yang ingin Nuca capai di dunia ini adalah menemukan Kakaknya dan membalaskan dendam pada orang yang membunuh kedua orang tuanya, hanya itu. Ia berusaha mengumpulkan banyak bukti untuk mengangkat kembali kasus 10 tahun lalu, dan membalaskan dendamnya.

Namun tak bisa di pungkiri, Nuca yang dingin dan ketus itu mempunyai hati yang begitu lembut, yang tidak diketahui oleh siapapun terkecuali Pamannya juga geng OSCAR. Nuca selalu datang ke panti asuhan dan memberikan sedikit bantuan pada anak-anak panti, terkadang ia juga ikut bermain bersama mereka.

Masa kecil, ia selalu menertawai masa kecilnya yang direnggut paksa oleh keadaan. Dulu, ia memiliki banyak teman, dan hanya berpikir untuk bermain, karena kejadian mengenaskan itu, masa kecil yang harusnya di gunakan untuk bermain dan mendapatkan kasih sayang keluarga, justru hilang dan lenyap entah kemana.

Saat itu pula Nuca mengidap penyakit Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis atau yang biasa disebut penyakit CIPA. Penyakit itu juga dikenal dengan istilah Hereditary Sensory Neuropathies (HSN). Ia adalah penyakit gangguan dan kemunduran sistem saraf yang membuat penderitanya kehilangan rasa atau sensasi dari luar.

Nuca tidak lagi bisa merasakan yang namanya rasa sakit, setiap kali ia tawuran atau berkelahi dengan seseorang, tak pernah sekalipun kesakitan meski berdarah-darah. Sistem sarafnya telah rusak entah kenapa, yang ia tahu, Alm. Kakeknya juga mengidap penyakit yang sama, jafi mungkin penyakit tersebut menular kepadanya. Indra pengecapnya masih berfungsi, ia masih bisa merasakan makanan yang enak, dan lain-lain.

Tapi Nuca tak peduli dengan semua penyakitnya, baginya itu hanyalah luka kecil dibandingkan luka lamanya yang membekas sampai ke ulu hatinya.

Airmatanya mengering, dan ia memilih memejamkan mata, melupakan sejenak kilasan mengerikan buruk itu, menanti hari cerah besok.








*BERSAMBUNG*
Happy Reading, keep smile :)
Vote⭐ & Komen💬

DENUCA MAHESWARA (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang