Tari kembali terjaga saat tengah malam, diliriknya keadaan sekitar yang sedikit temaram. Tubuh berotot terlatih itu masih betah memeluknya.
Mengingat kejadian beberapa jam tadi membuatnya kembali bersemburat kemerahan.
Dia sedikit menarik selimut, tubuhnya terasa dingin akibat pakaian yang benar-benar sengaja ia pakai yang tipis. Ditatapnya wajah teduh milik Akmal, lelaki itu tampan baik sadar maupun tidak. Alis hitam tebal yang tergores di atas matanya, bulumata lentik yang membuatnya betah memperhatikan mata lelaki itu. Bibir itu, merah tanpa ada sedikitpun bagian hitam di sana menunjukkan bahwa lelaki berusia dua puluh enam tahun itu bersih dari rokok.
Seketika kedua sudut bibirnya terangkat. Dia bahagia, entah karena sudah bisa berdamai dengan masa lalu dan membuat hatinya leluasa terbuka, ataukah memang cinta sudah ada.
Dia bingung dengan hatinya sendiri.
Tanpa sadar jemarinya bermain di bulumata milik lelaki itu, membuat mata pemiliknya sesekali bergerak tetapi tidak terbuka.
"Tari sayang, hentikan. Aku lelah, kamu sebaiknya tidur ini masih malam." gumam Akmal dengan suara seraknya.
Tari cekikikan dengan menghentikan kegiatannya. Padahal mata Akmal masih terpejam, namun dia tetap berujar seperti itu.
Diliriknya jam meja di sampingnya, ternyata baru pukul sebelas malam. Dia memberenggut. Biasanya ia akan lama sekali untuk tidur kembali jika terjaga bukan pada waktunya.
Mengganggu Akmal bukan pilihan tepat. Akan tidak sopan mengganggu istirahatnya terlebih sebelumnya ia sudah menyita waktunya.
Diam-diam ia mengembuskan napas dalam. Ia berusaha untuk keluar dari pelukan Akmal, dan itu berhasil.
Perlahan ia turun dari ranjang, berjalan menuju meja di depan sofa dan mengambil botol minum yang selalu tersedia setiap malam di sana karena dia rutin mengisinya.
Sedikit demi sedikit ia meminumnya lalu kembali meletakkannya. Dia bingung harus melakukan apa malam-malam begini.
Sampai akhirnya ia meraih laptopnya, menaiki sofa dan berbaring di sana dengan laptopnya yang ia simpan di atas permukaan perutnya.
Perlahan ia membuka foto-foto pernikahannya di laptop tersebut. Satu-persatu ia perhatikan.
Dia tersenyum simpul saat melihat foto mereka yang tampak romantis. Jika dipikir lagi, bukannya dulu ia tak mencintai Akmal tetapi mengapa bisa berpose semanis itu dengan lelakinya.
Dahinya mengernyit, ia berpindah foto selanjutnya. Terus melakukannya hingga rasa kantuk kembali menyergapinya.
Sementara Akmal yang masih tertidur itu tak sengaja bergerak dan meraba permukaan ranjang di sampingnya. Dahinya mengernyit lalu perlahan matanya terbuka.
Ia membangkitkan tubuhnya dari posisi baring, dilihatnya Tari yang tengah berbaring di sofa dengan laptop di hadapannya. Matanya melirik jam meja yang menunjukkan waktu hampir pukul dua belas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...