34. Rahman

236 19 0
                                    


Kevin dan Dian kini sudah tiba di depan rumah Dian.

Dian sudah menguhubungi Rahman kalau ia sudah akan pulang dari Rumah sakit jadi lelaki itu tidak perlu menjenguknya.

Awalnya Rahman memaksa untuk menjemput Dian namun Dian yang tau kalau Rahman pasti sangat kelelahan tetap bersih keras untuk pulang dengan Kevin.

Jadilah Rahman hanya menunggu di rumah.

"Masuk dulu Vin" ajak Dian yang belum turun dari mobil Kevin.

"hmm.. Ya udah deh" putus Kevin pasalnya ia juga belum pernah bertemu langsung dengan Rahman. Dia hanya mendengar tentang Rahman dari mulut Dian.

Jangan tanyakan perasaan Kevin. Walaupun ia tau kalau Rahman bukan Ayah kandung Dian namun kegugupan tetap melanda dirinya.

Namun kalian taulah Kevin selalu bisa menutup aib eksperinya dengan mimik wajah datar.

Tapi beda cerita kalau kalian berada dekat dengannya kalian bahkan bisa mendengar detak jantung lelaki itu.
"shaloom Om"
"shaloom pah" ucap Dian dan Kevin berbarengan, terlihat Rahman tengah menunggu Dian sambil membaca sebuah artikel.

"Shaloom" balas Rahman sambil mengalihkan pandangannya pada Dian, dan beralih pada Kevin.

Menatap Kevin dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Sedetik kemudian Rahman tersenyum. "kamu ya yang namanya Kevin?" tanya Rahman yang sudah menghampiri kedua insan itu yang belum juga mendaratkan bokong mereka pada sofa empuk di ruangan itu.

"Iya Om" jawan Kevin sambil menatap Rahman. Ia tidak mau di bilang pecundang jika berbicara sambil menundukkan kepala.
Walau sebenarnya ia bertambah gugup.

"Dian kamu ke kamar dulu terus istirahat, papa mau ngobrol sama Kevin." Dian hanya mengangguk lalu melangkahkan kakinya ke kamar.

Dian sebenarnya menyadari kegugupan Kevin, namun Dian yakin Rahman akan menyukai Kevin.
Lagian perusahaan Rahman bekerja sama dengan perusahaan Parker sedari lama dan Rahman juga sudah mengenal Kevin.

Hanya Kevin yang memang belum mengenal Rahman. Kevin malas berurusan dengan perudahaan papahnya.

Menurutnya itu terlaku ribet lagi pula dia akan menjadi pemilik sah perusahaan itu jika ia sudah selesai kuliah nanti.

Jam menunjukkan pukul 16:48

Sudah 15 menit setelah Dian pergi ke kamarnya namun belum terjadi interaksi antara Rahman dan Kevin.

Rahman yang kembali membaca artikelnya dan Kevin yang sedang berusaha menetralkan mimik wajahnya.

"udah gak gugup lagi?" pertanyaan Rahman membuat Kevin melongo tidak percaya bagaimana lelaki itu tau kalau ia sedang gugup.
Pdahal ia sudah berusaha dengan sangar baik untuk menutup raut gugupnya.

Mendengar pertanyaan Rahman Kevin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Untuk pertama kalinya Kevin bertingkah seperti itu.

Rahman hanya tersenyum geli melihat ekspresi Kevin, yang tidak ia tutupi dengan wajah datarnya lagi.

"Tenang saja, saya tidak seperti di sinetron-sinetron yang papah ceweknya galak. Saya juga gak doyan daging manusia." Ucap Rahman sembari terkekeh.

Kevin hanya tersenyum simpul. Untung saja Rahman tidak seperti apa yang ia pikirkan.

"sudah berapa lama kamu kenal sama Dian?" tanya Rahman

"Sudah hampir empat bulanan Om" jawab Kevin yang mengingat kejadian ia dan Dian yang bertengkar di taman belakang hanya karena rokok.

"Sudah lumayan lama ternyata" Ucap Rahman yang diangguki Kevin.

"apa kamu udah tau tentang keluarga Dian" kali ini raut wajah Rahman terlihat lebih serius dari sebelumnya.

"sudah om" jawab Kevin apa adanya.

"saya sangat berharap kamu bisa menjaga Dian, Dia gadis malang, namun kuat, saya juga gak bisa selalu ada di samping dia, saya berharap besar sama kamu" ucap Rahman tulus.

Kevin mungkin tidak mengetahui perasaan Rahman secara pasti, namun dia yakin Rahman sangat menyayangi Dian.

"saya akan berusaha untuk menjaga dia, saya tidak ingin berjanji karena apapun bisa terjadi di masa depan kita gak bisa nentuin takdir, tapi yang saya tahu sekarang Dian adalah prioritas saya, saya akan menjaga dia semampu saya" kawab Kevin pasti.

Rahman sangat kagum dengan pola pikir lelaki di sebelahnya ini.

"saya percaya pada kamu tolong jangan di sia-siakan kepercayaan saya ini"

"Iya Om, saya akan usaha semampu saya" jawab Kevin yang menampakan senyum manusnya yang sedari tadi belum ia tunjukan pada Rahman.

"Dian beruntung mempunyai keluarga seperi anda" ucap Kevin pelan. Namun, karena kemampuan telinga Rahman yang luar niasa tajam sehingga ia dapat mendengar perkataan Kevin dengan jelas.

"Dia keponakan saya satu-satunya, tentu saya sangat menyayangi dia. Dulu saya tinggal bersana mereka karena perusahaan saya yang hampir gulung tikar sehingga sertifikat rumah saya di sita, namun Yudha-ayah Dian mau menolong perusahaan saya.. Sehingga saya bisa membeli rumah sendiri. Namun setelah saya tidak tinggal di rumah Yudha lagi, mereka memutuskan untuk tinggal di Surabaya tanpa sebab.

Yang saya tau mereka sedang ada masalah dengan salah satu rekan bisnis mereka yang mengharuskan mereka pindah ke Surabaya"

Penjelasan Rahman membuat sesuatu tergiang di kepala Kevin, apa bener orang yang membunuh Keluarga Dian dan gw adalah orang yang di ceritakan Om Rahman?
Kevin sedang bergelut dengan pikirannya.

Ia benar-benar bingung harus mencari orang itu kemana, namun dari cerita Rahman jika benar pembunuhnya adalah orang yang sama dengan orang dicerita Rahman maka pasti pembunuh itu tidak jauh dari mereka.

Pembunuh itu bersembunyi namun dalam terang. Pintar.

______________________________________

Annyeong
Makasih udah baca
Jangan lupa vote & comment :)

Ig: helena.adu21
Follow guys

Beautiful Nerd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang