Wonderwall • 29 - Manis

1.4K 89 16
                                    

Tari terduduk di lantai yang berada di kamar dalam vila tersebut, dengan beralaskan sajadah yang ia bawa dari rumah orang tuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tari terduduk di lantai yang berada di kamar dalam vila tersebut, dengan beralaskan sajadah yang ia bawa dari rumah orang tuanya.

Airmata tak kunjung henti membasahi permukaan pipi, kedua tangannya masih terbuka di depan dada. Untaian do'a terbaik lagi-lagi lolos di hatinya, perihal permintaan pengampunan dosa, kebahagiaan orang-orang di sekitarnya, dan juga kebahagiaan keluarga kecilnya.

Satu hal yang terus bercokol di kepala, dia bertanya kapan hari dimana Akmal akan sepenuhnya sembuh dari amnesia itu tiba, kendati begitu ia tahu Allah Maha Mendengar segala keluh dan kesahnya para hambaNya.

Tentunya rasa syukur tak lupa dipanjatkan kepada Allah karena Dia tidak menghendaki pernikahan Akmal dan Sevia terjadi, pun dia sangat bersyukur bahwa Akmal tidak pergi menjauhi.

Tadi mereka salat Dzuhur berjama'ah, namun Tari meminta Akmal agar turun saja lebih dulu menemui Hasbi dan Salsa. Sehingga dia dapat dengan puas menangis.

Semenjak kejadian kecelakaan itu, dirinya yang tampak ceria berubah jadi Tari si cengeng, tak jarang juga dia marah karena hal sepele. Entahlah, dia pun tak mengerti mengapa dia sama sekali tidak bisa mengendalikan emosi.

Diusapnya wajahnya pertanda do'a sudah selesai ia panjatkan, dalam-dalam dia menghela dan mengembuskan napas sebelum ia melepas mukena yang dikenakan. Dilipatnya mukena tersebut berikut sajadahnya, lalu menyimpannya ke tempatnya.

Tangannya mulai meraih ponsel, menatap pantulan wajah di layar benda pipih itu untuk memastikan bahwa matanya tidak sembap sedikitpun.

Dia menghela napas, matanya tidak sembap namun hidungnya memerah. Kendati begitu, mata itu tetap saja akan terlihat seperti baru menangis.

Khimar yang berada di atas ranjang dia kenakan, lalu dia memutuskan untuk turun menyusul Akmal ke bawah, mengingat sebentar lagi mereka akan makan siang.

Dituruninya untakan anak tangga yang sedikit memutar itu tanpa beralas kaki. Saat hendak menapaki anak tangga terakhir, dapat ia lihat semua orang tengah duduk di atas karpet di ruang keluarga.

"Nah, nyonya akhirnya turun."

Mata Tari mendelik seketika, ia mengurungkan niatnya untuk bergabung bersama mereka. Tubuhnya berbalik, kembali menaiki anak tangga yang baru saja ia lewati berniat untuk kembali ke kamarnya.

"Tari, mau ke mana?" tanya Akmal.

"Atas, di bawah hawanya tidak mengenakkan." ucapnya ketus dan mempercepat langkahnya menaiki anak tangga.

"Ish, kak Hasbi gitu aja terus."

"Ih kan bercanda."

Pada akhirnya Tari memilih untuk merebahkan tubuhnya, sebelumnya ia sempat membuka kembali khimarnya dan menggantungkannya. Digeraikannya rambutnya itu.

Posisinya ia ubah, kini tubuh bagian depan yang mengenai permukaan ranjang berkasur empuk itu. Rambutnya sukses menutupi seluruh wajah yang sebagiannya ia tenggelamkan di bantal.

Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang