Minggu pagi, layaknya orang-orang yang hari-harinya disibukkan oleh pekerjaan akan menghabiskan waktunya untuk kembali tidur hingga siang.
Pukul delapan pagi, Tari masih bergelung selimut. Setelah tadi Subuh sempat bangun untuk melaksanakan salat Subuh lalu ia kembali tidur. Padahal, Mamanya sudah membuka gorden di kamarnya, membiarkan cahaya matahari menelisik masuk membangunkan Tari. Tapi, bukannya bangun justru Tari semakin nyenyak saja.
Setelah berulang kali mamanya membangunkan Tari, namun dia belum menuai hasil. Tari tetap terlelap. Dan dia cukup menyerah. Tadi, dia kembali untuk mempersiapkan sarapan.
Setelah sekian lama membiarkan, Mama pun kembali memasuki kamar Tari. Dia membuang napas dalam saat melihat Tari masih tidur, dia menggelengkan kepalanya. Kedua tangannya berkacak pinggang. Berjalan mendekati Tari. "Tar, udah siang! Katanya mau pulang ke Jakarta"
Tari bergumam tidak jelas, dia merubah posisi tidurnya. "Jam berapa, Ma?"
"Jam 10"
Tari spontan membuka matanya, dia duduk dari posisi tidurnya. "Duh, Mama kok baru bangunin Tari sih?!" kesalnya.
Mama berdecak sembari menggelengkan kepalanya, tangannya berubah terlipat di depan dada. "Kamu itu perempuan, kalau bangun jangan nunggu dibangunkan! Gimana kalau di Jakarta?!"
Tari mengusap wajahnya, kepalanya terasa pusing akibat menyekaliguskan bangun dari tidurnya. Dia memegangi kepalanya sembari menunduk dengan kedua tangan yang bertumpu pada kedua lututnya yang terangkat.
Perlahan dilihatnya jam dinding di hadapannya, dia membuang napas kasar. "Mama kebiasaan, bilang udah siang padahal masih pagi!" gerutunya.
"Ya habis kamu dari tadi mama bangunin nggak bangun-bangun, ya terpaksa! Sudah, kamu ke air. Kita sarapan! Mama tunggu di meja makan. Awas aja kalau tidur lagi!"
"Iya"
Mamanya beranjak keluar kamar Tari.
Dengan terpaksa Tari turun dari ranjangnya, memasuki kamar mandi. Dia begitu mengantuk, tetapi jika saja dia kembali tidur, maka mamanya akan marah besar. Bisa-bisa dia tidak akan diizinkan untuk kembali bekerja di Jakarta.
Beberapa menit kemudian, masih dengan memakai piyamanya, Tari berjalan menuju ruang makan. Dimana di sana sudah terdapat Papa dan Mamanya yang sepertinya menunggu dirinya. "Ma, Tari jadi pusing tahu" ucapnya sembari duduk di salah satu kursi meja makan.
Mama terkekeh, "Iya, maaf ya?"
"Emangnya kenapa sih, hm?" Papanya ikut andil dalam berpincangan anak dan ibu itu.
"Mama bangunin Tari kayak apa aja, Pa. Bilang udah siang nyatanya masih pagi, jadi Tari bangunnya disekaligusin. Jadinya kan pusing"
Papa tertawa. "Salah kamu juga yang bangunnya siang. Nggak baik tahu perempuan bangun siang kayak kamu begitu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...