❝Salah satu cara untuk bahagia adalah menerima❞
-Ainayya Tari
"Mas seharusnya tidak melakukan itu." Tari kini tengah mengompres lebam yang diciptakan Radi di wajah tampan milik Akmal. Sesekali ia meringis saat Akmal juga melakukannya, mungkin saja Radi memukulnya sangat keras meski nyatanya hanya satu kali pukulan.
"Aku tak suka dengan caranya berbicara. Seolah menganggap bahwa pernikahan hanyalah permainan yang dapat dengan mudah diusaikan."
Tari mengembuskan napas dalam.
"Lagipula untuk apa kamu melakukan hal seperti tadi? Kalau Radi kehilangan kendali dan pukulan itu mengenai kamu bagaimana?" sambung Akmal.
"Yang terpenting mas Akmal baik-baik saja, kan?"
Hati Akmal menghangat mendengarnya. "Tari, tapi itu membahayakan dirimu."
"Mas khawatir?" Goda Tari yang kini sudah berubah tidak seberantakan tadi, dia yang sepanjang jalan menangis tersedu kini sudah kembali ceria.
"Seperti halnya kamu yang mengkhawatirkanku, maka akupun begitu."
Pipi Tari memerah merona. "Tapi tahu dari mana kalau saya sedang di tempat tadi?"
"Aku bahkan tahu bagaimana dia mendekatimu saat di halte tadi."
Tari membelalak. "Jadi mas ada di sana? Bukannya mas pulang terlambat tapi kok?"
"Iya. Aku batal untuk pulang terlambat."
"Mengapa tidak mencegah?"
"Kupikir itu akan sedikit melegakan perasaanmu setelah ditinggal olehnya sekian lama dan mendapatkan jawaban dari seluruh pertanyaan yang mengerak di benakmu. Tapi lihat, dia justru berbicara seperti itu.Dan aku tidak menerima itu."
"Mas lupakan saja, ya?"
"Maaf sudah melukai lelaki yang mengisi hatimu. Kamu pasti terluka melihatku melakukannya, ya?"
Tangan Tari sudah berhenti saat ia sudah selesai mengompres lebam itu dengan air hangat yang ia campurkan dengan cairan antiseptik. Ditatapnya manik mata Akmal yang masih saja terlihat berkabut karena amarah. "Awalnya begitu. Tetapi saat itu pula aku sadar, akan lebih menyakitkan jika melihat suami saya sendiri terluka karena lelaki yang sempat saya cintai."
Tari dapat melihat ada senyum simpul terpatri indah di wajah Akmal.
"Alasanmu tidak menerima ajakan Radi tadi, kenapa?"
Kepalanya bergeleng pelan. "Saya sudah merasakan pahitnya ditinggalkan, maka dari itu saya tidak akan membiarkan diri saya sendiri melukai kamu dengan tiba-tiba meninggalkan. Dan lagi, perempuan yang menjadi istrinya Radi pasti sangat mencintainya. Jika Radi berpaling demi saya, maka sama saja saya dengan Radi yang menorehkan luka kepada orang lain." Tari meraih salah satu tangan Akmal dan menggenggamnya. "Mas Akmal lelaki baik, lelaki sabar yang selalu membimbing saya agar lebih baik. Mas Akmal begitu mencintai saya, iya, kan? Maka tidak ada alasan untuk saya melukai mas Akmal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall - Sebuah Usaha Membangun Rasa
General Fiction[ |2| Nuraga Series / Book 1*] Bagi Akmal, jatuh hati dan tergila-gila pada seorang wanita benar-benar tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Untuk membuka hati pun rasanya sulit sekali dia lakukan. Hingga pada akhirnya seorang wanita asing yang tak...