17. Terbongkar

236 25 64
                                    

"Zilo belain Keysa?" ucap seseorang tiba-tiba, membuat Reya langsung mematikan handphone-nya cepat.

Reya menoleh ke arah sumber suara tadi, betapa terkejutnya dia saat Reva yang kini di sampingnya sedang menatap dirinya dengan wajah meminta penjelasan dan mata yang berkaca-kaca.

"E-eum, Re. Gue bi—"

"JAWAB PERTANYAAN GUE!" bentak Reva dengan setetes air mata yang sudah turun dari pelupuk matanya.

Reya bungkam, tidak tau harus menjelaskan apa sekarang. Bila berbohong pun itu rasanya tidak mungkin, Reva sudah melihatnya, dia sudah membaca semuanya!

"Kenapa lo diem, Rey! Jawab pertanyaan gue— hikss ...."

Mendengar isakan yang keluar dari mulut Reva, membuat Reya merasa bersalah. Dia ingin mengatakan semuanya, akan tetapi, dia tak ingin kalau sampai sahabatnya ini kembali merasakan keterpurukan semakin mendalam lagi.

"Re—"

"Hiks ... Lo jahat, Rey. Lo jahat hiks ...!" ucap Reva bersamaan dengan isakan yang terus menerus keluar dari mulutnya.

Tak ada yang bisa Reya lakukan sekarang, ini semua pun gara-gara kebodohannya, yang tak melihat situasi disaat dia ingin membalas pesan dari Ghea.

"Rere jangan nangis please, gue lemah, Re. Gue nggak bisa liat lo terus-terusan kayak gini. Bahkan, gue jelasin pun percuma, gue nggak bakal bisa ngeliat air mata lo semakin jatuh lagi, Re. Gue nggak mau hiks ...," Reya memeluk tubuh Reva yang bergetar, entah mengapa air mata pun lolos begitu saja dari pelupuknya. Ingin rasanya membuat menderita orang yang membuat sahabatnya seperti ini, namun, apalah daya Reya yang tak bisa melakukan apa-apa.

"Semaleman gue nungguin dia, sampe rela-relain stay depan handphone terus, dan sekarang, dengan seenaknya Keysa merebut semua perhatian Zilo dari gue hiks ...,"

"Gue salah hiks ... apa, Rey. Apa semua sifat posesif gue yang buat Zilo kayak gini? Kalaupun, Iya. Harusnya dia terus terang kan, Rey hiks ..., Nggak dengan cara buat gue sakit gini," terang Reva dengan lengan yang mencengkram kuat di punggung seragam Reya.

Sesak, itulah yang Reya rasakan sekarang, tatkala melihat sahabatnya yang selalu seperti ini, selalu menangis, menyalahkan dirinya sendiri, dan selalu saja membuat hatinya merasakan sakit juga. Di usapnya punggung Reva dengan lembut, berusaha untuk menenangkan dan mengurangi rasa sakit yang Reva rasakan sekarang.

Di sela-sela pelukannya dengan Reva, dia mencoba untuk tersenyum, mengusap air mata yang membasahi pipinya, lalu, "Re, gue percaya lo kuat, gue yakin lo bisa jauhin Zilo sama Keysa lagi, tapi, jangan gini please. Gue nggak suka lo yang lemah, mana Rere yang dulu, yang selalu antusias buat bikin semua yang menganggu lo jadi menderita. Kemana diri lo yang dulu, Re?" ungkap Reya yang membuat Reva semakin terisak.

Entah kemana perginya dia yang dulu, Reva pun tak tahu. Dia juga benci dirinya yang sekarang, mengapa sangat lemah sekali, ingin rasanya menampar pipi Keysa sekarang juga, tetapi, di lain sisi, dia takut, takut apabila Zilo semakin tak menyukainya dan ...

... Membencinya, selepas itu semuanya menjadi—gelap.

Reya yang merasa tak ada jawaban dari Reva pun langsung melepaskan pelukannya. Saat sudah terlepas mata Reya seketika membola, betapa terkejutnya dia dikala melihat Reva yang sudah menutup matanya dengan wajah yang memucat. Rasa panik dengan takut pun bercampur menjadi satu. "Rere! Lo kenapa, Re. Bangun, Re, jangan buat gue takut gini!" sentak Reya yang menepuk-nepuk pipi kanan Reva.

Mata Reva masih tertutup, bibirnya pun tak ada pergerakan sama sekali. Dari situ Reya semakin panik, dia menoleh menatap kedua tukang bengkel yang sedang mengutak-atik mobilnya masih dengan tatapan panik. "Pak, Om, Bang ... Siapa itulah, tolongin temen saya hiks ...!" teriak Reya yang membuat kedua abang tukang tersebut langsung mendekatinya cepat.

"Ini teh kenapa mba?" tanya abang yang berbadan kekar dengan muka yang penuh dengan oli.

Reya masih terisak, "Ceritanya hiks ... panjang, Pak. Yang terpenting tolongin teman saya du—, Ehh itu ada Taksi Pak, tolong berhentiin dulu hiks ...," ujar Reya seraya mengarahkan tangannya ke arah Taksi yang sedang terpakir di sebrangnya.

Kedua abang bengkel itu pun menoleh, lalu mereka langsung berjalan ke arah sebrang dan terpaksa menyuruh supir Taksi yang sedang sarapan terpaksa untuk menghentikan acara makannya dulu, agar gadis tadi bisa cepat tertolong.

"Gue mohon lo hiks ... Bertahan, Re," pinta Reya seraya menatap sendu mata Reva yang sekarang tertutup.

****

"Bagi kalian yang udah punya pasangan ataupun gebetan, gue cuman mau ngingetin ... hati-hati, jaga pacar kalian masing-masing, jangan sampai jalang kecil itu—" Tunjuk Dera ke arah Keysa yang sekarang sedang menunduk takut. "Menggoda pacar-pacar kalian," sambungnya dengan senyuman miring yang tercipta di sudut bibirnya.

Zilo semakin mengeratkan genggaman tangannya di antara jari-jari mungil Keysa, dia mencoba untuk memberi kekuatan agar Keysa tak semakin ketakutan. Rahangnya mengeras dengan mata tajam yang masih tertuju ke arah Dera yang sekarang sedang menatapnya juga.

'Gila sih, kira-kira siapa ya pelakor di sekolah kita'

'Sumpah ih pengen musnahin tuh pelakor deh, ah'

'Ayang, sini-sini deket aku, jangan jauh-jauh. Awas ya kalau sampe kamu kegoda juga!'

'gue curiga kalau pelakornya tuh si Keysa'

'Eh masa sih, lo jangan asal dulu deh kalau ngomong'

'Tau ihh nanti kede—'

"Guys, semua di antara kalian pasti penasaran kan sama pelakor itu?" ujar Ghea tiba-tiba seraya berjalan ke arah tempat Dera sekarang. Mereka sempat saling tatap, kemudian melemparkan senyuman jahatnya masing-masing. Ghea sudah mengerti sekarang, dia sudah tahu strategi Dera untuk mempermalukan Zilo dengan Keysa saat ini.

Dera melemparkan senyuman manisnya ke semua murid yang sedang berkerumun itu. Lalu matanya pun melirik Zilo dan Keysa sekilas yang kini tengah memperhatikannya juga.

"Gue rasa, salah satu dari kalian pun udah tau pelakor yang gue maksud tadi. Bahkan, tebakan kalian tadi ada yang benar," timpal Ghea yang membuat seluruh siswi saling menatap. "Perkiraan lo, siswi yang pinggir ujung—" Tunjuk Ghea kepada siswi cantik dengan dandanan yang menor di ujung paling pinggir dari tempatnya saat ini.

"Tebakan lo tepat, pelakor yang gue maksud itu emang si Keysa ... Anak kelas 10 Ipa 5, yang menjabat sebagai waketos sekolah kita, dan terkenal dengan keluguan dan kepolosannya ternyata dia adalah seorang—"
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
"Stop! Apa-apaan kalian ini!"

To be continued...

****

Next?
Jangan lupa Voment^^
See you in the next Part🍁

ZiloVaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang