Membingungkan..

310 30 7
                                    

Sebuah taman.

Gadis dengan balutan dress berwarna salem selutut, menoleh kanan kiri mencari seseorang. Irene sudah tidak ingat berapa kali ia ke sini.

Atensinya kini beralih pada pohon beringin dengan ukuran yang sangat besar. Alisnya bertaut bingung, apa di sini sedang musim gugur?

Karna daun-daunnya sudah mulai terlepas dari tangkai. Pun sudah banyak yang terhampar di tanah. Namun siluet seseorang membuat obsidian jernihnya sedikit melebar bersamaan dengan senyum manis yang mengembang.

Itu dia. Vante.

Lelaki dengan punggung lebar itu berdiri membelakangi Irene. Entah sedang apa. Irene yang terlalu senang segera menghampirinya.

"Hai!"

Vante menoleh. "Oh, hai juga!"

"Kamu ngapain di sini?" tanya Irene sembari menyingkirkan beberapa dedaunan yang terus jatuh mengenai dirinya.

"Ngapain lagi kalau bukan nunggu kamu, rene."

Irene menatap bingung. "Maksudnya?"

Bukannya menjawab, lelaki itu malah menarik pelan tangan Irene untuk mengikutinya. Dan saat itu, gadis yang biasanya memiliki rasa keingintahuan cukup tinggi, seketika terdiam. Ia melupakan pertanyaan yang tadi belum sempat terjawab.

Lalu saat tungkai mereka berhenti bergerak, Vante mengulas senyum ke arahnya. "Rene, di sini tempat kita."

Kalimat itu tentu saja membuat Irene dibuat seperti orang bodoh. Maksudnya bagaimana, sih?

Satu pertanyaan yang hendak keluar, harus tertahan ketika sesuatu jatuh di atas kepala. Gadis itu mengambil lalu memperhatikan sebuah daun yang terdapat coretan.

"Tuhan telah menyatukan dua insan, T&I."

Rahangnya menganga kecil sembari menoleh ke arah Vante. "I-ini maksudnya apa?"

Vante menatapnya. "Itu kebenaran, rene."

Mulut itu terkatup. Atensinya kembali pada tulisan aneh itu. "Siapa T&I?"

Tiba-tiba lelaki itu mendekat. Kini Irene berhadapan dengan dada bidangnya. Gadis itu mencoba mengangkat wajah penuh tanya. "K-kenapa?"

Jangan tanya bagaimana gugupnya ia sekarang. Wajah teduh serta senyum manis itu berhasil membuat pacuan jantungnya melebihi wajar.

Tubuhnya menegang saat tangan besar itu membelai surai hitamnya. "Rene, semua itu bener. Kamu nggak boleh menyangkal sedikitpun. Jangan tanya lagi bagaimana dan apa maksudnya. Semua yang sudah terjadi itu keberanan. Bukan kesalahan."

Lagi. Sudah berapa kali Vante membuatnya jadi bodoh begini?

Irene tetap bungkam meski dalam hati memberontak tidak terima. Ia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan semua hal. Sepertinya butuh waktu untuk bisa menggali semua hal yang diucap Vante.

"Kamu harus ingat sama tempat ini, ya. Jangan pernah lupakan inisal yang kamu sebut tadi."

Cukup Vante! Gadis itu menjerit dalam hati. Kenapa jadi tambah rumit pikirnya. Energinya benar-benar dikuras habis detik ini. Ia tidak tahu bagaimana merespon semua kalimat itu.

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang