Bagian Tiga Puluh Delapan

172 21 2
                                    

Good morning and happy reading!

◀️☸️☸️☸️▶️

Dalam keheningan kamar dan lumatan itu, Reena merasa bibir Steve seolah mengalirkan suatu ketenangan, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya sebab ini kali pertama ia mengalami hal seperti ini. Intuisinya mengantarkannya membalas lumatan itu, ia lantas mengulum bibir manis Steve dan memegangi pipi pemuda itu.

  Keduanya berciuman cukup lama, menenangkan kegusaran di hati masing-masing.

  "Aku telah menemukan cara," ucap Reena seraya mengusap air matanya. Ia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju balkon kamar yang menghadap ke persawahan Lembang. Ia berdiri di sana cukup lama sehingga Steve menyusulnya.

  "Bagaimana, Ren?"

  "Aku merasa Mr. Houghton telah mengatur skema hidupku sedemikian rupa, Steve. Handphoneku yang hilangpun menurutku bagian dari rencananya."

  Dahi Steve mengernyit.

  "Handphone-ku ada di kamar Eric sekarang," ucap Reena seraya menatap sendu ke arah pemandangan di luar sana.

  "Astaga!" Steve kaget mendengar itu.

  "Aku hampir mengambilnya tadi andai kau tak menarik tanganku."

  Hening.

  "Maafkan aku. Aku janji akan mengambilkannya untukmu, Ren."

  "Kamu nggak salah, Steve. Nyatanya kabar darimu juga penting." Reena menundukkan kepalanya. "Di handphone itu ada nomor Claudia, sahabatku yang bekerja di Kafe Rumah Sakit tempat nenek dirawat. Aku harus menghubunginya untuk meminta bantuan menyelamatkan nenekku."

  "Itu ide yang bagus, Ren. Aku paham dengan rencanamu. Mari kita lakukan sesegera mungkin. Tujuan awal kita adalah mengambil handphone-mu."

  Reena membalikkan badan ke arah Steve dan mengangguk mantap, mereka berdua melakukan doa bersama dan salam Maria sebelum pergi ke kamar Eric.

  Sekira satu menit kemudian mereka sudah berada di depan kamar Eric, Reena bersembunyi di balik sebuah patung Dewa Zeus sementara Steve berdiri tepat di depan pintu. Pemuda itu berencana mengajak Eric keluar dari kamarnya, sementara Reena berencana menyelinap masuk begitu keduanya pergi. "Kuusahakan Eric tak mengunci kamarnya, tapi kalau aku ada peluang masuk ke kamarnya biarkan aku yang mengambilnya," janji Steve tadi.

  Tok tok tok!

  Steve mulai mengetuk pintu putih di hadapannya. "Eric! Kau sedang apa?" tanya Steve kemudian, ia lalu nyengir sendiri, sebab selama ini ia tak pernah sekalipun menyapa adik tirinya seramah itu.

  Hening.

  "Eric! Adikku yang sangat tampan!"

  Reena tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala heran di tempat persembunyiannya.

  Krekkk....

  Eric membuka pintu dan menyembulkan kepalanya, dahinya mengernyit. "Whoa, si pecundang ahli tembak rupanya, ada apa? Tumben."

  Darah Steve hampir mendidih, tangannya hampir mengepal.

  Steve menempelkan telunjuknya di bibirnya sendiri. "Sssttt, kau sedang apa?"

  Eric membuka pintu itu lebar-lebar, menunjukkan badan putihnya yang hanya terbalut celana dalam.

  Seketika Reena hampir menjerit melihatnya, ia pun cepat-cepat menutup mata.

BANG MY HEART ✓ [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang