Sakit Hati

342 30 2
                                    

"Nggak masuk kelas, nak?"

Seorang pria paruh baya penjaga perpus menegur Irene ketika melihat gadis itu terduduk dengan wajah yang ditutupi kedua telapak tangan.

Tangisan itu baru berhenti.

Irene terdiam sejenak sebelum merapihkan penampilannya kemudian mengangkat wajah menatap pria itu dengan mata sayu dan seulas senyum.

"Nggak sengaja baca novel sedih, Pak. Jadi nangis di sini." Tawa hambar itu menguar di telinga.

Gadis itu perlahan berdiri kemudian melirik ponselnya. Seketika mata itu membulat sempurna.

"Astaga! Udah jam 10:45."

Matanya bergerak gelisah mencari cara agar bisa membuat alasan untuk ini. Bagaimana bisa ia melupakan jadwal ngajar Pak Budi hari ini. Guru killer yang tidak segan menurunkan nilai para murid jika tidak masuk dalam sesi mengajarnya.

Hari ini benar-benar hari sial bagi Irene. Ibaratnya, sudah jatuh ditimpa tangga pula. Sudahlah keadaannya kacau, harus menanggung resiko pula karna tidak sengaja membolos. Dimapel Pak Budi, lagi!

Gadis itu menggigit ujung kuku. "Duh.. Mapel Pak Budi lagi. Dia pasti marah gue nggak masuk."

Kegelisahan itu mengundang kekehan kecil dari mulut sang pria tua. "Nak, lebih baik buat surat sakit saja. Lagipula Pak Budi pasti percaya. Sakit itu 'kan hal wajar."

God. Kenapa jenius sekali bapak ini?

Senyuman manis mengembang walau tidak sepenuhnya. Irene berterima kasih pada bapak itu karna sudah membantunya mencari alasan. Setelah itu ia pamit keluar perpustaskaan.

Gadis itu memilih duduk sebentar sebelum beranjak pulang. Lagipula, ia harus mengontak Seulgi dulu untuk memberitahu alasan palsunya.

Kurang dari dua menit, pesan yang tidak terlalu singkat telah berhasil terkirim. Senyum manis itupun memudar. Irene menunduk lesu.

"Ternyata nangis cape juga." Diakhiri tawa yang lagi-lagi hambar.

Hampa dan pahit. Dua rasa itu kini sedang menyerang hatinya. Irene tak habis pikir dengan semua sikap Taehyung tadi. Bagaimana lelaki itu berubah menjadi sarkas dalam waktu sepersekon detik. Bagaimana cara lelaki itu melindungi adik kelasnya. Benar-benar menyesakkan dada.

Irene tahu. Ia tahu jika semua orang yang melihat kejadian tadi akan menunjuk dirinya karna dianggap tidak tahu diri. Sebab posisi gadis itu hanya sebatas 'teman' satu sekolah dengan Taehyung. Tidak lebih.

Meski lelaki banyak tingkah itu sudah melontarkan kalimat seperti: "Kalau bisa tatapannya diganti, ya. Jadi tatapan sayang." Atau "abisnya kamu cantik banget, heran aku." Dan sebagainya.

Itu semua belum bisa menjamin keseriusan Taehyung pada dirinya. Karna bisa saja, lelaki itu hanya murni menebar pesona ke setiap siswi di sini. Who knows.

Namun terlepas dari itu semua, sebenarnya gadis itu menyimpan satu kabar yang sangat ingin ia utarakan kepada lelaki itu.

Andai lelaki itu bisa menahan emosinya, andai dirinya tidak mampir ke perpus dan berakhir dengan gadis tadi, ia pasti akan mendengar kabar itu secara langsung dari bibir Irene.

Bahwa dia, mengaku memiliki rasa pada Taehyung.

.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Benci.

Satu kata itu mewakili semua perasaannya detik ini. Tidak. Detik ini Irene tidak bersikap seperti bocah yang jika ada kesalahan sedikit saja langsung dibenci. Ini fitrah bagi manusia.

Emosional itu juga salah satu dari sekian anugerah Tuhan. Gadis itu tidak bisa terus membohongi dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja setelah kejadian tadi.

Memang salahnya. Irene akui itu. Namun apa semua ini setimpal? Bahkan rasa cemburu yang tadi sangat kentata saja tidak sedikitpun membuat Taehyung sadar. Lelaki itu tidak mengerti.

Mungkin, tidak akan pernah mengerti.

"Salah. Semuanya salah. Pertemuan kita, interaksi kita, dan acara main-main kita, semuanya salah. Nggak seharusnya itu semua terjadi."

Kalimat itu terlontar bersama cairan bening yang meluruh turun. Pipi putih nan mulus itu kembali basah. Hidungnya kembali memerah. Irene menangis lagi di dalam kamarnya.

Rumah yang kini sepi, membuatnya meronta-ronta tidak terima. Berteriak sekencang mungkin, lalu melempar benda-benda yang ada di sekitarnya.

Ia meluapkan segala perasaan yang sejak tadi terkumpul. Dalam benak, gadis itu menyalahkan dirinya sendiri. Tapi dalam hati, gadis itu juga menyalahkan si lelaki. Ia merasa dipermainkan.

Dan asumi itu semakin menguat ketika satu kalimat keluar dari celah bibir.

"Vante jauh lebih baik dibanding siapapun."

.
.
.
.
.

Vote + Comment, please!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote + Comment, please!

From : igirl
Semoga kalian selalu sehat dan baik, ya!
Love you♡

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang