Kring......
Bel pertanda masuk sudah berbunyi, semua murid yang berada di koridor satu persatu memasuki ruang kelas nya masing-masing. Akan tetapi, tidak dengan keempat gadis yang satu ini. Mereka justru masih stay di koridor dengan sesekali memperhatikan setiap orang yang baru memasuki gerbang.
"Zilo belum bisa ditelpon juga, Re?" tanya Dera--Sahabat Reva.
Reva menoleh, kemudian menggeleng. "Belum," lirihnya.
Jujur, saat ini Reva sangat khawatir dengan keberadaan Zilo sekarang. Pasalnya, semenjak semalam handphone Zilo tidak bisa dihubungi. Entah kenapa perasaan Reva selalu tidak enak dengan hal itu.
Saat berangkat sekolah tadi, Reva sempat mampir ke rumah Zilo untuk memastikan keadaannya dan hasilnya pun, nihil. Zilonya tidak ada di rumah, Bi Tuti selaku pembantunya pun tak tahu menahu kemana Zilo pergi. Semalam Zilo hanya izin pergi keluar mencari udara segar. Tetapi, sampai sekarang dia belum pulang.
Ghea memeluk Reva erat, berniat untuk menenangkan kekhawatiran sahabatnya ini. "Udah, ya, Re. Mending kita masuk dulu, kan nggak lucu kalau nanti kita dihukum. Jam istirahat nanti, kita tanyain Zilo ke temen-temennya aja gimana?" usul Ghea berharap sahabatnya ini tenang.
Dera dan Reya pun mengangguk setuju. "Iya, Re. Gue yakin, Di manapun Zilo berada pasti dia bakalan baik-baik saja kok." ucap Reya seraya mengelus punggung Reva, "Bener tuh, Re. Jadi, lu jangan sedih lagi, ya. Kita semua ada di sini dan bakalan bantuin lo buat cari Zilo," sambung Dera seraya tersenyum manis.
Reva menatap mereka penuh haru. "Makasih, ya. Gue bersyukur banget punya sahabat kayak kalian. Sini peluk," ucap Reva seraya membentangkan tangannya.
Dera dan Reya pun langsung membalas bentangan tangan Reva. "Aaa Rere," kata Dera seraya mendekap tubuh Reva.
Kini, terjadilah sesi berpelukan layaknya seperti teletubbies. Mereka melakukan semua ini juga untuk menguatkan dan menghibur Reva. Senyum manis tercipta di bibir merah ranum Reva, bersamaan dengan bulir-bulir air mata yang turun dari kelopak matanya. Dia menangis, ah pastinya menangis karena bahagia mempunyai sahabat seperti mereka--Dera, Reya, dan Ghea.
Sedangkan, tanpa mereka sadari kini di belakang mereka sudah ada bapak tua dengan seragam coklat yang melekat di tubuhnya, kacamata bertengger di wajahnya, dan penggaris kayu panjang yang dipegangnya tengah berkacak pinggang seraya menatap mereka dengan tatapan kemarahan.
"REVALIA, DERASYA, REYA, GHEA BENAR-BENAR YA KALIAN!" teriaknya membuat keempat gadis itu melepaskan pelukannya cepat dan menutup kedua telinga mereka yang seakan tuli mendengar suara toa milik Pak Goro--Guru Matematika di SMA Dirga.
Reya terkekeh melihat muka Pak Goro yang sekarang memerah, karena marah pastinya. Coba kalau ada tanduk nya pasti lucu kali ya. batin Reya tertawa.
"Buset, Pak. Lain kali kalau mau teriak tuh bilang-bilang dong kan kasian telinga saya, jadi tuli seketika gara-gara denger suara toa Bapak," ucap Ghea dengan santainya. Emang laknat ni anak.
Pak Goro menatap Ghea tajam. "Berani kamu sama saya?" tanyanya seraya menghentakan penggaris yang dipegangnya.
Reya menyenggol lengan kanan Ghea, "Kabur bego, kabur," bisik Reya, dan dia juga memberi kode yang sama kepada Reva.
Reva dan Ghea saling pandang, sehingga pada akhirnya. "Tu, wa,....Kabur Woy!" perintah Ghea seraya berlari menghindari Pak Goro dan diikuti dengan Reva dan Reya. Sedangkan Dera, dia hanya seperti orang bego yang tak bergeming sama sekali melihat teman-temannya yang berlari seperti itu. Sungguh tega ya kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
ZiloVa
Teen Fiction"Zilo, gue nggak suka ya kalau lo deket-deket sama dia!" "Zilo, ngapain lo jalan bareng dia?" "Zilo, pacaran aja sana sama dia. Lo lebih sering luangin waktu buat dia daripada sama gue, pacar lo sendiri." -Revalia Francessia Franz ...