Epilog : I Never Stop Loving You

162 16 6
                                    

Aku, Taehyung Pramudya.

Lelaki berdarah campuran Korea-Indo yang kini tengah tersenyum penuh ke arah seorang gadis.

Gadis yang telah berhasil menyabet seluruh perasaan ini sejak acara nimbrung di meja makan waktu itu.

Juga.. gadis yang berhasil aku miliki tepat satu jam lalu.

Terkejut? Kalian tidak sendiri.

Karna aku juga tidak mengerti kenapa momen yang seharusnya aku tahan sampai nanti gadis itu pulih, malah harus kejadian di detik itu.

"Rene?"

"Iya?"

"Anu.."

"Kenapa?"

Tolong. Siapapun tolong aku!

Aku merutuk dalam hati. Kenapa harus kelepasan begini, sih? Argh. Menyebalkan. Kalau sudah begini 'kan resiko untuk mengalihkan topik pembicaraan jadi sulit.

Gadis itu pasti kesal kalau sampai pembicaraan ini tidak tuntas. Lihat saja tatapan dingin itu. Tajam dan menusuk.

"Ngomong tuh yang tuntas dong, tae. Jangan bikin penasaran." cibirnya.

Suasana hatiku jadi riuh tidak jelas. Haduh, bagaimana ya bilangnya?

"Eum.. gini, g-gua mau jujur."

Sudahlah. Karna sudah terlanjur bicara, jadi akan kukatakan saja semuanya.

Sepasang mata bulat itu berkedip. "Soal apa?"

Sebelum melanjutkan, aku menarik napas dalam-dalam. Resiko jadi lelaki. Harus nanggung rasa campur aduk begini kalau lagi mau nembak cewek. Ingin pipis. Mules. Semua jadi satu!

Kini, pandanganku mengarah ke lantai. Aku gugup. Sungguh. Ini pertama kalinya dalam hidupku.

Tapi dengan satu tarikan napas yang kuhirup dan secuil kepercayaan diri yang kupungut, aku menatap gadis itu serius.

"Perasaan, rene."

Saat kalimat itu menguap ke udara, Irene terdiam dengan tatapan yang sulit kuartikan. Entah. Dia sedang merasa tidak senang atau bagaimana. Aku tidak tahu. Dan aku jadi takut. Tiga kata yang belum keluar mendadak tertahan di kerongkorangan. Lidahku tidak bisa berkata-kata lagi.

Dari dulu, aku selalu merasa seperti ini ketika hendak jujur soal perasaan kepada Irene. Gadis itu seperti punya tembok invisible dalam dirinya. Aku tidak tahu pasti, sih. Tapi anehnya, pembatas itu sering aku rasakan ketika berada di dekatnya.

Meskipun kemungkinan terbesar dirinya punya tembok invisible itu karna sikapku yang selalu saja ceroboh dan salah di matanya, tapi tetap saja. Menyulitkan. Aku tidak suka.

Tapi ketika aku sempat mengobrol dengan Mamanya, ternyata alasan terkuat bukan itu. Beliau bilang kalau Irene memang sulit berteman dengan orang baru. Apalagi lawan jenis. Dan, yeah, semua terjawab.

Gadis dengan wajah cantik yang melebihi kadar seharusnya itu, ternyata sudah memiliki tembok invisible sejak dulu-sejak kecil, mungkin. Jadi mau bagaimanapun, kebiasaan menutup diri yang Irene lakukan sudah mandarah daging hingga sulit dihilangkan.

Dan meskipun seribu alasan tentang tembok invisible itu menghalangi langkahku untuk bisa mendapatkan hatinya, aku tetap akan mencoba. Sebab hati ini sudah berlabuh padanya.

Tidak bisa ditarik atau dipindahkan.

Sejak acara main-main yang aku sengajakan agar bisa dekat dengan gadis itu, jantungku selalu berdebar. Apalagi saat tahu bahwa gadis itu pingsan gara-gara bola basket, pikiranku benar-benar diusik kekhawatiran.

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang