24. Antara Zilo dan Ghea

167 10 0
                                    

"Nunduk dikit dong Kev, gue nggak keliatan nih," celetuk Gio sambil terus berjinjit karena tak bisa melihat apa yang sedang Ghea dan orang tuanya lakukan di rumah Zilo.

Ya, saat ini mereka berdua memang sedang berada di depan rumah Zilo. Lebih tepatnya, di pohon besar samping rumah Zilo. Tadinya, niat mereka kesini itu ingin melihat siapa orang yang akan bertemu dengan Zilo, sampai-sampai di cafe tadi mampu membuat Zilo tersenyum-senyum sendiri. Mungkin, menurut kalian ini merupakan sesuatu yang biasa saja. Tetapi, lain hal menurut Kevin dan Gio yang melihat Zilo tersenyum merupakan suatu hal yang aneh dan langka bagi mereka. Sedikit berlebihan memang, tapi ya begitulah mereka.

Itulah sebabnya, sekarang ini mereka rela diam-diam mengawasi di belakang pohon depan rumah Zilo demi mengetahui orang yang membuat Zilo tersenyum, walaupun senyuman itu hanya seperkian detik. Akan tetapi, betapa terkejutnya mereka dikala sebuah mobil yang sangat familiar bagi mereka memasuki halaman luas rumah Zilo.

Kevin tak menghiraukan ucapan Gio tadi, dia masih saja fokus terhadap apa yang dilihatnya saat ini. Ia pun sempat bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, ada urusan apa kekasihnya itu ke rumah Zilo? Bersama kedua orang tuanya pula.

Sempat ada pikiran-pikiran buruk di dalam benak Kevin perihal kedatangan Ghea ke rumah Zilo, dia memang tahu bahwa kekasihnya dan Zilo itu dekat. Tetapi, itupun hanya sebentar, karena Ghea yang berusaha untuk membantu mendekatkan Reva kepada Zilo saja. Selepas itu, Kevin pun tak pernah melihat lagi bahwa kekasihnya itu masih dekat dengan Zilo.

Kevin mencoba untuk tidak overthingking terhadap Ghea, bisa saja kekasih dan sahabatnya itu mempunyai hubungan persaudaraan bukan? Itulah sebabnya Ghea dan kedua orang tuanya pergi ke rumah Zilo hanya untuk bersilaturahmi kepada keluarga Zilo.

Namun, bila benar mereka berdua mempunyai hubungan persaudaraan mengapa salah satu diantaranya tak pernah bilang kepadanya? Bahkan dirinya yang sudah bersahabat bertahun-tahun dengan Zilo saja tak pernah sekalipun tuh mendengar Zilo bercerita tentang ini. Dan dengan Ghea, Kevin pun tak pernah juga mendengar kekasihnya itu menyebut-nyebut Zilo sebagai saudaranya, paling tidak kalau Ghea membahas Zilo ya itu selalu tentang hubungan Zilo dengan sahabatnya, Reva.

Mengingat belakangan ini hubungannya dengan Ghea yang sedikit merenggang, Kevin jadi berpikir, bahwa Zilo, ada hubungannya dengan sikap Ghea yang akhir-akhir ini jadi tak pernah mau bertemu dengannya. Namun, apakah perkiraannya ini benar?

Pak!

"Nggak usah bengong lo njing!!" sarkas Gio seraya menoyor kepala Kevin dengan kencang, membuat sang empu menolehkan kepalanya cepat.

Kevin menatap datar Gio, "bang*at lo!" umpatnya dengan manik mata yang menatap Gio dengan sinis.

"Apa? Mau marah. Lagian sih dari tadi gue suruh nunduk malah bengong! Gue tau lo lagi mikirin aneh-aneh tentang Zilo sama si Ghea kan?" Kevin diam, namun tatapan matanya masih menatap sinis Gio.

Karena tak mendapat jawaban dari sang sahabat, Gio pun melayangkan lengannya di pundak kiri Kevin, lalu menepuknya pelan. "Gue cuman mau bilang, nggak usah nyimpulin yang aneh-aneh tentang apa yang dilihat lo sekarang. Gue yakin, Zilo nggak sejahat itu buat rebut Ghea dari lo," ujar Gio meyakinkan agar tidak terjadi kesalahan pahaman di antara persahabatannya ini.

Kevin masih tetap diam, dia menolehkan arah pandangnya ke arah Ghea lagi. Akan tetapi, betapa terkejutnya dia di saat melihat Ghea dan kedua orang tuanya yang sudah tidak berada di tempat mereka berdiri tadi.

"Mereka udah masuk," Kevin menoleh ke arah Gio lagi dengan kening yang mengerut.

"Kok lo nggak ngasih tau gue!"

"Harus?" tanya Gio dengan alis yang menaik.

"Pikir! nggak guna lo!"

****

"Zi, aku mohon jangan tinggalin aku. Aku sayang kamu, Zi. Bukan aku yang ngelakuin semua itu hiks ...." Dengan air mata yang terus mengalir di pipinya, gadis dengan seragam SMA yang terlihat urak-urakan itu masih saja berlutut seraya memeluk kaki kanan pemuda dengan seragam yang sama dengannya.

Namun, pemuda itu kini masih bersikap acuh terhadap gadis yang ada di depannya kini. Ia berdiri dengan tangan yang ia lipat di depan dada dengan pandangan yang ia tuju ke arah lain.

"Lepas!" tegasnya.

Gadis tadi mendongak, dengan mulut yang masih terisak dia pun menggeleng keras. "Nggak, Zi. Aku bakal tetap gini kalau kamu masih nggak maafin aku juga," keukeuh nya dengan tangan yang masih melilit di kaki jenjang pemuda itu.

"Cih! Lo pikir segampang itu buat gue maafin lo. Gue ingetin sekali lagi sama lo, hubungan kita udah berakhir. Jadi, berhenti ngejar-ngejar gue lagi. Gue bahkan nggak sudi lagi pacaran sama cewek murahan kayak lo!" Nada bicara pemuda itu kini semakin meninggi, membuat gadis yang kini ada di bawahnya semakin menangis.

Seharusnya ia tak mudah percaya terhadap orang lain, seharusnya saat itu ia tak menuruti perintah- perinth Ardyah dan juga Alyssa, dan seharusnya juga dia tak pernah percaya dengan ucapan omong kosong mereka. Mengapa semua ini harus terjadi pada Veya! Orang yang dia sayang kini membencinya.

"Zi hiks ...." Isaknya seraya berusaha berdiri. "Kamu harus percaya hiks ... sama aku, bukan aku yang ngelakuin semua itu hiks ...,"  jelas Veya dengan isakan yang terus keluar dari mulutnya.

"Zi—"

"HARUS BERAPA KALI GUE BILANG, GUE NGGAK BAKAL PERCAYA SAMA LO!! NGGAK ADA KATA MAAF LAGI BUAT CEWEK KAYAK LO!! DASAR PEMBAWA SIAL!!"

"Nggak, Zi. Bukan aku, bukan aku yang ngelakuin itu semua hikss ...."

"Zi, tolong percaya aku hikss ..., Aku nggak ngelakuin itu semua hikss ...."

Racauan-racauan yang keluar dari mulut Veya sekarang membuat tidur nyenyak Keysa menjadi terganggu, ia mencoba mengerjapkan pelan matanya, lalu, secara tiba-tiba racauan yang tadi kembali terdengar.

"Dan aku juga bukan pembawa sial hikss ..., aku—" Keysa menoleh menatap brankar yang tertutup tirai, dengan nyawa yang belum terkumpul Keysa pun berjalan mendekati brankar tempat kakaknya sekarang.

Pasti mimpi itu lagi, pikirnya disela-sela langkahnya mendekati Veya.

"Kak Veya," Keysa mengusap dahi Veya yang sudah bercucuran keringat, ia pun terus menerus menepuk pelan pipi Veya seraya terus memanggil namanya.

"Kak, bangun—"

"ZILO!"

Bersamaan dengan panggilan Keysa, Veya pun terbangun dari tidurnya seraya meneriaki nama kakak kelasnya itu. "Kak Ve—"

Belum sempat Keysa menyelesaikan ucapannya lagi, tiba-tiba saja kakaknya itu langsung menoleh ke arahnya cepat sambil mengambil pergelangan tangan Keysa.

"Key, Zi-Zilo belum ke sini ya?" tanya Veya seraya menatap manik mata adiknya dengan mata yang sanyup.

Lidah Keysa kelu seketika, dia tidak tau harus membuat alasan apa lagi kepada kakaknya. "Key, jawab pertanyaan kakak!"

"E-mm iitu ka, Ka Zilo belum bisa Key hubungi sampai sekara—"

Brakk

Lengan Veya yang semula memegang pergelangan tangan adiknya, kini berubah menjadi mengguncang kencang bahu Keysa, membuat sang adik menundukkan kepalanya takut.

"BOHONG! LO PASTI BOHONG KAN, EMANG DASARNYA AJA LO YANG NGGAK PERNAH NELPON DIA KAN! IYA KAN! JAWAB GUE!!"

****

Haii gaess, aku cuman mau bilang
-
-
-
-
-
-
-
-
HAPPY NEW YEAR 🎆 Terimakasiii buat kalian yang masih setia dengan cerita ini hihi ....^^

Next?
Voment yuu^^
See you in the next part 🍁

ZiloVaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang