Melodia ㅡ Dia, Aluna

779 138 13
                                    

"Kenapa diam saja, Boba? Apa kita memang pernah bertemu sebelumnya?"

Jefri terus meraba wajah Luna dengan kedua tangannya sambil berusaha mengingat-ingat jika memang dirinya pernah bertemu dengan Luna sebelumnya. Entah mengapa hanya wajah Aluna yang selalu muncul di dalam benaknya.

"Sebenarnya, ada yang ingin aku tanyakan padamu. Setelah sarapan, mau mengobrol di taman, tidak? Aku ingin menanyakan tentang semua hal yang disembunyikan oleh Juna selama ini."

Kening Jefri berkerut. "Juna? Apa maksudnya? Aku tidak paham. Apa kalian bersekongkol di belakangku? Apa kalian memanfaatkanku?"

"Bukan begitu, nanti saja setelah sarapan. Lebih baik kita makan buburnya dulu sebelum dingin. Aku ambilkan mangkuk, ya?"

Jefri hanya mengangguk dan berjalan ke meja makan sambil membawa bubur yang sudah dibelinya tadi. Mereka berdua kini makan dengan tenang di meja makan, dan tidak ada satupun dari keduanya yang membuka pembicaraan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Jefri yang semakin curiga terhadap Luna, sedangan Luna yang merasa gugup karena hari ini ia harus membongkar semua rahasianya kepada Jefri.

'Lebih baik jujur sekarang daripada Jefri mengetahuinya belakangan. Jika dia ingin aku pergi setelah ini, aku akan pergi. Mumpung perasaanku juga belum terlalu dalam padanya.'

"Kamu tidak membohongiku selama ini, bukan? Apa yang kamu sembunyikan dariku? Kamu mengencani Juna? Atau kamu diam-diam memanfaatkan keadaanku untuk kepentingan pribadimu?"

"Jef, bukan itu maksudku. Nanti saja di taman aku akan memberitahumu semuanya, sekaligus aku ingin menanyakan sesuatu padamu."

"Sesuatu tentang apa? Katakan sekarang." Cerca Jefri tak sabar.

"Nanti saja."

"Sekarang, Boba."

"Nanti."

"Sekarang!!!"

Luna tersentak kaget ketika ia dibentak oleh Jefri. Jefri kembali terlihat emosi dan langsung menggebrak meja makan dengan tangannya. Ia bahkan hendak membanting mangkuk yang ada di hadapannya, namun Luna berhasil mencegahnya.

"Kenapa kamu tiba-tiba menjadi emosi seperti ini? Aku tidak berbuat kejahatan padamu, Jef."

"Kalau begitu katakan! Jangan membuatku marah!" Hardik Jefri dengan nada tinggi.

"Aku akan memberitahumu nanti."

"Boba! Jangan membuatku semakin tersulut emosi. Cepat katakan sekarang juga!"

Luna meremas ujung bajunya. "Akuㅡ aku hanya penasaran dengan identitas foto wanita yang ada di galeri ponselmu. Sebenarnya dia siapa?"

"Kenapa? Apa kamu cemburu dengannya? Dia hanyalah cinta pertamaku. Puas?!?" Jawab Jefri kesal.

"Aku bertanya baik-baik kepadamu, tapi kenapa kamu malah marah-marah?" Luna menatap Jefri nanar.

"Sudahlah, aku tidak mau membahas hal itu. Sekarang, katakan apa yang disembunyikan olehmu dan Juna selama ini dariku."

"Nanti, di taman saja. Aku tidak akan bercerita jika kamu emosi seperti ini."

"Kalau ternyata kamu berbohong, aku tidak tahu lagi harus bagaimana denganmu."

Luna hanya bisa menunduk. "Kalau kamu menyuruhku pergi, aku tidak masalah, Jef."

Jefri melempar sendoknya ke sembarang arah, lalu membanting mangkuk makanannya hingga pecah. Luna hanya bisa menghela napas melihat perilaku Jefri yang kembali pemarah seperti waktu itu, dan ia hanya bisa memakluminya. Dengan sabar Luna membersihkan pecahan mangkuk yang berserakan di lantai, lalu setelah itu ia mengepelnya hingga bersih. Sedangkan Jefri memilih untuk pergi keluar, berusaha untuk mengontrol emosinya yang tiba-tiba saja meledak.

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang