💙️ Magic Mirror 💙

1K 176 37
                                    

"Bahasa Arab 'wanita' = مَرأة, bahasa Arab 'cermin' = مِرأة.

Makanya, cewek itu gak bisa jauh-jauh dari cermin."

***

Samar-samar suara adzan subuh mengetuk gendang telinga. Perlahan Syifa mengerjapkan matanya, bergegas mengambil air wudhu lalu menunaikan kewajibannya.

Setelah shalat subuh , Syifa membuka mushaf Al-Qur'an yang ia bawa dari rumah, kemudian melantunkan surah Ar-Rahman dengan lirih dan tartil. Ia segera melipat mukenanya kembali. Baru setelah itu, ia mandi dan kembali ke rumah untuk berganti seragam.

Lagi pula, sekarang ada Pakde, Budhe, dan kedua sepupu kembarnya yang akan menjaga Kak Yusuf. Jadi, tak ada alasan untuk tak berangkat sekolah hari ini.

***

"Kondisi kakak lo gimana, Syif?" tanya Aurel. Kelas mereka sedang jamkos di jam pelajaran ke-5 dan 6, karena guru matematika mereka sedang berhalangan hadir. Mereka hanya diberi tugas mengerjakan soal pilihan ganda yang disampaikan oleh staf TU.

"Bang Ucup masih ditangani oleh dokter. Kondisinya mulai stabil. Menurut dokter, bila keadaan Abang terus seperti ini, besar kemungkinan kak Yusuf akan diperbolehkan pulang lebih cepat.

"Rel anterin Syifa ke toilet, yuk!"

"Aih, Syif! Lagi mager nih," jawab Aurel ogah-ogahan.

"Suka heran gue, sama cewek, kenapa mereka kalo ke kamar mandi selalu minta dianter?" komentar Kevin, yang tak sengaja mendengar percakapan Syifa dan Aurel.

"Bener tuh! coba aja kalo itu cowok, pasti udah nuduh yang bukan-bukan. Yang homo lah, yang gay lah." Bayu ikut nyerocos.

Aurel menatap Syifa yang ada di sampingnya dengan penuh arti. "Tuh 'kan, Syif! Emang gak berani ya, kalo sendirian?"

"Bukan gitu," decit Syifa. "Sebenarnya, gue punya trauma sama kamar mandi sekolah."

"Hah? Trauma? Trauma gimana? Kok, lo gak pernah cerita ke gue," cerca Aurel.

"Ceritanya panjang," ujar Syifa menghela napas. Kejadiannya sudah lama dan ia malas untuk mengingatnya lagi.

"Cerita aja! Mau panjang kali lebar, dikali tinggi sekalian, biar jadi rumus balok. Aurel bakal dengerin, janji." Aurel mengarahkan satu jari kelingking ke arah Syifa.

Itulah alasan Syifa betah sahabatan sama Aurel. Aurel itu tipe pendengar yang baik. Meskipun kadang-kadang sifatnya agak bar-bar. Aurel lah yang selalu mau mendengar curhatan Syifa.

Syifa menyambut jari kelingking Aurel dengan miliknya. Lalu memulai ceritanya, "Waktu SD, kalo gak salah kelas tiga. Syifa pernah dijailin temen, dikunci di kamar mandi dari luar waktu mau pulang sekolah, hampir dua jam Syifa kejebak di kamar mandi. Waktu itu, Syifa pergi ke toilet sendirian,"

"Syifa udah teriak-teriak, tapi karena udah bel pulang semua murid udah bubar dari kelas masing-masing. Gak ada yang denger teriakan Syifa."

"Terus, gimana lo bisa keluar?" tanya Aurel semakin kepo.

"Waktu itu, gue sampai ketiduran di kamar mandi, sih, hehe. Gara-gara capek nangis sama teriak-teriak. Gue bisa keluar karena ada anak perempuan kelas 6 mau gunain toilet yang gue pakai, dia belum pulang karena ada les persiapan UN. Dia ketuk-ketuk pintunya sambil teriak nanya, 'Ada orang di dalam nggak?' Gitu."

"Terus?"

"Kok, Aurel bilang terus-terus mulu. Kayak tukang parkir aja!"

Aurel menguncang-guncang lengan Syifa sambil mencebikkan bibir. "Ih, Syifa terusin dong ceritanya, gue udah kepo tingkat dewa, atasnya lagi malah!"

"Iya-iya. Terus Syifa kebangun, deh! Al hasil Syifa mintain tolong ke dia buat bukain pintunya. Dia kayak kaget gitu, terus dia minta bantuan sama penjaga sekolah. Soalnya, penjaga sekolah yang punya kunci cadangannya. Udah deh selesai."

"Terus , lo tahu kagak siapa yang isengin lo?"

Syifa menggeleng, "Enggak."

"Yang tahu kejadian itu banyak nggak?"

"Mungkin yang tahu kejadian itu cuma Syifa, bapak penjaga sekolah, sama kakak kelas yang nolongin Syifa itu. Nggak tahu deh kalo dia cerita-cerita sama temannya yang lain. Soalnya ,Syifa nggak bilang sama siapa-siapa. Bahkan, waktu Bunda nanya kenapa baru pulang. Syifa bilang, mampir ke rumah temen dulu."

"Yah, lo bo'ong, dong!" sergah Aurel.

"Hehe, iya. Gue nggak mau bikin bunda khawatir aja, sih."

"Seharusnya lo bilang, Syif! Biar bunda lo lapor, biar ditindak lanjutin sama pihak sekolah. Supaya nggak ada kejadian gitu lagi."

"Iya, seharusnya gitu, tapi udah terlanjur. Jadi, gitu deh, alasan kenapa gue selalu minta diantarin kalo ke WC sekolah." Syifa mengakhiri ceritanya. "Yuk, anterin!"

Aurel mengangguk cepat.

💙💙💙

"The magic mirror, siapakah cewek tercantik di sekolah ini?Aurellius Adakadabra!" Aurel menggerak-gerakkan tangannya saat melihat bayangannya di depan cermin yang menggantung di koridor kamar mandi sekolah.

Syifa yang baru saja keluar, geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini. "Kalo mau becermin itu baca doa, bukan baca mantra kali, Rel."

اَللّٰهُمَّ كَمَا حَسَّـنْتَ خَلْقِـيْ فَحَسِّـنْ خُلُقِـيْ

"Allahumma kamaa hassanta kholqii fahassin khuluqii."

(Ya allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan penciptaanku, maka baguskanlah pula akhlakku)

"Tapi, gue emang cantik 'kan, Syif?" tanya Aurel masih memandang pantulan dirinya di cermin.

"Iya, cantik. tapi, lebih cantik kalo pake hijab." jawab Syifa sambil memperbaiki posisi jilbab putihnya yang sedikit miring ke kiri. Untung otaknya nggak ikut-ikutan.

"Tapi, Syif!" Aurel menatap ke arah Syifa dengan ragu, "gue itu belum baik."

"Berhijab, itu nggak nungu udah baik. Karena, hijab itu yang kewajiban kita saat sudah baligh bukan saat sudah baik."

"Tapi-"

"Dengerin gue, berhijab itu justru yang bikin kita jadi tambah baik. Percaya, deh sama gue!" pungkas Syifa.

💙💙💙

Jadi, apakah Aurel bakal terketuk pintu hatinya?

Apa Aurel bakal dapet hidayah dan pakai hijabnya?

Semoga ya! doa in aja!


Hijab in School [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang