Berkali-kali Nuca mengetikan sebuah pesan singkat kepada seseorang yang saat ini sangat ia rindukan. Namun selalu di hapus karena ia merasa ragu dan bimbang.To: Kak Naca
Hai Kak, ini saya RezaTidak dak lama kemudian notif pesan pun masuk di handponnya.
Kak Naca
Eh? Oh Reza yang tadi ya?Hehe, Iya Kak
Kak Naca
Ada apa Za?Nggak papa sih Kak. Hari ini ada acara nggak Kak?
Kak Naca
Hmm kayaknya gak adaKalo saya mau ketemu sama kakak boleh gak?
Kak Naca
Boleh, dimana?Pasar malam
Kak Naca
OkeLantas, Nuca langsung beranjak dari kasurnya, serta memakai jaket yang agak tebal. Saat berada di ruang tengah kebetulan Paman Endy tengah duduk tenang dan menonton televisi, tak lupa juga Pamannya itu sibuk dengan laptopnya.
"Paman." paggilan dari keponakannya mengalihkan fokusnya dari layar laptop dan mentap Nuca.
"Sudah yakin?" ucap Endy tanpa harus Nuca beritahu
"Yakin Paman." ketegasan dari keponakannya membuat Endy tersenyum bangga, Naca maupun Nuca memang semakin hari mewarisi sifat Maheswara.
🍒🍒🍒🍒
Cukup lama Nuca menunggu seseorang yang selama ini ia cari mati-matian, ia ingin segera mengatakannya pada Naca, tentang dirinya yang sebenarnya.
"Reza." sontak Nuca berbalik dan menatap Kakaknya yang berdiri di belakangnya.
Senyuman tipis Naca mampu membuat hati Nuca menghangat, ia rindu itu. Senyuman sang Kakak, dulu yang tak pernah luntur, entah bagaimana ia menjalani hari-harinya di kota seluas ini.
Naca memandangi pasar malam yang sangat ramai, hingga kenangan bersama sang adik pun kembali terbayang dan meninggalkan luka lama lagi. "Kakak ingat pasar malam ini?" pertanyaan Nuca membuat Naca menatapnya bingung, ia seperti tidak asing dengan kalimatnya.
"Dulu gue sering kesini sama adek gue." jawab Nuca seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Kakak juga senang main Bianglala kan?" sekali lagi pertanyaan Nuca mampu membuat Naca bungkam. Bagaimana dia bisa tahu?
"Iya lo bener."
"Kak," ucapannya terhenti, lalu tangannya bergerak mengambil sesuatu di saku jaketnya, sebuah foto betukuran sedang, yang di dalamnya adalah foto Naca dan Nuca.
"Ini Kak Naca, dan ini—"
"Saya, Nuca."
Saat ini dunia serasa berhenti berputar, Nuca membelalakan matanya tak percaya, ia masih sangat syok dan kaget. "Lo? Jangan bercanda!"
Nuca tersenyum sekilas, matanya bahkan sudah berlinang airmata. "Aku Denuca Maheswara Kak. Aku nggak bisa main sepeda, aku suka upin-ipin, aku suka sandwich, aku suka rendang buatan Mama—"
"Cukup! jadi, elo adek gue? Elo Nuca?" Nuca mengangguk cepat, senyumannya pun tak pernah pudar memandangi Kakaknya. "Kenapa Kak? kenapa Kak Naca ninggalin aku? aku kesepian Kak, aku terluka!"
"Maafin Kakak Nuca, saat itu Kakak nggak bisa berpikir jernih. Dan Kakak takut emosi Kakak malah akan mengimbas sama kamu. Maafin Kakak,"
Tangis Nuca semakin keras dan tersedu-sedu, iya airmata sepuluh tahun itu tumpah di hadapan Naca, malam ini, di tempat favorit keduanya.
Naca mendekat ke arah Nuca dan menarik pelan sang adik ke dalam pelukannya. Ia juga tidak mampu menahan airmatanya, selama ini ia sudah mencoba untuk tidak menangis, di hadapan adik kesayangannya ia bahkan sampai tak mampu untuk bersuara. "Ayo Kak, kita pulang. Ikut Nuca ke rumah Paman."
"Bukannya Kakak tidak mau, teman Kakak sudah menunggu di kontrakan. Kakak juga ingin mengatakan sesuatu sama kamu, tapi bukan sekarang. Besok datang ke toko kue setelah kamu pulang sekolah."
Naca perlahan merenggangkan pelukannya lalu mengusap pelan rambut pirang adiknya. Ketika melihatnya tumbuh besar juga sehat membuat perasaanya lega, Nuca juga semakin mirip dengannya. "Kakak pergi dulu."
Lima menit sudah setelah Naca pergi, Nuca pun menaiki motornya dan membelah jalanan kota di malam hari yang begitu dingin sampai menusuk ke dalam kulitnya. Tiba-tiba fokusnya terkecoh saat matanya tak sengaja terarah pada seorang gadis yang duduk sendirian di pinggir jalan raya seraya menopang kedua tangan di lutut.
Nuca menggeser laju motornya mendekat pada gadis tersebut, mematikan mesin motornya. "AUREL!" Nuca tersentak beberapa saat ketika mengetahui gadis tersebut adalah Aurel. "Lo mau mati ya? Tadi siang kan habis kemoterapi, kenapa nggak istirahat?!" suara Nuca agak meninggi lantaran geram karena Aurel melanggar perintahnya.
"Mama sama Papa, mereka bertengkar hebat." ucap Aurel
"Apa? Jadi lo kesini cuma mau nenangin diri?" Aurel mengangguk, kembali menatap kosong jalanan sepi di sekelilingnya.
"Tapi ini udah malam, nggak baik cewek malam-malam di luar gini, mending lo pulang. Soal pertengkaran kedua orang tua lo, cukup sumpel pake kapas atau earphone, anggap itu semua gak ada."
"Please Rel. Jangan membuat tubuh lo semakin lemah, lo harus dapet peringkat satu, ingat apa mimpi lo. Ayo pulang."
Aurel menatap Nuca cukup lama, hingga akhirnya ia setuju akan perkataan Nuca. Iya, dia pasti bisa melewati semua ini, perlahan, semua pasti akan baik-baik saja.
*BERSAMBUNG*
Awas typo bertebaran🙊 mohon koreksinya👍
Vote ⭐ Komen 💬
KAMU SEDANG MEMBACA
DENUCA MAHESWARA (LENGKAP)
Teen FictionBercerita tentang seorang pemuda bernama Denuca Maheswara, seorang remaja berusia 17 tahun yang mempunyai dendam serta amarah yang membara dalam dirinya karena kejadian kelam yang dialami olehnya. Apakah ia siap menerima fakta yang terkuak 10 tahun...