Makan malam tadi cukup lancar, bagi Akmal menanggapi keberadaan Tari dengan biasa saja merupakan faktor utama dari lancarnya acara tersebut. Meski sulit mengontrol perasaannya pada awalnya, namun dia cukup bisa mengatasinya.
Dan entahlah, mungkin Tari masih merasa kesal dengan kejadian beberapa hari lalu. Jadilah dia tak terlalu bersikap ramah padanya dibandingkan kepada anggota keluarganya.
Akmal duduk di tepian ranjang, dengan ponselnya yang kini berada dalam genggamannya. Layarnya menyala menampakan deratan email-email yang masuk.
Dihembuskannya napas kasar, satu-persatu dia mengecek dan membuka isi email tersebut. Hampir seluruhnya memang berisi tentang bisnis perusahaannya.
Pagi-pagi sekali Tari sudah berkutat dengan pekerjaan yang selama beberapa hari ini tertunda akibat cutinya yang terlalu lama. Dengan selembar roti yang sudah terolesi selai kacang yang berada di tangan kanannya. Sudah satu jam penuh dia duduk di kursi meja makan itu.
"Sarapan buat kakek mana?" tiba-tiba suara Pak Handoko menginterupsikannya.
"Ini, kek. Udah Tari buatkan"
"Oh ya, terima kasih!"
Tari mengangguk dengan tatapan masih tertuju pada layar laptop beserta keyboard laptopnya.
"Hari ini kamu ke kantor?"
"Iya"
"Ya sudah. Kakek mau makan di depan"
"Iya, kek"
Beberapa waktu kemudian, Tari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang ternyata tak terasa sudah pukul tujuh pagi. Dia membuang napas dalam.
Ditutupnya laptopnya setelah menyimpan data yang sedang dia kerjakan, dimasukkannya ke dalam tas kerja yang akan dia bawa. Lalu setelahnya dia beranjak dari sana, menghampiri pak Handoko untuk berpamitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...