Melodia ㅡ Calon Istri

791 135 30
                                    

"Boba, Jefri masih mengantuk."

"Ini sudah jam 9, Jef. Masih mau tidur lagi? Bukannya kamu mau ke rumah sakit untuk bertemu dokter siang ini?"

Jefri mendengus sebal. "Janji temunya masih nanti siang, bukan sekarang."

"Ya sudah, kamu tidur lagi saja, aku mau mencuci sebentar."

"Gak mau! Boba harus nemenin Jefri bobok!"

Luna menepuk jidatnya sendiri karena semakin lama tingkah Jefri semakin terlihat persis seperti anak paud. Apalagi saat ini Jefri tengah memasang wajah pouty-nya, membuat Luna kembali luluh karena ia tidak tahan jika Jefri sudah bersikap lucu di hadapannya.

"Kalau nanti sudah operasi, apa kamu mau terus bersikap seperti ini, hmm? Kamu seorang polisi, bukan anak paud."

"Aku hanya bersikap manja kepadamu, Luna. Tentu aku akan bersikap biasa kepada orang lain. Tetapi kepadamu, aku akan terus seperti ini. Bahkan, sampai ketika nanti kita memiliki anak."

Luna menjitak kepala Jefri yang berbicara mengenai anak dengan entengnya, dan Jefri hanya terkekeh sambil mengusap kepalanya.

"Abaaaaanggg, Juna pulaaaaanggg!!!"

Jefri yang masih berbaring nyaman di ranjang bersama Luna, langsung mendudukkan dirinya karena terkejut mendengar teriakan Juna yang tengah menaiki tangga sambil berteriak. Sama halnya dengan Luna, ia tersenyum sumringah ketika melihat kehadiran Juna yang saat ini sudah berdiri di ambang pintu kamar kakaknya.

"Juna? Kamu pulang? Abang kangen."

Jefri duduk manis sambil merentangkan kedua tangannya, dan Juna langsung menghambur ke pelukan kakaknya dan memeluk Jefri dengan erat.

"Aku juga kangen, bang. Maaf, ya, aku baru bisa pulang hari ini. Abang dan Amel baik-baik saja, kan?"

"Tentu saja. Aku dan Luna baik-baik saja. Iya kan, Bobaku sayang?"

Juna mengernyitkan keningnya ketika Jefri menyebut nama Luna, dan ia langsung melepas pelukan kakaknya sambil menatap Luna dan Jefri bergantian. Luna hanya meringis kepada Juna sambil kembali menjitak kepala Jefri karena dengan entengnya memanggilnya dengan panggilan sayang.

"Abang sudah tahu tentang identitas kak Luna?" Tanya Juna heran.

"Sudah, bahkan kemarin kita bertemu dengan Jonas dan adik Luna juga di taman. Aku sudah tahu semuanya Juna, tidak perlu ditutupi lagi. Lagi pula, aku juga tidak akan menuntut adiknya, karena malam itu aku juga salah." Terang Jefri enteng.

"Bang, aku tidak bermaksud menyembunyikan identitas kak Luna selama ini. Maafkan aku, aku hanya lelah menghadapi sikap abang yang tidak pernah berani untuk mendekati kak Luna. Tapi, aku senang kalau sekarang kalian sudah saling tahu satu sama lain." Balas Juna sembari tersenyum bangga.

"Papa dan mama bagaimana? Kenapa kamu pulang? Bukannya kamu dipaksa untuk ikut ke Chicago bersama mereka?"

"Tidak usah dipikirkan, bang. Aku menolak untuk pergi karena aku harus berada di sisi abang ketika abang operasi nanti. Aku juga tidak ingin meninggalkan abang, setelah semua yang abang lakukan selama ini untukku."

Juna kembali memeluk Jefri, membuat Luna sesekali menghapus airmatanya karena terharu melihat kedua kakak beradik yang terlihat saling menyayangi satu sama lain itu. Berbeda dengan dirinya yang dibenci oleh orang tua dan juga adiknya.

"Oh, iya, Juna. Aku ingat dulu kamu meninggalkan uang kembalian bunga krisan yang kamu beli untuk Jefri. Aku harus mengembalikan uang kembalianmu sekarang." Luna hendak mengembalikan utangnya, namun Juna menahannya.

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang