Penguntit(?)

120 11 3
                                    

Seoul, Korea 2019


-Tzuyu POV-

Uap putih keluar dari mulutku setiap kali aku mengembuskan napas. Aku melirik jam tangan. Sudah memasuki jam malam, semoga saja pagar di dormnya belum di kunci. Sambil bersenandung pelan, aku menyusuri jalan kecil yang agak menanjak menuju dorm. Jalan kecil itu sepi dan hanya diterangi lampu jalan yang remang-remang.

Lalu aku mendengar suara itu. suara langkah kaki di belakangku. Aku terkesiap pelan dan menelan ludah. Aku berusaha menenangkan diri. Mungkin aku salah dengar. Aku tetap berjalan walaupun langkahku tanpa sadar semakin cepat sambil memasang telinga. Memang ada orang di belakangku!

Lalu memangnya kenapa kalau ada orang lain yang juga berjalan di jalan ini? Memangnya jalan ini milikku? Aku menggerutu dalam hati, menyesali sifatku yang mudah panic. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Yakinkan diri terlebih dahulu.

Diam-diam aku berusaha melirik ke balik bahuku. Aku tidak berhasil melihat banyak. Aku hanya menangkap sosok seseorang yang berjalan tidak jauh di belakangku. Bulu kuduku meremang. Rasa panic mulai menyerang tanpa memeperdulikan akal sehatku. Sementara aku mempercepat langkah, napasku mulai memburu dan pikiran-pikiran buruk mulai bertebaran di benakku.

Langkah kaki orang di belakangku juga terdengar semakin cepat. Orang jahat? Pikirku panic. Pemabuk? Atau lebih buruk lagi, pemerkosa?! Ya tuhan, lindungilah diriku. Kejahatan di jalan-jalan sepi bukan hal baru lagi di kota Seoul. Aku langsung memanjatkan doa dalam hati. Kemungkinan lain terselip di otakku. Jangan-jangan… penguntit? 

Gedung dormnya sudah terlihat. Aku lega sekali. Aku nyaris berlari, tapi kakiku terlalu kaku untuk bergerak lebih cepat lagi. Tiba-tiba….

“Hei…” terdengar suara rendah seorang laki-laki di belakangnya dan aku merasa bahuku dipegang. Kepanikanku meledak. Aku berputar dengan cepat sambil mengayunkan tas tanganku kea rah orang itu. aku juga tidak lupa menjerit keras.

Tas tanganku mengenai sisi tubuh orang itu dengan bunyi pukulan cukup keras. Aku mengayunkan tasku sekali lagi dan..

“Tunggu sebentar… ini aku… ini aku!”

Aku menghentikan ayunan lenganku dan melotot kea rah laki-laki yang mengangkat kedua tangan ke depan wajah untuk melindungi diri. Perlahan-lahan orang itu menurunkan tangan dan aku baru melihat wajahnya dengan jelas.

“Mingyu sunbae?” kataku dengan suara tercekik. Mataku terbelalak. Meskipun dia masih tergolong orang asing tapi setidaknya aku mengenalnya. Debar jantungku yang liar pun agak mereda “astaga, kenapa sunbae mengendap-endap begitu?”

Dia memasukkan kedua tangan ke saku jaket panjangnya. Ia balas menatapku dengan raut wajah kaget “Aku tidak mengendap-endap. Bukankah tadi aku memanggilmu? Justru kau yang langsung menghantamku dengan tas,” katanya, membuat wajahku terasa panas karena malu. Ia mengeluarkan sebelah tangan dari saku jaket dan menunjuk tas tanganku “ngomong-ngomong, kurasa kau sudah bisa menurunkan tasmu itu,”

Kepalaku berputar ke samping, kea rah tanganku yang masih mengacungkan tasku tinggi-tinggi. Aku yakin wajahku sudah berubah menjadi merah padam saat ini. Aku cepat-cepat menurunkan tangan dan berkata dengan gelagapan “tapi sunbae tadi memang mengendap-endap.”

Aku memejamkan mata, menarik napas panjang, dan mengembuskannnya dengan pelan untuk menenagkan diri. Kemudian aku berbalik dan berjalan tegak meninggalkan dia yang tertawa pelan.

“Tunggu aku” kata pemuda itu di sela-sela tawanya dan menyusulku.

“Menurut sunbae ini lucu?” tanyaku dengan alis terangkat. “sunbae tadi membuatku ketakutan. Kukira sunbae perampok atau penguntit. Atau… semacamnya,”

“Penguntit?”

Aku ragu sejenak. Lalu, “ya, memangnya kenapa? Banyak penguntit di Seoul, sunbae tentu tahu itu kan?”

“Tentu saja aku tahu,”

Kami tiba di gedung dorm dan berjalan menuju elevator. Ketika aku sudah sampai di depan elevator, aku berbalik menghadapnya “bahu sunbae… sakit tidak?”

Dia menggerak-gerakkan bahunya sejenak, lalu tersenyum lebar. “kurasa tidak apa-apa ” sahutnya ceria “aku tidak akan lumpuh walaupun tadi kau menghajarku keras sekali dengan tasmu yang berat itu. apa isinya? Batu?”

Aku tersenyum malu dan mengeluarkan buku dari dalam tasku.

Alisnya terangkat “oh, Rich Dad Poor Dad” katanya, menyebut judul aslinya setelah membaca judul dalam tulisan Korea yang tercetak di buku yang aku pegang.

“Sunbae tahu buku ini?” tanyaku heran. Tidak banyak orang yang tahu dan membaca karya sastra klasik.

Dia mengambil buku itu dari tanganku dan membuka-buka halamannya “aku pernah membacaya” katanya “tapi aku baru tahu buku itu juga diterjemahkan ke dalam bahasa Korea”

“Sunbae membaca versi aslinya?” tanyaku kagum.

Dia mengangkat wajah dari buku itu. “iya, sambil sedikit bertanya dengan nonnaku (Krystal)” ia mengembalikan buku itu kepadaku.

“Bahasa inggrisku sangat payah. Dulu masih ada Lucas yang bisa mengajariku bahasa Inggris. Sekarang aku terpaksa belajar sendiri, dan sering kali aku tidak punya waktu untuk itu.”

“lucas?”

“dia teman sekelasku saat awal semester. Orang yang sangat baik, dia sekarang sedang melakukan pertukaran pelajar di Australia” kataku sambil melamun. Lalu aku mendesah keras, “kadang-kadang aku merindukannya,”

“kalian berdua sangat dekat?”

Mataku beralih ke wajahnnya. “dekat? Maksudnya seperti…? Oh, tidak. Hubungan kami tidak seperti itu, jalan pikirannya aneh sekali, orang itu,”

“Kau gadis yang menarik, Chou Tzuyu,” gumamnya sambil tersenyum

Mataku melebar menatap laki-laki yang berdiri di depannya. Pasti aku salah dengar. Dia bilang apa tadi? Aku gadis yang menarik? Menarik dalam arti apa? Menarik dalam arti ‘menyenangkan’? atau…? Tetapi kamu baru saling kenal, jadi tidak mungkin menarik dalam arti yang lebih dalam dan rumit dan membingungkan, bukan?

TBC

Destiny✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang