Bagian Tigabelas

178 24 2
                                    

Good morning and happy reading!

***

  "Beres!" ucap Reena senang ketika berhasil memasukkan jerami-jerami di tempat makan Milky White. "Maafkan aku, kau jadi telat makan." Reena mengusap dagu Milky White ketika kuda putih itu mendekat dan melahap jatah makannya. "Aku harus pergi lagi, mengurus pendaftaran lomba untuk kita, kau tentu merindukan kepulangan nenek, kita akan berjuang bersama untuk memulangkannya."

  Ketika Reena berlalu menuju teras rumah, ia lihat Steve masih berada di mobil dan memainkan ponsel, pemuda itu tak bergeming sedikitpun sejak kedatangannya, padahal Reena sudah melakukan berbagai tugas rumah, menyirami tanaman di depan dan belakang rumahnya, memberi makan Milky White, juga menelpon Claudia dan mendapat kabar neneknya baik-baik saja.

  Reena mengunci pintu dan mendekati mobil Land Rover hijau tua itu, ia segera membuka pintu mobil tersebut dan duduk di samping Steve. Begitu Reena menutup pintu mobil dan mengenakan sabuk pengaman, keheningan menyeruak.

  "Apa kau marah kepada saya, Tuan?" Reena memberanikan diri bertanya setelah duduk semenit lamanya dan Steve masih terus memainkan ponsel.

  Hening. Tiba-tiba Steve men-starter mobilnya. Ia terus diam dengan wajah tanpa ekspresi, bahkan hingga mobil melaju.

  "Kalau begitu maafkan saya, Tuan Steve. Anda jadi ditampar oleh ayah anda tadi," ucap Reena lagi dengan nada hati-hati.

  Hening.

  "Jadi ini mau mengantar parsel ke RS dulu atau langsung ke Bandongan?" tanya Steve tiba-tiba dengan nada malas, membuat Reena gugup.

  Reena menengok arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 19:30. "Ke Bandongan dulu saja, Tuan," ucapnya ketika teringat ucapan Claudia di telepon tadi.

  Keheningan menyeruak kembali.

  Mobil melaju cepat begitu keluar dari Rejosari. Menuju Bandongan, Steve seperti kesetanan dengan kecepatan mobilnya. Namun Reena hanya diam, ia khawatir cowok itu tak jadi mengantarnya jika ia protes. Calm down, Ren, batinnya seraya mengatur napas.

***

  Melalui perjalanan yang penuh keheningan, napas Reena yang semula menyesak mulai menemui kelegaan sesampainya di Bandongan dan turun di parkiran stadion.

  Ia dan Steve berjalan beriringan menuju lobi kantor pendaftaran yang tampak sepi.

  Begitu masuk ke kantor itu, beberapa orang di sana memperhatikan Steve, bahkan gadis muda di belakang meja receipsionis tampak berbisik-bisik ke temannya dan menatap Steve dengan rona kagum.

  "Selamat malam, Mister," ucap sang receiptsionis begitu Reena dan Steve mendekat.

  Reena tampak diabaikan oleh banyak orang.

  Sejurus kemudian sang receiptsionist menyerahkan selembar kertas dan bulpen kepada Steve. "Ini formulir pendaftaran, harap diisi dulu oleh calon peserta sebelum lanjut ke prosedur pendaftaran selanjutnya. Jangan lupa bubuhi tanda tangan."

  Steve hanya mengangguk dan menyerahkannya ke Reena. "Apa Ayah saya sudah menyelesaikan pembayarannya?"

  Sang receiptsionis mengangguk. "Sudah, Tuan."

  Dengan hati-hati Reena mengisi semua kolom dalam selembar kertas formulir itu.

  "Prosedur selanjutnya apa?" tanya Steve ke sang receiptsionis usai merebut kertas formulir dari Reena yang sudah selesai diisi.

BANG MY HEART ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang