Suasana sunyi seharusnya menjadi ciri khas di tiap-tiap rumah sakit. Namun, apa jadinya jika keributan justru terjadi tepat di depan ruang gawat darurat yang berhadapan langsung dengan halaman rumah sakit? Bukan disebabkan oleh kerusuhan keluarga pasien yang mengajukan protes karena pasien tidak juga ditangani dokter, melainkan karena masalah sepele yang dibesar-besarkan oleh seorang perempuan.
Akmal Nuraga, laki-laki yang tiga hari ini bolak-balik rumah sakit-hotel di Bandung itu berulang kali membuang napasnya berat. Terlebih menghadapi seorang perempuan bawel dan galak bukanlah kepiawaiannya.
Masalahnya hanyalah tentang beberapa kantong plastik berisi makanan yang tak sengaja terjatuh. Sementara perempuan berkerudung tak terlalu panjang itu terus saja mengomel.
“Iya, Mbak. Saya minta maaf,” ujar Akmal entah menjadi permintaan maafnya yang ke berapa. Padahal, seingatnya yang mengakibatkan kantong plastik tersebut jatuh adalah perempuan itu sendiri. Menabraknya yang tengah bertelepon. Akmal hanya tak ingin memperpanjang masalah dengan terus mendebatnya.
“Tanggung jawab, Mas!”
Perempuan bernama lengkap Ainayya Tari Fathiyaturrahma itu terus bersikeras agar bisa mendapat pertanggungjawaban dari Akmal. Padahal, makanan tersebut untuk Salsa—sahabat yang merangkap sebagai istri saudara sepupunya, Hasbi.
Akmal mulai kehabisan rasa sabar. Dirinya sudah berusaha menahan diri, tetapi Tari terus saja membuatnya jengkel. “Mbak! Kan, saya yang tertabrak. Kok, malah Mbak yang meminta pertanggungjawaban?!”
Suaranya rendah, hanya saja itu tetap terdengar tegas.
“Mas, kok, sok benar, sih? Jelas-jelas Mas yang menabrak saya!” kukuh Tari, kedua tangannya mulai berkacak pinggang.
Ratu—teman Akmal yang juga ikut ke rumah sakit bersamanya dari Jakarta tiba-tiba saja muncul dari arah parkiran. “Ada apa, sih, Mal?” Tatapannya yang semula tertuju pada Akmal kini bergeser pada Tari yang berdiri di samping temannya. “Lo berdua yang cari masalah sama Akmal, ya?”
“Heh! Lo siapa, sih?” Tari menggeram.
“Urusan gue sama Mas ini, ya!”
Salah satu alis Ratu terangkat, tak menyangka jika ada yang membentak dan berbicara seberani itu padanya. Terlebih Tari tampak lebih muda darinya. “Wow. Kelihatannya lo itu lebih muda dari gue. Bicara yang sopan, Bodoh!”
“Lo udah dewasa, ya? Orang dewasa yang mau diperlakukan dengan sopan, sementara dirinya nggak memperlakukan orang lain dengan sopan,” Tari tertawa mengejek. “Oh, halo! Lo berharap apa dari gue, hm? Lo nggak mungkin mendapat apa yang bahkan nggak pernah lo kasih ke orang lain!”
Temannya Tari—Annisa berusaha menenangkan Tari yang sudah dipastikan akan semakin berulah. “Udah, Tar.”
Gigi Ratu bergemelatuk menahan amarah, sementara kedua tangan di samping tubuhnya terkepal kuat. Terhitung dua detik selanjutnya, salah satu tangannya melayang ke arah wajah Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...