Melodia ㅡ Operasi Mata

643 137 29
                                    

Hari operasi yang ditunggu-tunggu oleh Jefri akhirnya tiba. Sembari menunggu Radit yang pagi itu tengah mempersiapkan ruang operasi, Jefri terus saja merengek di dalam pelukan Luna agar Luna terus ada bersamanya hingga operasi berakhir. Luna sudah berkali-kali bilang jika dirinya akan menemani Jefri sampai operasi Jefri selesai, namun Jefri tetap merasa takut jika Luna akan pergi meninggalkannya.

Juna yang juga ikut menemani Jefri hanya bisa menghela napas. Padahal mereka berdua, bersama Radit juga, sudah menyetujui ide Jefri dan akan berpura-pura sedih ketika perban di mata Jefri dibuka, namun kakaknya itu tetap saja takut meskipun sudah merencanakan ide gila tersebut dengan keduanya.

"Jefri takut di operasi. Kita pulang saja ya, Boba? Aku ingin pulang."

"Aku tidak suka dengan lelaki yang lemah, Jef. Kalau kamu ingin pulang, sana pulang sendiri. Tapi, jangan harap aku mau menemuimu lagi."

Jefri memasang raut wajah sedihnya dan memilih untuk kembali berbaring di ranjang, sambil memikirkan operasi yang akan berlangsung sebentar lagi. Ia ingin bisa segera melihat kembali, tetapi ia juga merasa sangat takut dengan operasi yang akan dijalaninya itu. Waktu berlalu, dan Radit belum juga memberinya kabar, membuat Jefri semakin merasa sangat gugup dan takut. Takut jika operasinya gagal dan ia akan kembali terpuruk dalam kegelapan hingga menunggu donor mata yang bahkan sulit untuk didapatkan.

Setelah beberapa saat larut dalam pikirannya sendiri, dua orang suster masuk dan segera membawa Jefri menuju ke ruang operasi. Luna juga ikut mengiringi Jefri sambil masih terus memegang tangan Jefri yang mulai terasa dingin.

"Aku takut Bobaaa, aku takut!!!"

"Jef, tidak perlu takut berlebihan seperti ini. Kamu percaya dengan dokter Radit, bukan? Aku yakin operasimu akan berjalan lancar. Aku akan menemanimu di luar operasi bersama yang lain. Kamu tidak perlu takut."

"Bobaa, mau ikut masuk ke dalam ruang operasi, tidak? Aku akan minta izin dengan Radit." Pinta Jefri.

Luna pun menghela napas panjang. "Tidak bisa, Jefri. Aku bukan tenaga medis di sini, tentu aku dilarang masuk meskipun kamu adalah teman dari dokter Radit. Jangan kekanakan, atau mau ku tinggal pergi, hmm?"

"Jangaannn!!! Boba tidak boleh pergi! Awas saja kalau setelah operasi Boba tidak ada di samping Jefri, Jefri marah! Jefri akan kutuk Boba jadi istri Jefri selamanya!"

"Iya, iya, bayi besarkuuu!"

Kedua suster yang membawa Jefri itu berusaha menahan tawa mereka ketika melihat pasien yang hendak di operasi tersebut bertingkah seperti anak kecil. Luna melirik kedua suster tersebut sambil menahan malu, lalu ia melepaskan tangan Jefri karena mereka sudah memasuki ruang operasi. Pintu ruang operasi ditutup, dan lampu indikator sebagai penanda operasi sedang berlangsung pun menyala. Juna, Luna, Yohan dan juga Evan sedang menunggu dengan cemas di luar ruang operasi. Mereka berdoa dan yakin jika Radit mampu menyembuhkan Jefri.

Mereka terus berdoa dan menunggu di luar ruang operasi hingga tak terasa operasi sudah berlangsung selama tiga jam. Dan selama itu pun, belum ada tanda-tanda jika operasi sudah selesai dilakukan. Mereka yang berada di luar menjadi semakin panik, takut jika ada sesuatu yang buruk terjadi di dalam sana. Baru setengah jam kemudian, Radit pada akhirnya keluar sambil tersenyum kepada mereka yang terlihat cemas.

Lalu di belakangnya, ada Jefri yang masih terbaring lemah dengan mata ditutup perban di dorong kembali menuju kamar rawatnya oleh beberapa orang suster. Luna yang masih merasa cemas itu pun langsung mengikuti para suster menuju kamar, dan diikuti oleh yang lainnya di belakang. Setelah itu, Luna hanya memilih untuk duduk di samping Jefri sambil menggenggam tangannya, berharap Jefri segera sadar dari efek biusnya. Melihat Luna yang hanya duduk diam, membuat Radit memberikan kode kepada Juna, Yohan, dan Evan agar tetap menunggu di luar, karena ia ingin membiarkan Luna untuk tetap berada di sisi Jefri.

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang