prolog

6.7K 542 111
                                    

Katanya manusia, tapi kok nggak bisa memanusiakan manusia?

_____

Tahun 2009, awal mula kisah ini terjadi.

Di tahun itu....

Berdiri sebuah TK. TK itu bernama Mutiara. Terdiri dari lima kelas seangkatan yaitu kelas A, B, C, D, dan E.

Sementara itu di kelas A....

"Anak-anak bagaimana gambarnya sudah siap diwarnai belum?" tanya bu guru.

"Udah buk."

"Belum buk."

"Dikit lagi buk."

"Tunggu buk, hampir siap!"

Bu Ningrum tersenyum melihat anak didiknya begitu antusias sekali dengan materi mewarnai kali ini. Hingga, mata Bu Ningrum tak sengaja bertubrukan dengan mata salah satu murid yang sedang kebingungan.

Murid laki-laki itu.

Yang duduk paling sudut, di meja paling belakang, duduk sendirian, dekat jendela dan punya hidung mancung sekali bak prosotan TK. Murid laki-laki paling tampan di kelas ini, mungkin paling tampan se-TK Mutiara.

Bu Ningrum berjalan mendekat ke meja murid laki-laki itu.

"Kenapa Reihan? Kok melamun? Ada yang bisa ibu bantu nak?" tanya Bu Ningrum lembut.

"Reihan nggak bisa," lirih bocah kecil bernama Reihan itu seraya menundukkan wajahnya yang kelihatan sedih.

"Nggak bisa kenapa? Coba ibu lihat gambarnya, nak." Bu Ningrum menarik kertas HVS putih di atas meja Reihan, kertas HVS yang sudah ada gambar bunga mawar tapi belum diwarnai itu.

"Oh, apanya yang Reihan nggak bisa, nak? Ini cuma tinggal diwarnai sayang, Reihan kan udah pernah liat bunga mawar. Tentu tahu dong warnanya apa?"

Justru itu masalahnya.

Reihan tak menjawab pertanyaan Bu Ningrum, bocah tampan itu semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Bu Ningrum tersenyum, "ya sudah, bunga mawar itu warnanya merah ya. Nah sekarang coba ambil pensil warna yang warnanya merah, Reihan." Bu Ningrum menunjukkan pensil warna yang tergeletak di atas meja Reihan.

Reihan masih diam, tak bergerak sama sekali.

Sebenarnya Bu Ningrum sedikit lelah mengajak murid bernama Reihan Raganata ini berbicara, karena di antara puluhan murid di sini cuma Reihan yang paling susah diajak berkomunikasi dengan baik.

"Coba ambil sayang, pensil warnanya. Nanti ibu ajarkan cara mewarnai, sekarang Reihan ambil dulu pensil warna yang warnanya merah ya."

Reihan kini mendongak tak lagi menundukkan kepalanya, menatap satu-satu pensil warna yang ada di atas mejanya.

Yang warna merah.

Reihan bingung, keningnya kelihatan berkerut. Yang ditangkap oleh indra penglihatan Reihan, semua pensil warna yang ada di atas mejanya, semuanya berwarna hitam dan putih. Lalu yang warna merah yang mana? Lagian Reihan tidak tahu warna merah itu seperti apa?

Benar-benar tidak tahu.

"Ayo, Reihan. Ambil pensil warna yang merah," ujar Bu Ningrum lagi.

Akhirnya karena desakan Bu Ningrum, tangan Reihan mengambil satu pensil warna di antara banyak pensil warna hitam dan putih itu. Reihan mengambil pensil warna yang terlihat di matanya berwarna hitam.

Dongeng Sebelum TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang