Lanjut yuk!
◀️☸️☸️☸️▶️
Mentari menerik saat Reena meneguk air mineral di depan kantor stadion dimana balap kuda yang akan diikutinya digelar. Jantungnya berdegup kencang dan keringatnya meleleh, terlebih saat melihat mobil pick-up sewaan Mr. Houghton yang pagi tadi sempat mengangkut Milky White usai dikasih makan oleh Reena.
Pick-up hitam itu berlalu, dan di saat yang bersamaan sebuah pesan Whatsapp dari Mr. Houghton mendarat di ponselnya.
Mr.Houghton: Ren, kuda putihmu sudah dimasukkan ke arena lomba oleh tim penyelenggara, nomor kandangnya sesuai nomor pesertamu.
Reena segera menengok nomor 33 pada rompi cokelatnya. Sebelum akhirnya membalas pesan Whatsapp itu dengan mengucapkan kata terima kasih, Reena bergegas, berkumpul dengan banyak peserta yang siap menjalani sesi breaving.
"Oke, selamat pagi menjelang siang, Adik-adik. Sebelum lomba dimulai, kalian harus mengetahui aturan teknisnya dulu. Bahwa lomba ini dibagi menjadi tiga sesi dan akan berlangsung selama tiga hari. Hari ini adalah sesi penyisihan, dan dari daftar yang saya pegang, semua peserta ada 60 orang, kompetisi akan dilaksanakan per sepuluh orang hingga selesai nanti. Kami hanya akan memilih 15 besar untuk masuk babak selanjutnya. Lomba hari ini memperebutkan golden ticket untuk masuk ke 15 besar tersebut, namun buat yang belum berhasil masuk tetap akan mendapatkan medali dan bingkisan dari kami. Baiklah, sebelum masuk ke arena, kami akan melakukan absensi dulu."
Reena mengangguk-angguk, ia begitu minder melihat keadaan di sekelilingnya, terlebih saat nama demi nama lawan lombanya disebut, mereka disoraki keluarga, bahkan ketika Reena memendarkan pandangan, mereka tampak diiringi pelatih-pelatih andal yang mendukung penuh.
Hingga ketika nama Reena disebut, ia tak yakin akan mendapat sorakan dukungan yang meriah. Hal itu membuat jantungnya berdegup tak karuan.
"Selanjutnya, Falovre Reenata dari Rejosari!" Sang Panitia berseru. Jantung Reena pun dibuat berdebar lebih kencang.
Tiba-tiba segerombolan orang berseru dari arah sampingnya, membuat Reena membelalakkan mata saking tidak percayanya.
"Reenata! Reenata! Reenata!" Begitulah yang mereka serukan, hingga disertai bunyi terompet dan lambaian bendera merah bertuliskan namanya.
Reena sempat mengira itu hanya mimpi, hingga ia tersenyum lebar ketika menemukan siapa saja orang itu. Ada Eric Guilon dan Mr. Houghton di sana, juga beberapa pria paruh baya yang Reena tahu berasal dari Rejosari, namun ia tak begitu mengenal mereka. Orang-orang tersebut berpakaian mewah seperti yang dikenakan Mr. Houghton. Koleganya mungkin, batin Reena sembari tersenyum dan membalas lambaian tangan mereka dengan anggukan sopan.
Dukungan itu sedikit-banyak mampu mengalihkan pikiran Reena yang sedang tak karuan, karena selain memikirkan lomba, ia terus memikirkan uang 25 juta untuk biaya operasi ginjal kedua bagi neneknya. Tuhan, kuatkan pundakku oleh beban masalah-masalah ini, doanya ketika bayangan wajah sang Nenek bergelayut di pikirannya.
Tak sampai dua puluh menit, absensi-pun selesai. Selanjutnya, semua peserta disuruh memasuki arena. Dan karena setiap sesi lomba hanya akan dijalani oleh 10 orang peserta, sesuai nomornya, Reena mendapat giliran di sesi ketiga.
Sambil menunggu itu, Reena ditemani Eric di dalam ruang tunggu.
"Hai Ren, kamu gugup?" tanya Eric saat mereka duduk berdampingan menonton lomba yang sedang berlangsung melalui layar LED lebar di ujung ruangan. Di kanan dan kiri mereka tampak ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANG MY HEART ✓ [Selesai]
Teen FictionGadis pembalap kuda bertemu pemuda ahli tembak? [Selesai- Buku bisa dipesan melalui penerbit Crystal Books] Hidup Falovre Reenata terasa jungkir balik setelah neneknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki, jatuh sakit dan harus melakukan operasi gi...