23. Calon mantu?

156 10 2
                                    

"Mi, Ghea di mobil aja ya," ucap Ghea saat mobil yang ditumpangi dirinya dan kedua orang tuanya sudah sampai di halaman kediaman keluarga Renand.

Sudah sekian kalinya Ghea melontarkan kata itu, akan tetapi Karina tetaplah Karina, mau sekeras apapun Ghea membujuknya, tetap saja, itu tidak akan ampuh untuknya. Karina menolehkan wajahnya ke arah anaknya, dia mengambil pergelangan tangan Ghea dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.

"No, Ghea. Absolutely not, still not!" tegas Karina kali ini, bahkan panggilan 'Dek' yang biasa dia pakai untuk memanggil Ghea pun kini berubah. Bukan tanpa sebab Karina bersikap seperti ini. Ia cuman tidak mau, apabila anaknya terus-terusan menolak untuk bertemu dengan keluarga sahabatnya.

Ghea menurunkan bahunya, lalu menunduk menatap ujung bajunya. Ghea bukannya tidak mau untuk bertemu keluarga Zilo, tetapi, dia masih belum bisa untuk menerima keputusan antar kedua keluarga ini.

Rafa—Papi Ghea— yang sedari tadi hanya diam pun langsung angkat bicara. Mungkin, kali ini dia harus bersikap tegas lagi terhadap Ghea. Rafa memandang tajam wajah Ghea yang sedang menunduk, tak lama kemudian, "turun!" sentak Rafa, membuat Karina yang sedang menatap anaknya pun terlonjak kaget, dia menatap suaminya yang kini terlihat sedang menahan amarahnya.

Tangannya pun ia layangkan di pundak kiri suaminya, mengusapnya pelan mencoba untuk membuat tenang suaminya. Rafa menoleh sebentar ke arah Karina—istrinya—, namun tak lama kemudian ia kembali menatap tajam Ghea. "Papi kasih waktu satu menit untuk kamu di sini, bila lebih dari waktu yang ditentuin, kamu tau kan resikonya?!" tegas Rafa kemudian keluar dari mobilnya diikuti dengan Karina yang masih menatap khawatir putrinya.

Sekarang, hanya ada Ghea seorang  yang ada di dalam mobil. Ia yang sedari tadi menunduk kini menengadahkan kepalanya seraya mengusap jejak air mata yang tadi sempat keluar.

"Harus apa gue sekarang," gumamnya lirih.

Ghea menatap lurus ke depan. Kini, terlihat kedua orang tuanya tengah mengobrol dengan seseorang yang sangat ia kenal, mereka mengobrol pun tepat di depan mobilnya saat ini. Melihat itu Ghea pun semakin bingung sekaligus dilanda kepanikan. Dia merogoh tas selempang yang dipakainya, lalu mencari benda pipih yang biasa ia mainkan. Saat benda itu sudah ada digenggamnya, ia pun langsung menscrool log panggilan, mencari nama seseorang yang ingin dia tuju.

Tuk ... Tuk ...

Namun, belum sempat ia menemukan nomor orang yang ingin ia tuju, tiba-tiba saja kaca mobil sudah diketuk dari luar oleh papinya. Ghea gelagapan, di sisi lain ia ingin melanjutkan mencari kontak seseorang yang sedang ia butuhkan, tetapi di sisi lain dari luar papinya sudah menatap dirinya dengan tatapan yang sangat tajam. Karena tidak ada pilihan lain, Ghea pun langsung memasukkan kembali handphone-nya. Lalu buru-buru keluar dari mobil, takut apabila papinya akan semakin marah.

Karina yang merasa tak enak dengan sahabatnya—Lissa—pun langsung tersenyum getir, kemudian, "maafin sikap Ghea ya, Lis. Padahal ke—"

Lissa yang mengerti pun langsung tertawa kecil. "Nggak papa Rin, gue ngerti kok. Mungkin, Ghea belum siap aja buat nerima keputusan kita ini," potong Lissa—Mama Zilo—cepat, agar sahabatnya ini tidak terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri.

Ghea keluar mobil dengan mata sembabnya, dengan senyuman yang ia paksakan Ghea pun berjalan mendekati sahabatnya maminya sekaligus mamah dari pacar sahabatnya itu lalu dengan sesopan mungkin dia pun menyalami tangan Lissa. Akan tetapi, Lissa yang sedari tadi pandangannya terfokuskan ke arah mata Ghea pun langsung menangkup kedua pipi Ghea, tanpa membalas uluran tangan Ghea yang ingin menyalaminya.

"Ya ampun sayang, kamu habis nangis?" tanya Lissa to the point, membuat Karina yang tak menyadari hal itu langsung menatap putrinya.

"Dek—"

ZiloVaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang