Jangan Pernah

2.4K 311 28
                                    

Park Jimin

Pulanglah. Jae sudah ku jemput.
Hati-hati menyetirnya. See you.

Kang Seulgi menatap notifikasi whatsapp dari Park Jimin. Ia membalas dengan cepat lalu menutup ponselnya, kemudian ia segera pulang dari cafe itu menyetir dengan kecepatan sedang.

 Ia membalas dengan cepat lalu menutup ponselnya, kemudian ia segera pulang dari cafe itu menyetir dengan kecepatan sedang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kang Seulgi masuk ke dalam rumah itu. Dan melihat Park Jimin sedang bersantai dengan Jaehwa. Menggelar selimut tebal dan sibuk membaca cerita.

Langkah Kang Seulgi di sadari oleh dua lelaki itu dan mereka menoleh secara bersamaan.

"Eomma!" Pekik Jaehwa dengan senang. Ia lantas memeluk Kang Seulgi dan lalu tubuh kecil itu langsung di gendong Kang Seulgi.

"Kau habis berbelanja?" Tanya Park Jimin. Seulgi mengangguk lantas duduk di sofa coklat sembari bertanya beberapa hal pada Jaehwa.

"Belanjaannya masih dimobil?" Tanya Jimin.

"Hmm." Wanita itu mengangguk lalu Park Jimin segera turun ke garasi miliknya dan mengambil belanjaan Kang Seulgi yang berkantung-kantung.

Park Jimin masuk kembali. Lalu meletakkan belanjaan istrinya di dapur. Setelah itu ia bergabung dengan mereka yang tengah asyik mengobrol.

"Eomma."

"Hmm?"

"Appa?"

"Yess?"

Jaehwa beralih ke arah Jimin, lalu duduk di pangkuan lelaki dewasa itu. Bergelayut.

"Appaa...."

Park Jimin tahu, anak kecil ini pasti tengah menginginkan sesuatu.

"Appa aku mau mainan."

"Iya mau apa?"

Jaehwa belum menjawab sebab ia pun tidak tahu nama mainan yang ia inginkan itu.

"Yang terbanggg."

"Pesawat?" Tanya Kang Seulgi.

"Bukan."

Jaehwa turun dari pangkuan Jimin. Lalu menyalakan televisi. Ia pernah melihatnya di tv dan ia hanya perlu menunjukkannya pada Appa dan Eommanya agar paham.

Jaehwa menemukan channel tv itu dan segera melompat girang.

"Appa. Aku mau itu."

Park Jimin memperhatikan lelaki bule di tv yang memakai seragam Sd sedang asyik memainkan remote control.

"Hah? Ya ampun. Kang Seulgi. Anakmu ingin drone!"

Kang Seulgi ikut memperhatikan dan melihat drone yang terbang ke angkasa.

"Ya ampun sayang. Itu bukan mainan." Ucap Seulgi. Jaehwa merengut kemudian langsung mengadu pada Jimin.

"Appaaaa...." Anak laki-laki yang masih Tk B itu setengah merengek.

"Arraseo Arraseo. Minggu depan kita beli."
"Tapi, aku mau Jaehwa menjadi anak baik dan menurut kata-kata Eomma dan Appa."

Mata bulat Jaehwa berbinar dan mulai tersenyum senang.

"Sekarang sudah malam. Kau tidur ya?" Ucap Jimin pada Jaehwa.

Anak itu langsung mengangguk, dan bergelayut dileher Park Jimin.

"Appa belikan...." pinta Jaehwa lagi.

"Oke. Kiss?"

Jaehwa langsung mengecup pipi Park Jimin dan melangkah masuk ke dalam kamar Jaehwa. Ia menaruh anak lelaki itu di atas kasur dan menyelimutinya. Kang Seulgi menyusul dan melihat Park Jimin benar-benar mengasuh bayi kecilnya.

"Kau mengantuk kan? Pejamkan mata lalu lekas tidur."

"Appa aku mau suara piano!"

"Oke. Satu lagu piano penghantar tidur."

Park Jimin menyalakan alunan piano dari ponselnya. Kemudian, Kang Seulgi menghampiri dan mengecup kening lelaki kecil itu.

"Selamat tidur sayang?"

"Selamat tidur Eomma, Appa?"

Waktu berdua bagi Park Jimin dan Kang Seulgi adalah ketika anak laki-laki itu sudah tertidur lelap. Mereka saat ini berada di depan televisi, Kang Seulgi duduk setengah tiduran bersandar di dada Park Jimin sambil menonton serial tv.

"Jimin."

"Ya, Sayang?"

"Aku tadi di cafe bertemu dengan teman. Tidak sengaja tadi dan mengobrol sebentar." Ucap Kang Seulgi membuat Park Jimin menatap bawah. Ke arah dua mata Kang Seulgi.

Teman.

Ucapan Kang Seulgi membuat Park Jimin seketika berdegub. Teman yang mana? Tunggu. Permasalahan yang amat sangat Park Jimin takut adalah, ketika Kang Seulgi bertemu dengan orang-orang masa lalunya yang tahu persis bagaimana kehidupan Kang Seulgi, dulu.

"Teman apa?" Tanya Jimin lagi, memastikan dengan perasaan gelisahz

"Teman kantor. Teman yang dulu sama-sama bekerja di menara yang sama?" Ucap Kang Seulgi dengan sedikit ragu.

"Kau mengenalnya dan mengingatnya?" Tanya Jimin.

"Sayangnya tidak."
"Namun, ia seperti mengenalku dengan baik."
"Aku merasa bersalah karena tidak mengenalnya. Mungkin ia kecewa dan menganggap aku sombong?"

"Namanya?"
"Siapa nama teman yang kau temui?"

"Min Yoongi."
"Namanya Min Yoongi? Kau pernah dengar?"

Park Jimin merasakan sesuatu hal aneh dalam hatinya.

Hatinya geram seketika dan wajahnya menegang.
Ia tidak menyukai Kang Seulgi bertemu dengan Min Yoongi, atau siapapun itu yang berkaitan dengan masa lalu Kang Seulgi. Ia tidak ingin, juga tidak mau Kang Seulgi tahu kejadian masa lalu itu. Atau bahkan mengingatnya. Kang Seulgi sudah menjadi miliknya, keluarga kecilnya begitu teduh dan membuatnya merasakan kebahagiaan yang menyeruak setiap hari. Tidak pernah ia merasakan bahagia seperti ini dan ia tidak mau, Park Jimin tidak mau apa yang sudah ada di dalam genggamannya hilang. Ia mencintai Jaehwa dan mencintai Kang Seulgi. Dan perasaan mencintai itu sudah berubah menjadi tahap—tidak ingin kehilangan.

Park Jimin tidak mau Kang Seulgi mengingat sedikitpun tentang masa lalunya. Terutama kesalahannya. Kesalahan yang pernah ia perbuat di masa lalu. Dan tentunya Park Jimin sangat menyesal. Ia kala itu terlalu bodoh dan gegabah. Hal yang sama dari masa lalu dan sekarang adalah—hanya sifat egois yang memikirkan dirinya sendiri. Dan sekarang Park Jimin memikirkan dirinya dan kebahagiaannya.

Park Jimin tahu ia egois, tentu saja. Tapi, bukankah Kang Seulgi juga bahagia sekarang?!Bukankah lebih baik seperti ini?! Tidak mengingat luka yang menyakitkan? Seolah terhapus begitu saja dan dapat hidup dengan perasaan yang lebih baik?

"Kang Seulgi."

"Hmm?"

"Tolong, Jangan pernah bertemu lagi dengan Min Yoongi."
"Ja-ngan pernah."

***
Tbc

(Ditulis saat sedang makan gado-gado dan ice kopi—sampai es batunya meleleh)👌🏻

LOVER [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang