Melodia ㅡ Luna Diculik

684 132 24
                                    

"Aku ingin pulang, aku tidak betah berlama-lama di rumah sakit."

"Kalau dokter Radit belum mengizinkan, aku tidak bisa berbuat apa-apa, Jef."

"Bisa panggilkan Radit? Aku ingin berbicara dengannya."

"Oke. Aku keluar sebentar."

Luna keluar dari kamar Jefri untuk mencari Radit yang ternyata sedang berbincang dengan seorang suster di lorong rumah sakit. Jefri yang melirik Luna sudah keluar dari kamarnya, segera turun dari ranjangnya sambil melompat-lompat kegirangan karena merasa bahagia. Ia bahkan sampai memegangi dadanya karena jantungnya terus berdebar ketika dekat dengan Luna, dan ia masih tidak bisa memercayai jika ternyata perawatnya yang selama ini merawatnya adalah seseorang yang dia cintai.

Baru beberapa saat ia meluapkan perasaan bahagianya, terdengar suara langkah kaki mendekat, membuatnya harus segera duduk kembali di atas ranjangnya sambil memasang wajah sedatar mungkin, berpura-pura masih merasa kesal karena operasinya gagal.

"Ada apa, Jef? Luna bilang, lo mau pulang?"

Jefri mengangguk. "Luna? Bisa tinggalkan kami berdua? Ada hal penting yang mau kubicarakan hanya berdua dengan Radit."

"Oke, kalau begitu aku akan ke luar."

Jefri hanya mengangguk dan masih memasang tatapan kosongnya hingga Luna keluar dari kamar, baru setelah ia memastikan Luna benar-benar pergi, ia langsung menatap Radit dan langsung memeluk temannya itu.

"Aku boleh pulang sekarang, kan? Aku sudah sembuh. Tolong, perbolehkan aku pulang, aku ingin menghabiskan waktuku bersama Luna."

Radit mendengus kesal. "Heran gue sama lo, Jef. Kasian tau si Luna lo bohongin. Lo boleh pulang, tapi lo tetep harus sering kontrol sama gue dan harus banyak istirahat di rumah. Inget, butuh waktu mingguan sampe bulanan buat mata lo itu sembuh sempurna. Jangan sampe mata lo terluka lagi, karena mata baru lo itu masih rentan. Gue cuma takut kalo terjadi infeksi di mata baru lo itu."

"Iya, cerewet sekali. Kabari aku saja kapan aku harus kontrol, yang terpenting sekarang aku ingin pulang. Terima kasih banyak Radit, kamu memang temanku yang paling bisa ku andalkan."

Jefri hendak mengecup pipi Radit sebagai ucapan terima kasih, namun Radit malah mendorong Jefri hingga Jefri menabrak ranjang di belakangnya.

"Jijik! Geli! Gue bukan homo!"

Jefri hendak menertawakan Radit yang terlihat kegelian melihat tingkahnya, namun tawanya itu harus ia urungkan karena Luna mendadak masuk ke kamar Jefri dengan tatapan panik. Tentu, Jefri langsung memasang kembali tatapan kosongnya agar Luna tidak curiga.

"Maaf, aku harus menginterupsi pembicaraan kalian, aku hanya khawatir dengan keadaan Jefri. Tadi aku tidak sengaja mendengar suara ranjang berdecit, dan aku mengira jika Jefriㅡ ah aku sampai lupa kalau dokter Radit ini adalah dokter. Maafkan aku."

Radit menatap jengah ke arah Jefri yang memalingkan wajahnya sambil tersenyum sendiri, lalu ia menatap ke arah Luna sambil memasang kembali senyum terbaiknya.

"Kenapa harus khawatir? Dia tidak apa-apa. Dia sudah kembali sehat, sangat sehat sekali. Intinya dia sudah boleh pulang sekarang. Rawat dia baik-baik di rumah ya, Luna."

Jefri berdecak sebal ketika Radit hampir saja membongkar rahasianya, dan untung saja temannya itu masih mau berpihak kepadanya. Lebih tepatnya, Radit hanya tidak ingin ikut campur terlalu jauh dengan drama yang dibuat oleh temannya itu. Awalnya Luna ingin bertanya lebih jauh tentang operasi lanjutan ketika nanti Jefri bisa mendapatkan pendonor baru, namun ia urungkan karena Radit mendapat telepon penting dan bergegas pergi ke luar sambil berpamitan kepada mereka berdua.

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang