Permintaan Maaf

426 30 2
                                    

Irene POV

Aku bergeming. Tanda tanya memenuhi ruang pikirku detik ini. Salah satu yang paling menganggu adalah, soal Mama yang terlihat akrab. Bukan, maksudnya bagaimana bisa? Setahuku Mama itu orang yang tidak terlalu peduli dengan siapa aku berteman. Asal baik dan tidak mengajakku berbuat buruk, Mama pasti setuju. 

Tapi sejak kapan keakraban itu dimulai? Bahkan dengan Seulgi saja Mama harus menghabiskan waktu sekitar satu bulan untuk bisa terlihat akrab. Mataku sedikit menyipit. "Kok, Mama ga pernah cerita kalau dia udah kenal sama Taehyung?"

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. "Sana temenin." Mama meninggalkan kami berdua. Terpaksa pertanyaan mengusik itu kutahan.

Aku melirik ke arah Taehyung sembari berjalan pelan menuju teras. Lelaki itu tersenyum simpul  menunggu aku mempersilahkannya duduk. 

"Duduk." 

Dia mengikuti apa yang aku katakan. Keheningan sempat merayap. Tapi dengan cepat, Taehyung mengubah posisi duduknya menghadapku dan  mulai berbicara.

"Sori kalau kedatangan gua yang mendadak ini pasti bikin lu kaget. Gua juga paham kalau detik ini lu ngerasa ga nyaman. Tapi.."

Suara itu. Kenapa bisa semirip itu?

Tanganku bertaut gelisah. Aku menyahut dengan nada sedikit tinggi, "Bisa ga kalau ngomgong itu jangan setengah-setengah?" Demi Tuhan, aku sama sekali tidak berniat marah. Tapi sekarang perasaanku benar-benar tidak karuan.

Walau tidak memandang Taehyung secara keseluruhan, tapi aku bisa melihat raut wajah bersalah itu. Merasa bersalah entah karna hal apa. Jika mengingat tentang kesalahannya pun, sebenarnya aku sudah tidak mau peduli lagi. Karna menurutku, hitung-hitung berbuat baik dengan memaafkan kesalahan orang.

"Tapi lu mau 'kan maafin apapun kesalahan gua, rene?" Mata itu menatapku sendu.

Bahkan tatapannya, juga mirip.

Kami bersilang tatap selama tiga detik sebelum aku memutus kontak itu dengan satu helaan napas kecil. "Sebelum lo dateng juga gua udah ga peduli sama apapun kesalahan lo."

Tiba-tiba sesuatu jatuh di atas tanganku yang menumpu, aku sontak menoleh kaget. "Woi!"

Teriakan itu dihiraukan Taheyung. Dia seolah tuli tidak mendengar bagaimana nyaringnya suaraku tadi. Tangan besar itu tetap bertumpu dengan si empu yang mengulum senyum manis. Kehangatan mulai menjalar ke seluruh tubuh. Perlakuan tidak sopan ini malah berhasil membuat jantungku berdebar. Sialan!

Saat kesadaran mulai datang, aku menarik paksa tanganku dari sana lalu mendelik tajam. "Lo jangan macem-macem, ya."

Taehyung terkekeh. "Iya, iya. Maaf tuan putri." 

"Btw, jalan-jalan sekitaran komplek, yuk?" 

Hati yang masih merasa kesal membuatku menggeleng yakin untuk menolak ajakannya. Melihat responku, Taehyung memajukan sedikit  bibir tipisnya. "Yah, sayang banget. Padahal ada taman yang baru dibuat, loh. Yakin ga mau ke sana?"

Dengan satu tarikan napas, aku bangkit dari kursi kemudian berbalik untuk masuk ke dalam rumah. Tapi lengan ini seketika ditahan. Tubuhku lantas berbalik menghadap dada bidang Taehyung yang kini sejajar dengan dahiku.

Aku menelan saliva dengan gugup.

Wajahku terangkat. "Apalagi, sih?" Walau rasanya ingin kabur detik ini juga, tapi aku memaksa diri untuk tetap terlihat tenang. 

Satu sudut bibir terangkat. "Hari ini gua ga mau nerima penolakan lagi." Kemudian menarik lenganku menuju gerbang, aku sontak menahan pergerakannya. "Heh! Izin aja belom."

✓Destiny of Dream | by thereowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang