Aku memijat pelipisku. Merasakan nyeri di kepalaku. Ini mungkin akibat beberapa hari ini pikiranku sedang kacau, mungkin juga karena kebanyakan kopi atau karena aku kurang tidur. Insomnia. Aku bahkan yakin make up harianku sudah tidak bisa menutupi kantung mata yang menghiasi wajahku.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku.
Kepala Tori menyembul dari sana.
" Mbak Yana? Saya mau pulang. Mbak masih memerlukan sesuatu? "
Tori membuka pintu lebih lebar namun tidak masuk.
Aku melihat jam yang melingkar di tangan kiriku. Fiyuh ternyata sudah pukul 11 malam. Berada di ruang kerjaku seharian membuatku lupa waktu." Kamu pulang saja Tor. Habis ini aku juga mau pulang kok " Karena biasanya aku akan menginap di cafe kalau terlalu lelah untuk pulang. Ruang kerjaku berada di lantai atas. Terdiri dari ruang untuk bekerja dan menerima tamu. Tidak besar. Hanya meja kursi dan sofa L di sudut ruangan untuk tamu yang punya urusan denganku. Ada pintu di sebelah kiri yang menghubungkan dengan ruangan lain yang tak kalah kecilnya. Aku meletakkan sebuah single bed dan lemari gantung. Ada kamar kecil juga di dalam kamarnya. Meski kecil, aku membuat ruang kerjaku senyaman mungkin.
" Oke mbak. Kalau begitu saya pulang dulu " Tori menampilkan senyum membuat gigi gingsulnya terlihat.
Setelah Tori menghilang di balik pintu aku segera mematikan laptop dan mulai membereskan meja kerja.
Aku turun tangga dengan hati - hati. Bukan apa - apa, hanya saja kepalaku terasa berat dan lampu di lantai bawah sudah dimatikan oleh Tori. Jadi hanya cahaya dari luar saja yang menerangi. Dari jendela cafe yang full kaca aku bisa melihat masih banyak kendaraan yang berlalu lalang.
Sejenak aku memindai sekeliling ruangan. Semua tampak tertata rapi dan bersih. Bangku - bangku sudah dirapikan. Aku tidak perlu mengecek dapur karena aku yakin para karyawanku yang dikoordinatori oleh Tori sudah membereskan semuanya. Prinsip kami, datang dalam keadaan bersih pulang pun harus dalam posisi bersih.
Aku bangga mempunyai asisten seperti Tori. Anaknya penuh semangat, ceria dan totalitas dalam bekerja. Usianya hanya terpaut dua tahun dariku membuat hubungan kami lebih seperti kakak adik. Dia sudah bekerja padaku sejak aku membuka cafe ini lima tahun yang lalu.
Saat menginjak semester tiga aku meminjam modal pada Papa. Aku ijin untuk memulai usaha di samping kuliah. Papa sempat meragukanku. Takut aku tidak bisa membagi waktu. Tapi aku meyakinkan Papa kalau semua akan berjalan dengan baik dan tidak mengganggu pendidikanku. Aku berjanji tidak akan mengecewakannya.
Akhirnya aku bisa membuktikan pada Papa dan Mama kalau aku bisa menjadi kebanggaan mereka. Aku lulus kuliah di saat cafe yang kurintis sudah berdiri selama tiga tahun.
❤❤❤
Sebenarnya aku tidak perlu memaksakan diri seperti ini. Membuka cafe dan seolah - olah berusaha keras mengembangkannya. Karena sebagai anak tunggal, Papaku yang seorang dokter bedah sudah bisa mencukupi seluruh kebutuhanku. Apalagi beliau juga mendapatkan warisan dari Kakek yang berupa kebun sawit beberapa hektar di luar Jawa sana. Belum lagi usaha Mama yang menyewakan beberapa ruko dan rumah kos. Ekonomiku sudah lebih dari cukup karena aku sendiri terbiasa hidup sederhana seperti yang selalu Papa dan Mama ajarkan.
Aku memang sengaja membunuh waktu. Menyibukkan diri dengan kegiatan apapun itu. Hanya untuk membuat diriku merasa lebih baik dan tidak tergoda untuk berbuat hal ceroboh karena putus asa meski godaan itu selalu ada. Ya nyatanya aku memang belum benar - benar sembuh. Waktu enam tahun ternyata belum cukup meski aku sudah pergi dari sana.
Aku mengambil kunci mobil dan menghidupkan alarmnya.
Perlahan aku meninggalkan cafe menuju rumah kontrakanku yang tempatnya tidak begitu jauh.Sepanjang perjalanan aku memikirkan kata - kata Kevin di telepon tadi. Dia ingin segera bertemu Papa dan Mamaku. Memintaku untuk menjadi istrinya.
Tentu saja aku sangat senang. Sejak dulu kami saling mencintai walau sempat putus selama beberapa tahun. Kalau memang jodoh meski berpisah akhirnya bisa bersatu kembali.
Aku tidak pernah seyakin ini untuk menikah dengannya. Kevin adalah satu - satunya sosok laki - laki yang menjadi idamanku sejak Sekolah Menengah Atas.
Tapi, jika aku berkata jujur. Apakah dia masih mau menerimaku? Masihkah kami berjodoh seperti keyakinanku selama ini?
Tbc.
Selamat datang di cerita Neylan yang ke tujuh 😊
Ney mencoba bikin cerita dari sudut pandang orang pertama. Kita lihat apakah Ney akan berhasil ? Wkwkwk..Oh ya seperti biasa, di semua cerita Ney pasti nanti ada adegan dewasa-nya he..he... Meskipun hanya selipan-selipan, yang merasa kurang nyaman boleh skip ya.
Pecinta happy ending silakan merapat.
Dukung Ney dengan ngasih bintang juga spam komen 😉Love you,
NEYLAN 💋
Introduce, KEVIN 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES ( S E L E S A I )
HumorFor Adult Start : 31 Januari 2020 Finish : 6 Februari 2021 1 th 6 hari