Aneh..

281 24 6
                                    

"Eungh.." Irene melenguh pelan seraya menormalkan penglihatannya.

Taman ini.

Sesaat ia terdiam sebab merasa sedikit pusing. Tapi tak lama Irene bangkit dari posisinya. "Vante mana?"

Di sini kosong. Tidak ada siapapun kecuali dirinya. Meski mata cantik itu telah mengitari seisi taman, tetap saja sosok lelaki tampan itu tidak ada dan tidak muncul.

Lalu tiba-tiba, perasaan takut mulai menghampiri. Irene takut kalau ini pertanda bahwa semuanya akan berakhir. Bahkan gadis itu berpikir demikian berkali-kali sambil mengigit ujung kukunya.

Langkah kaki itu mulai mencoba mengitari taman. Dalam hati, gadis itu merapalkan doa agar Tuhan mendatangkan Vante di hadapannnya.

Tapi Tuhan tidak mengabulkan. Irene menatap cemas ke sekeliling. "Vante!" Dan pekikan itu tidak membuahkan hasil sama sekali.

Ia bingung sekaligus takut. Bingung karna tidak biasanya begini. Dan takut semua akan berakhir tak seindah seperti apa yang gadis itu mau. Benar. Selama ini Irene selalu memupuk harapan pada lelaki itu. Harapan agar mereka bisa bersama terus.

Dan gambaran tentang fakta bahwa Vante itu cuma ilusi, sekarang tidak pernah Irene gubris lagi. Gadis itu malah semakin obses. Keinginan untuk memiliki itu semakin kuat.

Karna dalam konsep otaknya sekarang, ia hanya memikirkan kebahagiaan semu itu. Kebahagiaan yang entah sampai kapan akan menyadarkan dirinya bahwa semua yang telah ia tanamkan dalam hati adalah kesalahan.

Murni salah dirinya yang terlalu bawa perasaan padahal itu bukanlah yang seharusnya.

Karna seharusnya ia sadar. Bahwa ini semua hanyalah harapan tulus hatinya pada seseorang di dunia nyata yang selalu ia hiraukan. Pikirannya malah dibuat buntu untuk berpikir ke sana. Kini, Irene jadi mudah kalut hanya karna ilusi dari bunga tidurnya.

Kaki mungil itu berlari ke sana ke mari. Perasaan gelisah mulai mencuat dalam hati. Tidak. Tidak mungkin Vante meninggalkannya 'kan?

"I'm so tired for this. Please don't go.. " Lirihan itu menguap ke udara bersamaan dengan air mata yang menetes. Wajah cantik itu menunduk lesu.

Irene berakhir duduk di atas rerumputan hijau dengan matanya yang terus basah. Ia tidak mau harapannya kembali dipatahkan secara miris. Rasa sesak di dada berhasil membuatnya kian terisak.

Lelah tapi tidak mau melepaskan.

Itulah sekian kesalahannya. Irene salah sudah membiarkan pintu hatinya terbuka lebar hanya demi sosok ilusi. Hati yang tadinya menolak, jadi ikut tunduk karna ketakutan yang ia buat sendiri.

Tanpa memikirkan bagaimana hati kecilnya menjerit di sana, pikiran gadis itu malah terus mendorong jiwanya untuk bisa mendapatkan apa yang dirasa indah. Padahal dirinya belum tahu jelas bagaimana 'indah' itu akan terjadi.

"I'm not going anywhere."

Butuh lima sekon otak Irene mencerna siapa yang tadi berujar. Wajah itu perlahan terangkat dan kini ia berhasil melihat si tampan. Vante ada di depannya dengan raut wajah seperti biasa. Senyum lembut dan mata teduhnya.

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang