Noah tidak banyak bicara setelah mereka sampai ke apartemen Nathan, bahkan saat ini pria itu sudah terlelap di kasur Nathan. Awalnya Noah menolak untuk berada satu kasur dengan Nathan, katanya karena dia kotor dan tak pantas berdekatan dengan Nathan. Nathan yang mendengar itu seketika tidak terima dan memaksa Noah untuk tidur di kasurnya. Sikap pemaksa Nathan tak dapat terbantahkan oleh siapapun, membuat Noah mau tak mau menurutinya.
Sebenarnya Nathan sangat ingin tahu apa yang terjadi antara Noah dengan Hares, namun saat melihat wajah murung Noah, ia mengurungkan niatnya. Lebih baik dia bertanya saat Noah sudah membaik.
Baru saja mata Nathan tertutup, ponselnya berbunyi, membuat pria itu merutuk kesal karenanya. Ia melihat ID si penelfon, namun hanya beberapa digit nomor yang tertera di sana. Nathan segera menggeser tombol hijau dari layar ponselnya, lalu berjalan cepat keluar kamar, takut jika ia mengganggu tidur Noah.
"Ini siapa?" Tanya Nathan langsung.
"Kau sudah tidur?" Bukannya menjawab pertanyaan Nathan, seseorang yang berada di seberang panggilan tersebut malah melayangkan pertanyaan baru.
Nathan menautkan alisnya kesal akan rasa penasarannya, cukup hubungan Noah dan Hares yang membuatnya bertanya-tanya.
"Aku sudah tidur atau tidak itu bukan urusan mu. Sekarang jawab ini siapa?" Tanya Nathan, ada nada kekesalan yang terselip disana. Lantas hal tersebut membuat orang yang menelfonnya terkekeh sejenak, membayangkan wajah kesal Nathan saat ini.
"Kau penasaran? Kau lupa dengan suara ku?" Tanya orang itu. Nathan mencoba untuk kembali mengingat-ingat suara bariton yang saat ini memenuhi pikirannya, dan hanya ada satu orang yang dia bayangkan saat ini. Si om-om menyebalkan.
"Kau si om yang menyebalkan itu? Hei om! Bagaimana bisa kau tau nomor ku?"
"Berhenti memanggil ku om." Balas Orion dingin.
"Lalu aku harus memanggil mu apa? Aku bahkan tak tahu nama mu karena kau tidak pernah memperkenalkan dirimu." Jawab Nathan masih dengan nada kesal.
"Rion, panggil aku Rion, aku sangat suka jika seseorang memanggilku dengan sebutan itu." Nathan mengangguk, sekalipun Orion tidak dapat melihatnya.
"Mm..lalu, kenapa kau menelfon ku?" Tanya Nathan lagi.
"Entahlah...merindukan mu...mungkin."
Deg!
Rasanya jantung Nathan berhenti berdetak selama beberapa detik. Mendengar jawaban Orion barusan membuat Nathan salah tingkah sendiri. Dia bahkan tidak tahu harus memberi ekspresi yang bagaimana, semuanya bercampur aduk. Senang, marah, bahkan jijik dia sendiri tidak tahu harus memilih yang mana.Hei! Nathan bukanlah pria gay, dia masih normal! Dia masih tertarik dengan yang namanya wanita.
"Ba-bagaimana keadaan mu? Apa kau sudah sembuh?" Ucap Nathan mengalihkan pembicaraan, sedangkan orang yang berada di seberang telepon menyunggingkan senyum puasnya.
"Kenapa kau bertanya? Kau mengkhawatirkan ku?" Goda Orion.
Mendengar hal tersebut, Nathan semakin gelagapan, bahkan saat ini wajahnya semakin memanas dan jantungnya berdetak semakin tak karuan, apa dia punya penyakit jantung?
"Bu-bukan! A-aku bertanya hanya sekedar berbasa-basi, bukan berarti aku mengkhawatirkan mu!" Sergah Nathan segera.
"Arrrgg!! Perut ku!" Nathan membelalakkan matanya saat mendengar pekikan dari Orion.
"Hei kau tak apa-apa! Kau masih dirumah sakit? Segera panggil dokter bodoh! Jangan banyak bergerak atau jahitannya akan terbuka!" Risau Nathan.
"Hahahaha! Lihatlah, kau memang mengkhawatirkan ku, tak perlu berbohong lagi Nathan." Ledek Orion.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss Need Me |END|
Romance[21+] [Warning!!] [#Cerita ini banyak mengandung adegan sex!! #tidak cocok dibaca oleh anak-anak berumur 17 tahun kebawah #kalau masih nekat, konsekuensinya ditanggung sendiri #BOY♡BOY/Homo] "Noah adalah milikku, berani menyentuhnya, jangan harap...