"Jadi awal bulan nanti anda akan menikah dengan pak Akmal?"
Tari mengangkat wajahnya dari kertas-kertas pekerjaan yang tengah ia baca saat Sevia yang baru duduk di hadapannya beberapa menit lalu itu tiba-tiba saja melayangkan pertanyaan tidak berguna seperti barusan.
Sudah jelas undangan pernikahannya dengan Akmal telah disebar oleh Akmal ke seluruh penjuru kantor pusat dan seluruh petinggi kantor cabang dua minggu lalu, masih saja Sevia bertanya seperti itu kepadanya?
Ya, niatnya untuk membatalkan pernikahan sudah ia urungkan sesaat ide itu muncul saat itu.
Bagaimana bisa dia menghancurkan kebahagiaan keluarga Akmal dan juga keluarganya sendiri?
Dia tidak kejam dengan mementingkan keinginannya dan membuat dua keluarga kecewa.
Alhasil dia tetap mengikuti langkah Akmal, apapun yang lelaki itu lakukan, maka ia akan tetap menuruti. Lagipula Akmal dan Sevia tidak pernah menjalin hubungan apapun.
Dia juga melupakan satu hal, bagaimana bisa seorang Akmal yang tidak ingin bersentuhan dengan perempuan mana pun bisa menjalin hubungan di luar ikatan pernikahan? Tentu dengan alasan yang sempat melintas di pikirannya itu tidak akan mampu membuat Bunda maupun orang-orang terdekat Akmal setuju dan percaya padanya.
Daripada menjadikan tindakannya sebagai sesuatu yang akan menjadi boomerang untuknya, lebih baik ia buang saja jauh-jauh niatnya itu.
Nasi sudah menjadi bubur, dia terlanjur mengucapkan persetujuan atas pertanyaan Akmal tempo lalu.
Salah satu alis Tari terangkat, namun cepat-cepat dia menormalkannya. "Maaf, bu. Tanpa ingin mengurangi rasa hormat, tetapi ini masih jam kerja. Jadi menurut saya untuk membahas perihal itu, rasanya tidak pantas dibicarakan saat bekerja. Lagipula hal ini sudah masuk ke dalam ranah pribadi, mungkin ibu juga tahu" Tari berusaha tetap berbicara sopan kepada Sevia.
"Apa sulitnya mengatakan benar atau tidak?"
"Mengapa ibu tidak langsung bertanya kepada pak Akmal? Bukankah ibu dekat dengan beliau?"
Dilihatnya airmuka lawan bicaranya berubah sendu, namun bisa ia lihat juga bahwa perempuan di depannya ini tengah menyembunyikan suatu kepedihan setelahnya. "Baiklah. Terima kasih, saya permisi"
Tari mengangguk sopan. "Silakan, bu"
Dia mengembuskan napas saat Sevia sudah tampak menutup pintu dari luar. Kepalanya menggeleng.
Omong-omong, perihal pernikahannya yang tinggal sebentar ini rasanya tidak dapat dipercaya bahwa seluruh persiapan sudah selesai dalam waktu satu bulan persiapan. Dan di minggu-minggu luang sekarang, baik Papa dan tangan kanannya, juga Akmal tidak direpotkan dengan segala persiapan.
Sebuah gedung untuk akad sekaligus resepsi di Bandung sudah disewa, katering, mereka juga sudah fitting baju dan bahkan busana pengantin mereka sudah selesai dibuat, lalu hiburan, dekorasi, fotografer dan.. ah pada intinya Akmal dan Papanya benar-benar sudah mempersiapkan dengan sangat-sangat cepat dan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...