29. Siuman

426 30 2
                                    

Hidup yang malang, di penuhi oleh goresan luka, menanti akan datangnya secercah asa supaya bisa bahagia.


Jemari yang rapuh nan dingin itu perlahan mulai bergerak pelan, matanya yang tajam masih tertutup rapat sebelum akhirnya terbuka perlahan-lahan.

Ia juga terbatuk-batuk, merasakan sakit di sekujur tubuhnya, bahkan kepalanya juga terasa sangat pening.

Sudah berapa lama ia tertidur disini? Batinnya.

Ruangan yang temaram membuatnya tak dapat melihat jarum jam yang bertengger di dinding. Apa ia harus tidur lagi? Mungkin hari esok baru ia bisa bangun dan kembali sehat seperti biasanya.

Nyatanya, mata yang tergores luka itu pun sulit terpejam kembali. Kilasan mengenai mimpi buruk datang lagi dan menghantuinya. Masalah dengan pertemanannya juga membuatnya berpikir keras akhir-akhir ini, serta rasa sakit yang kini hadir, kesakitan yang dulu hilang, kembali terasa.

Permintaannya tidak banyak, dia hanya ingin bahagia. Dia tidak ingin hidup seperti ini, dendam sialan itu membuat dirinya kacau sejak awal. Mengapa harus aku Tuhan? Aku tidak sekuat itu, aku juga bisa putus asa, aku hanya seorang remaja 17 tahun yang ingin mendapatkan kasih sayang, bukan luka yang tak ada habisnya menyakitiku seperti ini.
Ia terus membatin tanpa bisa menahan rasa sakit, kecewa dan amarah dalam dirinya.

Sampai pada akhirnya, bulir bening nan hangat jatuh membasahi kelopak mata tajam seperti elang itu. Napasnya yang sesak, membuatnya ingin menangis dan berteriak sekencang-kencangnya.

Aku harap aku bisa hidup bahagia, aku harap Tuhan mengabulkannya. -  Denuca akhirnya siuman tepat tengah malam, tanpa suara, ia kembali memejamkan mata setelah air mata itu kering tak tersisa.

Pagi harinya.

"Nu-nunu." panggil Tata menatap lelaki yang kini tengah duduk bersandar pada bantal tengah tersenyum hangat menyuruhnya mendekat.

"Kapan Nunu bangun?"

"Semalam." Nuca mengusap air mata gadisnya yang jatuh tiba-tiba, ia tidak mau membuatnya orang-orang yang disayanginya menangis, apalagi karenanya.

"Aku baik-baik aja." ucapnya lirih

Tata tidak mampu mengucapkan apapun, kecuali memeluk lelaki yang dirindukannya selama 2 hari ini. Ia yang biasanya cerewet dan banyak tingkah, bahkan menjadi gadis pemurung yang tak banyak bicara.

"Jangan sakit lagi Nu, jangan tidur terlalu lama, a-aku takut," gadisnya menangis lagi, terisak-isak di dekapan dadanya.

"Aku memang nggak sakit Ta."

Tata melepaskan pelukan lalu memanyunkan bibirnya, Nuca tetap saja menyebalkan, padahal ia tahu dia terluka teramat dalam. "Jangan berantem lagi, jangan pukul-pukulan lagi, ja–"

Nuca menempelkan telunjuknya di bibir merah muda gadis yang amat cerewet ini, ia mengusap bibir itu pelan, menatap wajah Tata sendu. "Kamu cerewet."

"Ish! aku bilang begini juga demi kamu."

"Aku laper nih," Nuca memang merasa lapar sejak tadi, mood yang tidak baik membuatnya enggan menelan nasi barang sedikitpun. Karena sekarang ada gadis ini, gadis yang ia sayangi sepenuh hati membuat moodnya merasa lebih baik, rasa lapar pun tak dapat ia tahan lagi.

"Eh? Yaudah aku ambilin Nunu makan dulu ya!"

Selepas Tata keluar untuk mengambilkan makanan, Nuca menyalakan layar ponselnya, hendak mengirim pesan kepada Galang.

Nuca :
Alkan baik-baik aja?

Pesan terkirim

                            *****

Tepat saat jam istirahat, Galang berniat menemui Alkan namun Daniel lebih dulu mencegahnya tanpa alasan.

"Nanti gue kasih tau Gal, lebih baik sekarang biarin Alkan sendiri."

"Oke, tanyain ke Alkan, apa dia baik-baik aja, Nuca kirim pesan tadi nanyain dia."

"Nuca nanyain Alkan bahkan di saat dia sekarat?"

"Lo tahu Nuca orang yang seperti apa Niel," ucap Galang

"Sepulang sekolah kita ke RS," kata Daniel

"Pastinya."

Duo curut yakni Berga dan Tito juga baru saja tiba di kantin, mereka bercekcok entah hal konyol apa lagi  yang diperdebatkan.

"Gue pengen koleksi burung dah," kata Tito

"Mau dikasih makan apa To? Lo aja makannya kek karung, bisa mati kurus burung lo!"

"Dih apaan si lo gasuka banget liat gue seneng."

"Lagipupa To, burung lo di bawah masih kurang?"

Seketika itu pula Tito mengeplak rambut pirang Berga agak keras. "Gila lo ber!"

"Aduh! Gue bener anjir, sialan lo main tampol."

"Lo berdua masih mau rebutan burung?" tanya Daniel

"Gue mau beli burung, si Berga nggak ngerestuin tuh!"

"Woi lu pikir gue bapak lo pake restuin segala."

"Udah-udah, sekarang kita fokus sama satu masalah yang gue pun gatau kapan kelarnya." ucap Daniel sembari berdecak pelan.

RS Duryuda.

Galang membeo saat ia membuka knop pintu ruangan Nuca, pasalnya disana ada Tata yang tengah bersender mesra dan mengusap wajah Nuca, sangat bahagia bukan?

Ingin bersikap biasa saja, namun bertolak belakang dengan hatinya. Mengapa dari sekian banyak gadis, harus pacar sahabatnya? Siapa sangka rasa ini tumbuh dengan sendirinya, tanpa dia bisa menyangkalnya.

"Weh boss ganteng udah sembuh!" Daniel berjalan mendahului Galang, sehingga Galang menyingkir membiarkan temannya masuk lebih dulu, sepertinya ia harus menenangkan diri.

"Dateng juga." ucap Nuca

"Gimana? Udah enakan badan lo?" tanya Daniel

"Seperti yang lo lihat."

"Eh Ta, lo juga hari ini gak berangkat sekolah." cetus Daniel yang diberitahu Ina.

"Kangen Nunu, mana bisa fokus sekolah."

"Bucin akut lo!" sambar Tito

"Biarin dong, emang lo jomblo akut!"

Makjleb!

"Nah To, mampus lo!" Berga terkikik memperhatikan raut wajah Tito yang menahan malu.

"Lo juga samanya Ber, jomblo ngatain jomblo."

"Niel, lo nemuin Alkan?" tanya Nuca di tengah perbincangan Tito dan Berga.

Daniel mengangguk, sejenak ia memperhatikan sorot mata Nuca, disana ada banyak sekali luka yang dipendam oleh cowok tersebut, Daniel bisa merasakan hal itu.

"Kalo lo nggak bisa cerita, kita temuin Alkan besok di sekolah." seolah tahu apa yang dipikirkan Daniel, Nuca berujar melihat Daniel yang membisu serta menatap kosong padanya bahkan tak ada sepatah katapun saat ia menanyai tentang Alkan.
















*BERSAMBUNG*
Typo bertebaran, mohon koreksinya🙏
Vote ⭐ Komen 💬
Thank you ❤👍

DENUCA MAHESWARA (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang