Hampir Runtuh

351 31 5
                                        

Bel istirahat sudah berbunyi satu menit lalu. Kini dua lelaki nampak keluar kelas. Yang satu sendu, yang satunya lagi sudah sedikit ceria. Jimin menoleh ke arah Taehyung kemudian mengerut bingung. "Tae?"

Yang dipanggil menoleh pelan. "Hm? Kenapa?"

"Lesu amat. Ada apa?" Meski Jimin merasa bahwa ia tidak akan mendapatkan informasi apapun mengenai lelaki tampan itu, tapi ia tetap mencoba peduli. Barangkali Taehyung tidak seperti dirinya yang selalu menutup-nutupi masalah.

Benar saja. Lelaki berdarah Korea-Indo itu lantas mendekatkan tubuhnya lalu berbisik. "Irene marah sama gua."

Satu kalimat itu berhasil membuat langkah Jimin terhenti. "Serius, lu? Lu apain dia sampe marah begitu?" Raut wajah khawatir Jimin bukan memperlihatkan betapa pedulinya dia pada Irene, bukan. Tapi ada satu hal yang takut ia tanggung sebagai resiko.

Seulgi. Gadis itu pasti akan terus menjauhi dirinya kalau tau temannya yang satu ini membuat sahabat gadis itu marah. Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin Jimin mendapat celah untuk meminta maaf?

Lelaki pendek itu mengacak rambutnya. "Makanya kalau mau ke perpus ajak gua. Jadi nggak bakal gini."

Taehyung melongo. "Kok lu tau gua ke perpus?"

Kilatan jengah tersirat di mata Jimin. "Kan lu bilang sama gua. Ih pikun!"

Ringisan karna malu menguar di telinga. Taehyung betulan lupa kalau dia bilang sama Jimin mau ke perpus kemarin. Dan ya, lelaki itu langsung ngibrit setelah berujar. Padahal Jimin sempat minta ditunggu karna ia juga ada tugas mencari buku.

Tapi karna perpustakaaan sekolah mereka seluas stadium Gelora Bung Karno, akhirnya ia tidak menemukan keberadaan Taehyung dan balik ke kelas tanpa mencari pemuda itu.

Dan tanpa disengaja, Taehyung dipertemukan dengan gadis berambut sebahu yang saat itu sedang kesusahan mencari buku referensi jurnal ekonomi. Ya karna baik hati, lelaki itu menawarkan bantuan. Setelah bergerming tidak percaya, gadis itu kemudian mengangguk cepat dengan wajah berbinar.

Malahan setelah berhasil menemukan buku yang dicari, gadis itu tidak segan-segan merengek minta diajarkan perihal beberapa bab yang katanya ia tidak mengerti. Ya, gadis itu mencari kesempatan dalam kesempitan saat tahu bahwa lelaki ini adalah kakak kelasnya yang sangat tampan.

Jadi dengan berat hati, pemuda tampan itu mengiyakan walau sebetulnya ia ingin menolak.

Demi Tuhan. Sebenarnya hanya itu niat Taehyung. Hanya sebatas membantu bukan yang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya, ia sangat ingin menolak permintaan itu. Tapi lagi-lagi ia merasa tidak enak pada gadis yang ternyata adik kelasnya.

Lalu ketika Irene masuk lalu menyindir keduanya, percaya atau tidak, detik itu Taehyung benar-benar terkejut dan takut jika Irene mengira yang bukan-bukan. Meski pada akhirnya pemuda itu  melayangkan kalimat yang tidak seharusnya, tapi itu semua ketidaksengajaan Taehyung. Saat itu emosinya benar-benar lepas kendali. Tidak tahu kenapa.

"Terus masalahnya ini gimana? Sumpah gua nggak sengaja." Taehyung merengek.

Helaan napas keluar dari celah bibir. Jimin menatap Taehyung lekat. "Minta maaf sekarang. Gua yakin Irene masih ngasi celah buat itu. Lu nggak boleh nyia-nyiain kesempatan itu, tae."

Tanpa disuruh pun, memang itu yang Taehyung inginkan. Tapi masalanya di sini, bagaimana caranya? Secara gadis itu saja sudah tidak peduli lagi akan keberadaannya tadi pagi.

"Iya gua tau, min. Tapi kalau lu liat sikap Irene tadi pagi, gua yakin lu bakalan ciut buat minta maaf."

"Ya terus? Gua harus gimana? Irene masih ngasi celah, tae. Nggak kayak Seulgi." Seketika Ulu hatinya sakit saat harus menyebut nama itu.

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang