Melodia ㅡ Persiapan Operasi

734 135 31
                                    

"Kamu tidak mau makan, Jef? Tadi dokter Radit sudah membawakan makanan sebelum melayani pasiennya yang lain."

"Apa teman-temanku masih di sini?"

Luna melirik ke arah Evan dan Yohan yang masih berdiam diri di kamar rawat Jefri sambil memerhatikan gerak-gerik keduanya. Terlihat sekali bahwa mereka berdua tidak ada niatan untuk pergi dari kamar rawat Jefri.

"Ya, mereka masih ada di sini."

"Kenapa kalian masih di sini? Kalian berdua tidak bekerja?" Ujar Jefri kesal. Ia merasa terganggu karena tidak bisa berduaan dengan Luna.

"Kita izin gak masuk kerja hari ini, khusus buat nemenin lo."

Jefri menghela napas panjang. "Evan, Yohan, aku tidak apa-apa. Kalian lebih baik pulang saja. Datang lagi ketika operasiku nanti."

"Tapi gue sama Yohan emang sengaja pengen nemenin lo, Jef. Kali aja lo butuh apa-apa kan nanti, jadi kita bisa bantu. Misalkan aja lo butuh ke toilet atau mau mandi, jadi gue sama Yohan bisa bantu."

Yohan yang duduk di samping kiri Evan hanya manggut-manggut saja mengiyakan perkataan Evan. Bukannya senang, Jefri malah menjadi semakin kesal karena temannya itu menganggap dirinya tidak berguna.

"Kalian pikir aku lemah? Aku tidak lemah! Jangan menatap kasihan atau iba padaku, aku tidak suka!" Jefri marah, ia benar-benar benci ketika orang lain menganggapnya tidak bisa apa-apa.

"Maksud kita bukan gitu, Jef, cumaㅡ"

Luna dengan cepat memotong perkataan Evan. "Maaf, yang dikatakan Jefri memang benar. Maaf sekali karena aku harus menyela pembicaraan kalian, tapi Jefri memang tidak suka jika ada orang lain yang mengasihaninya. Jefri bahkan sudah terbiasa pergi membeli makanan atau berbelanja sendirian tanpaku atau Juna. Jefri hanya ingin terlihat normal, jadi tolong pahami perasaannya."

"Dia keluar tanpa memakai tongkat atau semacamnya? Bagaimana bisa?" Tanya Yohan tak percaya.

"Instingku tajam, Yohan! Jangan meremehkan seorang polisi cacat sepertiku! Bobaaaaa, tolong usir merekaaa!"

Jefri mulai kembali merajuk, membuat Evan dan Yohan saling memandang satu sama lain, heran dengan perubahan tingkah Jefri. Sedangkan Luna hanya meringis sambil menatap keduanya untuk memberi mereka kode agar segera meninggalkan kamar Jefri, dan setelah beberapa saat termenung, keduanya mengangguk dan memilih untuk pamit pulang.

"Kamu jahat sekali, Jef. Tega sekali mengusir teman-temanmu. Mereka bahkan terlihat khawatir sekali padamu."

"Jefri hanya membutuhkan Boba, tidak ingin diganggu oleh yang lain!"

Jefri memanyunkan bibirnya sambil memukul ranjang dengan tangannya yang mengepal. Tidak berapa lama setelah itu perut Jefri mengeluarkan suara keroncongan, tanda perutnya harus segera diisi oleh makanan.

"Kalau begitu, sekarang makan dulu, ya?"

"Suapi Jefri!"

Luna mencubit pipi Jefri sambil mengambil kotak makanan yang sudah dipersiapkan Radit untuk temannya itu. Luna lalu duduk di pinggir ranjang Jefri sambil mulai menyuapinya. Suapan pertama langsung dilahap oleh Jefri, dan ia langsung mengunyah makanannya sambil menyipitkan kedua matanya.

"Bobaku sayang?"

"Kenapa lagi?"

"Jawabanmu tadi benar-benar karena kamu mencintaiku, kan? Bukan karena tidak enak dengan teman-temanku?" Selidiknya.

"Ah, persoalan ketika kamu mengajakku menikah tadi?"

"Iya. Kamu tadi menjawab jujur kan kalau kamu benar-benar mau menikah denganku?"

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang