Bagian Empatbelas

183 25 2
                                    

Dua mangkuk wedang ronde terhidang di hadapan Reena dan Steve di kafe depan Rumah Sakit malam ini. Reena hampir kebingungan tadi saat ia keluar dari ruang rawat neneknya, ia takut cowok itu marah dan pulang sebelum ia antar menikmati wedang ronde, hal yang membuatnya dilanda kekhawatiran, khawatir hal itu berpengaruh dengan kebaikan Mr. Houghton yang telah berbaik hati membantunya.

  Sekira dua puluh menit mereka duduk berhadapan, tak ada percakapan sama sekali. Bahkan tadi Reena sempat heran dengan semangkuk wedang ronde yang disodorkan Steve di hadapannya.

  Hiruk pikuk obrolan pengunjung di sekeliling tampak diabaikan oleh Steve. Cowok itu sibuk dengan ponselnya sejak tadi, membuat Reena bingung, apakah harus membuka obrolan atau tidak.

  Berhadapan dengan cowok sedingin pucuk Everest itu hampir-hampir membuat jiwa Reena membeku kalau ia tak segera mengambil langkah inisiatif, ia mencoba membiasakan diri dengan mulai melakukan hal yang sama, memainkan ponsel.

  Reena membuka tas selempangnya dan mengambil ponselnya.

  Saat Reena mulai asik berselancar di dunia maya, tiba-tiba Steve meletakkan ponselnya dan mulai menikmati minumannya. "Apa kau tak haus? Minuman di depanmu itu untukmu," ucap Steve dengan nada datar.

  "Makasih, Tuan." Reena segera menyahut, namun tatapannya terus tertuju ke ponselnya.

  Mereka kembali terendam suasana dingin. Benar-benar pendiam, kutaksir dia tak mempunyai kekasih, batin Reena yang lalu mulai menyeruput wedang rondenya sesendok demi sesendok.

  Tiba-tiba....

  "Uwaaa! Tikusss!" sebuah suara jeritan anak-anak mengalun lantang dari arah depan kafe. Pandangan seisi kafe segera tertuju ke sana. Dari kaca transparan kafe tersebut, mereka bisa menyaksikan seorang gadis kecil memeluk seorang satpam Rumah Sakit dengan wajah ketakutan, sementara itu seekor tikus tampak masuk ke dalam kafe dan membuat suasana menjadi gaduh.

  Orang-orang menjerit dan menjauhi tempat duduk mereka, tak berbeda dengan Reena, namun ia melakukannya justru karena seorang gadis berlari ke arahnya dan memeluknya sembari menjerit.

  "Claudia!" Reena kaget dan panik ketika sadar cewek yang terus menjerit ketakutan itu adalah Claudia.

  Di antara keributan banyak orang gara-gara seekor binatang pengerat, juga Reena dan Claudia yang sibuk memeriksa kolong meja, Steve memasukkan ponselnya ke saku dan bergegas pergi dengan meninggalkan uang seratus ribu di atas meja.

  Cukup lama kejadian itu membuat orang-orang gusar, sekira sepuluh menit kemudian tikus itu ditangkap oleh satpam rumah sakit dalam keadaan mati karena dipukuli para pekerja cafe tersebut. Begitu tikus itu dibawa keluar, Reena baru sadar Steve sudah tak ada.

  Reena mengernyitkan dahi menemukan uang seratus ribu tertindih mangkuk di hadapannya, juga sweater cokelat milik Steve yang tersampir di sandaran kursi. Mata Reena segera terbelalak.

  "Gilak, parah, pacar Kak Reena keren abis!" komentar Claudia dengan tangan kanan masih menggamit lengan Reena, sementara tangan kirinya sibuk mengelus dada untuk meritmiskan napas.

  "Sssttt," timpal Reena dengan wajah panik. Sejurus kemudian Reena menyambar sweater Steve dan bergegas pergi.

  "Tu-tunggu, Kak Ren! Ini uangnya ketinggalan!" Claudia berseru.

  "Untukmu!" Reena balas berseru tanpa menoleh. Ia berlari ke arah parkiran, namun ia merasa terlambat, mobil Steve sudah berlalu dan tampak menuju gerbang rumah sakit. "Tuan Steve!" Reena berseru seraya mengejar mobil itu, napasnya memburu, jantungnya berdetak tak karuan.

  Mobil Steve keburu pergi ketika Reena berlari ke arah gerbang dan melewatinya.

  Menyaksikan kepergian Steve yang tampak kesetanan melarikan mobilnya, Reena terpaku di trotoar jalan menatap mobil tersebut yang kian mengecil lalu menghilang, menyisakan asap polusi yang mulai mengapas di udara.

  Di antara keramaian jalanan depan Rumah Sakit, juga kerlap-kerlip lampu malam dan udara yang mendingin, jiwa Reena dipeluk keheningan sebelum akhirnya ia memeluk erat jaket Steve dengan perasaan hampa. Apa yang salah denganku? batinnya ketika sadar jantungnya berdebar kencang, ada yang aneh dari debaran itu, sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.

  Tiba-tiba sepercik air mata menetes di ekor mata Reena. Tidak, tidak, aku tidak sedang mengkhawatirkan cowok itu, batinnya, menyangkal perasaannya yang sesungguhnya.

  Ketika Reena melangkah, tiba-tiba ada beberapa lembar kertas yang jatuh dari kantung sweater Steve. Reena segera memungutnya, dan saat mengetahui itu adalah tiket latihan menembak, Reena jadi tersenyum sendiri. "Jadi, dia hobi menembak?"

Bersambung....

Jangan lupa voment, Guys

BANG MY HEART ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang