Akmal mengernyit saat melihat adiknya itu tampak merasa lega saat Alfan dan Radi berlalu dari kamarnya.
Mendapati hal seperti itu justru membuatnya berpikir bahwa Nishrina dan Tari tengah menyembunyikan sesuatu.
Dia berdeham. "Sebenarnya ada apa, dek?"
Nishrina tampak mengangkat pandangan ke arahnya. "Tari mungkin kelelahan sehabis menangis"
"Ah, ya. Tadi mas juga lihat dia nangis di rumah kakeknya. Apa kamu tahu sesuatu? Mas mohon beritahu mas"
Nishrina menimbang. Dia tidak ingin Akmal merasakan kesakitan seperti yang ia rasakan dulu. Karena nyatanya mendapati seseorang yang kita cintai mencintai orang lain itu luar biasa menyakitkan.
"Dek, mas tahu kamu mengetahui sesuatu. Mas mohon dengan sangat, jangan menyembunyikan apapun dari mas"
"Nishrina tak tahu alasan dia menangis di rumah depan. Tapi Nishrina hanya tahu ia menangis di sini"
"Tari menangis lagi?"
Nishrina mengangguk. "Mas salah karena mempertemukan dia dengan Radi. Mungkin bukan sepenuhnya kesalahan mas, tapi Tari merasa mas sudah melukainya dengan melakukan itu"
Akmal mengernyit. "Tunggu, maksudnya mas melukainya itu.. maksudnya bagaimana?"
"Tari dan Radi pernah ada di masa lalu. Singkatnya, Radi pernah begitu membuat Tari berharap banyak kepadanya. Tapi mungkin setelah dia berada pada puncak kecintaan terhadap Radi, Radi justru mencampakkan dia"
Tangan Akmal terkepal, rasanya kepalanya sudah mendidih karena luapan amarah yang bercokol di sana.
"Mungkin itu kenapa Tari belum bisa mencintai mas Akmal. Radi cinta pertamanya, dan..begitulah-Mas mau kemana?"pekik Nishrina yang mendapati Akmal langsung meloncat dari ranjang dan berjalan menuju pintu.
"Akan kuberi pelajaran anak itu!"
Nishrina dengan cepat menarik lengan Akmal, memintanya untuk kembali duduk di ranjang. "Jangan gegabah. Ini bukan saatnya. Mas ingin melukai Radi layaknya mas melukai mas Alfan dulu? Tidak ada gunanya, mas. Lihat Tari, dia gadis malang yang sangat-sangat terluka. Melukai orang yang ia cinta justru akan merugikan diri mas Akmal sendiri. Sekarang fokus mas adalah membahagiakan Tari, buat dia berdamai dengan masa lalunya"
Akmal berusaha mengatur napas, menghilangkan segala amarah yang meluap-luap.
Dia mengalah sekarang. Tapi jika sekali lagi dia melihat Tari menangisi lelaki itu, sumpah demi apapun dia akan membuat Radi merasakan luka yang Tari rasakan.
Tatapannya nanar memandang wajah teduh milik Tari, "Segera sadar, Tar" gumamnya.
Dilihatnya pintu terbuka, Bunda ada di sana dengan segelas air yang ia bawa. "Tari belum sadarkan diri?"
"Belum, bunda"
Bunda meletakkan gelas tersebut di meja kecil dekat ranjang. "Apa sebelumnya dia sakit? Oh iya, tadi bunda tidak melihat dia sarapan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...