Bagian Lima

235 29 4
                                    

Selamat sore, selamat membaca....

Meski sejak kemarin ingin menemui paman dan bibinya, hati Reena justru diselipi perasaan aneh hingga hari ini. Ia ragu dan sungkan, selain karena jarang bertemu mereka, juga karena mereka bukan saudara dekatnya, Reena merasa akan sangat merepotkan. Hal itulah yang membuat tidurnya semalam tidak nyenyak. Padahal ia pulang dari stadion cukup sore karena memilih naik angkot sambil memutar otak, bagaimana caranya agar ia bisa mengikuti lomba tersebut, namun segala ide selalu saja tertuju ke paman dan bibinya.

  Hingga akhirnya, perasaan 'merepotkan' itu melenyap diserbu optimisme tatkala Reena melihat wajah pucat neneknya yang masih terbaring koma, juga ia yang tak mungkin menggadaikan Milky White demi uang empat juta rupiah. Milky White harus memenangkan lomba itu! Batin Reena mantap. Hal itulah yang mengantarkannya duduk membonceng tukang ojek pagi ini menuju Temanggung.

  Tak butuh waktu lama bagi Reena untuk sampai di Temanggung, selain jalanan lenggang karena hari masih terlalu pagi, sang driver pandai mencari jalan pintas.

  Reena mengucapkan kata terima kasih ke driver ojek online tersebut usai turun di depan sebuah gang dengan jalan setapak yang menuju rumah paman dan bibinya.

  "Sama-sama, Dek. Semoga harinya menyenangkan," jawab sang driver sembari menerima ongkos perjalanan yang Reena serahkan.

  Reena tersenyum tulus sebelum akhirnya mengangguk begitu sang driver berlalu.

  Menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, Reena mulai melangkahkan kaki melewati gang yang begitu sepi itu hingga akhirnya sampai.

  Tok tok tok!

  Kepala Reena tertunduk layu, puluhan kali ketukannya pada pintu kayu jati di hadapannya tak mendapat respon. Ia sudah celingukan, sesekali berseru memanggil nama paman dan bibinya, namun tak ada tanda-tanda keberadaan si penghuni rumah, begitupun dengan rumah-rumah di kanan kirinya, semuanya sepi. Ini bukan kuburan kan ya? batinnya heran, jantungnya berdebar kencang, pikirannya dipenuhi bayangan wajah nenek, biaya operasi yang menggunung, juga hal penting soal lomba balap kuda yang ingin ia ikuti. Ia memikirkan kesempatan membayar biaya pendaftaran murah jika berhasil mendaftar hari ini atau besok, sebab lusa biayanya naik jadi enam juta rupiah.

  Reena berjalan mondar-mandir. Aku akan menunggu hingga tengah siang, siapa tahu paman dan bibi sedang bepergian.

  Reena duduk di teralis rumah tersebut, pikirannya masih dipenuhi hal-hal rumit. Kalau jadi pinjam uang empat juta dan nanti paman minta jaminan, sepertinya aku harus memberikan rumah saja, sebab tak ada barang berharga lain yang aku dan nenek miliki, batin Reena lagi sembari menengok arlojinya yang kini menunjukkan pukul 11:00, membuatnya menghela napas berat.

  Krekkk!

  Reena tersentak ketika tiba-tiba mendengar suara pintu dibuka, seketika ia menatap pintu rumah paman dan bibinya itu.

  Dahi Reena mengernyit menemukan seorang lelaki tua bertubuh bungkuk keluar dari rumah tersebut. Dia siapa? batinnya heran seraya berjalan mendekat.

  Dengan sopan Reena menyapa, memastikan kebenaran rumah atas nama paman dan bibinya tersebut. Namun ketika jawaban lelaki itu terlantun, jiwa Reena bagai disambar petir.

  "Ya, memang benar rumah ini dulunya milik dua orang yang kamu sebut namanya barusan, tapi sekira tujuh bulan lalu, mereka menjualnya kepada keluarga anak saya. Mereka lalu pindah, tapi entah dimana tempat tinggalnya sekarang. Soalnya anak saya tidak cukup mengenal mereka, kami melakukan jual beli rumah ini lewat iklan di sebuah koran," ucap lelaki berambut putih itu dengan suara bergetar.

  Kepala Reena tertunduk layu setelah mengucapkan kata terima kasih kepada lelaki itu atas waktunya.

  "Tuhan memberkatimu, Dek," ucap lelaki itu begitu Reena pamit.

Menikmati cerita ini? Aku nggak minta yang aneh-aneh, just vote.

So, let's vote!
See you!

BANG MY HEART ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang