Setelah diobati dan dinyatakan tidak ada luka serius pada Tari, pada akhirnya Tari dan Akmal pun memutuskan pulang dengan lebih dulu membeli beberapa makanan untuk Tari dan kakeknya di rumah.
"Masih ingat ucapan saya?"
Akmal mengernyit di balik kemudi yang sudah terhenti, "Kenapa?"
Kuat-kuat Tari menarik dan menghebuskan napasnya, "Kakek saya jangan sampai tahu soal kejadian ini"
"Lukamu saja sebegitu jelasnya terlihat, bagaimana bisa beliau tidak mengetahui?"
Tari cepat-cepat menatap pelipisnya melalui layar ponselnya. Untuk ke sekian kali, dia kembali menghela napas. "Benar juga"
"Lalu?"
"Kakek tak akan melihatnya. Jangan menoleh" Tari melepas jarum yang terpasang di bagian bawah dagunya, lalu sedikit memajukan khimarnya tak berbentuk segi empat yang menjulang panjang itu, hingga dapat dipastikan bahwa luka itu tidak terlihat lagi.
Tangan Tari bergerak menyalakan lampu, lalu dia kembali menatap wajahnya melalui ponselnya.
Selesai.
"Sudah. Tak perlu banyak bicara" Dia membuka pintu, namun dia melirik ke arah Akmal. "Bisa dibukakan kuncinya?"
"Ah iya"
Tari mendelik, lalu dia pun kini benar-benar keluar dengan membawa serta kresek berisikan makanan dan kebutuhan yang tadi sempat ingin dia beli.
Akmal ikut keluar, dia membuka bagasi dan mengeluarkan kotak kardus milik Tari.
"Kemarikan"
Akmal mengernyit, "Biar saya saja. Jangan lupa kalau pak Handoko menitipkan kamu pada saya, oleh karena itu saya juga harus tetap mengantar hingga kamu kembali pada beliau"
"Ribet" Tari berjalan lebih dulu, diikuti Akmal.
Dibukanya pintu tersebut lalu mereka melangkah masuk dengan sama-sama mengucap salam.
"Ya ampun, Tari! Kamu baik-baik aja?" Pak Handoko langsung saja mendekati Tari, memastikan tak ada segorespun luka pada bagian tubuh manapun milik cucunya itu.
Dalam hati Tari benar-benar berharap kakeknya tidak bisa mendapati luka di pelipisnya itu.
"Ya ampun ini kenapa?"
Tari membelalak, namun akhirnya dia menghela napas lega saat ternyata kakeknya membicarakan luka pada selaput jemarinya. "Nggak tahu,kek. Kayaknya ada yang tajam atau apalah di mobil Tari. Jadi nggak sengaja kena itu"
Akmal menyimpan kotak kardus itu di atas meja.
"Lain kali kamu hati-hati,nak! Kalau kamu kenapa-napa bagaimana nanti"
"Iya. Maaf ya sudah membuat kakek cemas. Tari nggak apa-apa. Oh iya, ini makanannya"
"Nak Akmal, mari bergabung"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...