Tidak seperti karyawan lain yang akan sibuk memenuhi kafetaria untuk menjajalkan makanan ke perutnya setelah energi terkuras setengahnya di jam makan siang, Tari justru masih saja memanjakan mata pada deretan rupiah di layar laptopnya.
Perutnya rasanya sudah keroncongan sejak satu jam yang lalu, tetapi dirinya menolak keras untuk makan. Pekerjaannya harus selesai secepat mungkin.
Ia berusaha keras untuk tetap fokus pada pekerjaannya.
Namun mengingat dia belum melaksanakan salat Dzuhurnya, ia pun memutuskan untuk menghentikan kegiatannya. Ditutupnya layar laptop tersebut, lalu ia menyambar tas mukena beserta pouch berisikan make up nya. Tak lupa ia membawa serta ponselnya.
Kakinya mulai melangkah keluar dari ruangannya. Dahinya berkerut, dia toleh kanan-kiri mencari seseorang yang bisa ia tanyai perihal letak musala di kantor tersebut.
Namun tampaknya seluruh karyawan tidak ada di tempat, melihat bahwa kantor sangat sepi.
Dia mengembuskan napas pasrah, sama sekali dia belum tahu peletakan kantor ini, oleh karenanya dia harus mencarinya sendiri.
"Mencari sesuatu?"
"Astagfirullah! " Dia terperanjat kaget saat tiba-tiba saja suara seorang lelaki menginterupsinya. Dia membalikkan tubuhnya. "Pak Akmal?"
Mengapa lelaki itu sibuk sekali berada di lantai ini? Padahal biasanya, layaknya pak Daniel--atasannya yang dulu tidak mau repot-repot turun tangan langsung menghadap para pegawainya, namun lelaki ini justru sibuk ke sana ke mari.
"Kamu mencari sesuatu?"
"Ah, tidak." ucapnya berbohong.
Akmal mengernyit, dia melirik sekilas barang-barang yang dibawa Tari. "Oh, ingin salat? Musala ada di ujung sana." lelaki itu menunjuk ke arah timur di lantai tersebut.
"Ah iya, terima kasih, pak."
"Ada rencana makan siang?"
What? Apa dia ingin mengajaknya makan siang? "Itu..sepertinya saya..mm-- itu pak. Ada pekerjaan yang harus saya selesaikan lebih dulu, sepertinya saya akan makan di rumah saja."
Salah satu alis Akmal terangkat, "Di rumah? Seluruh karyawan akan pulang pukul empat nanti, masih lama. Bagaimana bisa kamu bekerja sedangkan kamu tidak makan?"
Tari berdecak samar. "Bisa, jangan sok tahu!"
"Ingat ini dimana?"
Tari merasakan bahwa saat ini Akmal sedang mengancamnya untuk tidak berkata sewot .
"Tidak ingin makan bersama?"
Benar dugaannya, kan? "Dirut muda perusahaan ini ternyata modus luar biasa" gumamnya seolah menghilangkan rasa kesopan-santunannya selaku pegawai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...