Melodia ㅡ Bioskop Bisik

854 152 31
                                    

Setelah Luna mempersiapkan air hangat untuk Jefri, ia kembali turun dan duduk di bawah tangga sambil membuka kotak yang diberikan oleh Jefri tadi.

"Liontin ini cantik sekali. Apalagi aku juga menyukai bunga krisan putih ini. Apa sebaiknya aku pakai saja? Sayang jika dibuang. Lagi pula, dia juga tidak akan mengetahuinya jika aku pakai."

Luna mengambil liontin tersebut dan memakainya di leher. Luna berlari pada kaca yang terletak di kamar mandi bawah, dan tersenyum sendiri ketika melihat betapa cantiknya kalung tersebut ketika ia pakai.

"Maaf karena aku tidak berniat untuk membuang kalung ini. Kalau kamu bertanya, tentu aku bilang sudah membuangnya. Lagi pula, sudah banyak kebohongan yang ku buat semenjak aku di sini. Berbohong demi kebaikan sendiri tidak masalah, bukan?"

"Boba???"

Luna terhenyak kaget dan segera memasukkan kalung tersebut ke dalam bajunya, padahal tidak dimasukkan pun Jefri juga tidak akan bisa melihatnya.

"Bobaaa???"

"Iya? Kenapa kamu teriak-teriak terus seperti itu?"

"Kemarilah, mendekat padaku."

Luna bergegas untuk menaiki tangga sambil berlari, lalu berhenti tepat di hadapan Jefri yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Ada apa?"

"Bantu aku mencukur anuㅡ"

"Hah? Apa???"

"Mencukur kumis dan jenggotku yang mulai tumbuh, dasar bodoh. Bersihkan dulu pikiranmu yang kotor itu. Lagi pula, aku belum selesai berbicara, tetapi sudah kamu potong begitu saja."

Jefri menoyor kepala Luna, lalu berjalan kembali masuk ke kamar, menuju ke kamar mandi sambil tersenyum tipis. Luna hanya bisa menghentakkan kakinya dengan kesal, lalu mulai berjalan mengikuti Jefri masuk ke kamar mandi.

Jefri saat ini tengah berdiri di depan kaca dan sedikit membungkukkan badannya agar Luna dapat menggapainya dengan mudah. Luna pun tengah berusaha untuk menenangkan degup jantungnya ketika Jefri mendekatkan wajahnya kepadanya. Luna mulai mengambil krim cukur dan mengoleskannya dengan perlahan, lalu ia mulai mencukur kumis dan jenggot Jefri dengan perlahan.

'Padahal kalau berkumis tipis pun akan terlihat semakin tampan. Aduh, Luna, kamu tidak jatuh cinta dengan majikanmu sendiri, bukan? Kamu tidak boleh menyukainya. Di sini, kamu hanya bertugas untuk merawatnya, tidak lebih.'

"Jangan melamun, aku tidak mau wajahku terluka jika kamu menggores wajahku dengan pisau cukur."

"Oh? Siapa yang melamun? Aku hanya ingin berhati-hati saja agar wajahmu tidak tergores."

"Kamu tahu? Aku bisa mendengarkan degup jantungmu dari sini. Apa kamu terpana dengan wajah tampanku, hmm?"

"Tidak!"

Luna segera menyelesaikan acara mencukur tersebut dan mendorong Jefri agar membersihkan wajahnya sendiri. Otomatis Jefri terdorong ke belakang, namun dengan gesit ia segera meraih tangan Luna dan kembali menariknya hingga Luna menubruk tubuhnya. Sambil tersenyum miring, Jefri kembali mendekatkan wajahnya tepat di hadapan Luna, hingga Luna bisa merasakan deru napas Jefri.

"Jangan macam-macam, Jef!"

"Memangnya kamu tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya, hmm?" Tanya Jefri menggoda.

"Entah, intinya jangan berani menyentuhku!"

"Bagaimana kalau aku ingin menyentuhmu? Memangnya tidak boleh?"

"Tidak! Aku tahu aku memang wanita rendahan, tetapi aku mohon kepadamu, tolong jangan semakin merendahkanku."

Luna kembali mendorong badan Jefri ke belakang agar ia bisa mendapatkan akses untuk bebas. Dengan kesal Luna berlalu keluar dari kamar mandi dan membanting pintu kamar Jefri dengan cukup keras. Karena merasa kesal, ia pun berjalan menuju taman di halaman belakang rumah Jefri untuk sekadar menenangkan diri.

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang