Lee Dahee datang ke sebuah ruangan yang familier untuknya. Ruangan itu telah menjadi saksi buta perjuangannya selama ini untuk menjadi seperti sekarang, dimana ada hal yang harus ia korbankan; waktu, tenaga, juga hati seseorang.
Ia menekan gagang pintu untuk membuka ruangan tersebut. Cahaya matahari bersinar terang menyambutnya. Dahee bisa melihat barang-barangnya masih tertata sempurna di tempatnya seperti yang terakhir ia lihat: Piagamnya dan bingkai foto yang terpajang rapi di sekitar ruang tengah.
Ia menyentuh mereka perlahan, terasa nostaljik, sampai jemarinya menyentuh permukaan bingkai hitam kayu yang membuat senyumnya memudar. Dia mengangkat bingkai itu, melihat isi foto dengan jelas.
Dua wanita yang sedang tersenyum lebar di panggung besar sebuah acara penghargaan, dimana Dahee tidak bisa melupakan kesempatan ia membaca pemenang nominasi best director yang pemenangnya tidak lain dan tidak bukan adalah Moon Byulyi.
Momen itu sangatlah berharga bagi karir Byulyi karena semenjak itu, namanya melejit bagaikan roket. Banyak tawaran kerjasama datang, juga dia direkrut oleh sebuah perusahaan media yang lumayan bergengsi. Sementara karirnya juga pun sama, semakin banyak orang-orang yang mengenalnya, tawaran TV juga banyak, ia bahkan berperan di banyak drama.
Hanya saja, semakin lama waktu berlalu, mereka semakin terikat dengan keegoisan mereka masing-masing. Dimana mereka dihadapkan oleh pilihan antara hubungan atau karir, Dahee memilih karir.
Dahee masuk ke dalam kamar utama, ia berbaring di kasur, masih terasa sama seperti dulu-Ah, tidak, ini berbeda, kasur ini lebih luas dari yang seharusnya. Ia merindukan wanita kecil itu berbaring disampingnya dan memeluknya erat.
"Moon Byulyi," gumannya untuk kesekian kali di hari ini. Dia menutup mata lalu tertidur.
Sementara Byul baru saja keluar dari lift dan membuka pintu ruangan yang sudah lama tidak ia kunjungi. Ia biasanya akan berkunjung sebulan dua kali, untuk melakukan perawatan rutin, bagaimanapun unit ini dibeli dengan namanya juga.
Dia melihat sebuah sepatu yang terletak di teras pintu, sepatu yang asing namun ukurannya tidak. Ini milik Lee Dahee. Ia yakin.
Byul berjalan perlahan ke kamar dan melihat wanita jangkung dengan rambut panjang terurai dengan indah itu tertidur nyenyak di atas kasur. Byul mendesah pelan, pemandangan ini, sudah berapa lama tidak ia rasakan?
Ini mungkin sebuah kebetulan, Byul memang benar-benar meninggalkan tempat ini tanpa mengubah apapun termasuk kode pinnya. Ia tidak mengambil apapun juga kecuali barang pribadinya saja. Ia bahkan tetap merawat tempat ini dengan menyewa penjaga tiap bulannya.
Karena bagaimanapun, tempat ini sangatlah bersejarah baginya.
"Byul..."
Wanita itu menoleh ke sumber suara. Walaupun terdengar samar, Byulyi yakin itu suara milik Dahee. Wanita dengan rambut panjang berwarna hitam legam itu memang memiliki kebiasaan mengigau disaat tidur.
"Byul... Aku kembali..."
Byul mendesah pelan. Ia menarik selimut dan mengedarkannya ke seluruh tubuh Dahee, ia juga mengusap pipi Dahee perlahan, dan keluar dari kamar tanpa mengucapkan apapun. Setidaknya saat ini, ada Dahee yang akan mengecek seluruh tempat ini.
Dahee terbangun disaat matahari sudah tenggelam, gelap, ruangan ini gelap. Ia cuma merasakan hangat dari selimut, semenjak kapan ia menyelimuti dirinya sendiri? Di depan, ia bisa melihat ada lampu yang menyala, tapi Dahee sama sekali tidak ingat telah menyalakan lampu.
Ia keluar dan mendapati ruangan tengah yang kosong. Matanya terarah pada meja makan yang terdapat piring berisi makanan yang telah dibungkus dan note bertuliskan sesuatu.
Makan dan jangan lupa cek seluruh ruangan dalam kondisi baik, unit ini masih berada di bawah namaku jadi aku akan memastikan ruangan ini selalu bagus.
Terima kasih.
-ByulDahee menunggingkan senyumnya lalu membuka bungkusan makanan tersebut dan memanaskannya si pemanas. Pipi Dahee merona, mengingat perlakuan Byul masih sama seperti yang dulu, selalu manis.
***
Lagi-lagi Byul menghabiskan waktunya dengan alkohol, sahabat baiknya. Ditemani Wheein dan Hyejin yang sudah sibuk menari di dance floor. Byulyi sebenarnya telah dipaksa untuk ikut menari tapi ia masih punya kesadaran tuk menolak.
Di tengah kesendiriannya berpikir, nama Kim Yongsun mendadak muncul, sejenak ia berpikir apakah Yongsun baik-baik saja? Pasti dia sedang sebahagia itu dengan suaminya sampai tidak lagi menghubungi Byulyi seperti beberapa waktu lalu.
Ia ingat jelas bahwa Yongsun menangis sendirian di kamarnya, memeluk Byulyi, dan tertidur disampingnya dengan sesekali mengumankan nama Eric. Hatinya terasa sakit. Ia buru-buru menengguk lagi minumannya.
"Ini bukan urusanmu, Byul. Sudahlah," katanya, pengingat untuk diri sendiri. Dia sudah dewasa dan waras untuk tidak mencampuri urusan rumah tangga oranglain bahkan sampai menyukai isteri kliennya itu.
Tapi Byulyi tidak bisa, semakin lama, ia jadi semakin khawatir. Yongsun bisa saja mendapatkan informasi suaminya berselingkuh kapan saja dan Byul tidak siap kalau wanita itu hancur tanpa siapapun disampingnya.
Ia menengguk lagi alkoholnya, sesaat pandangannya terarah pada pria yang tengah menarik wanita ke pelukannya. Byulyi melihat wanita itu menolaknya, berusaha menjauh, tapi ia kalah tenaga.
Byul berdecak. Dia semakin yakin kalau mahluk bernama "pria" itu selalu brengsek seperti sekarang. Ia mengambil sebotol soju yang kosong dan melayangkannya tepat di belakang kepala pria itu.
Prang! Musik berhenti, diganti dengan jeritan dari pria yang sudah tersungkur di lantai dengan rintihan. Byul melempar botol yang pecah itu asal, membiarkan hancur berkeping-keping lagi.
Ia menarik rambut pria itu dan menghantamnya dengan lutut. Semua orang menjerit. Wheein dan Hyejin juga langsung menarik Byulyi yang semakin ekstrim memukul pria itu.
"Pria bajingan! Akan ku bunuh kau! Maju kalau berani!"
Hyejin membiarkan Wheein membawa kabur Byulyi yang sudah dipengaruhi alkohol dan mulai menghampiri wanita yang telah menjadi korban pelecehan itu. "Kau tidak apa-apa...?!"
"... Aku-"
"Nam Yongsun?"
"Hwasa-sshi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Honestly [MOONSUN] [END]
Fiksi PenggemarKim Yongsun telah menikah dan Moon Byulyi jatuh cinta padanya.