Melodia ㅡ Flashback

803 138 19
                                    

Jefri memiringkan kepalanya dan menahan kepala Luna agar tidak bergerak. Ia terus melumat bibir Luna dengan lembut, hingga ia tidak menyadari jika airmatanya sudah menetes sejak tadi. Luna yang tengah menikmati ciuman tersebut lantas melepas ciuman Jefri, dan menatap bingung lelaki yang sekarang tengah menangis itu.

"Kenapa menangis, Jef?"

"Maafkan aku. Aku bahkan pernah menamparmu, membentakmu, berkata kasar kepadamu, mendorongmu, dan bahkan tadi pun aku juga berlaku kasar kepadamu. Maafkan aku."

Luna menghapus airmata di pipi Jefri dengan tangannya, lalu ia kembali mengecup bibir Jefri sekali lagi. Seakan ia ingin Jefri tahu jika Luna tidak dendam atau membencinya.

"Sudahlah, anggap saja kita impas sekarang. Jangan menyalahkan dirimu terus."

"Bobaㅡmaksudku Luna."

"Panggil Boba saja. Aku sudah terbiasa dengan panggilan itu."

"Baiklah, Boba, aku mencintaimu. Sejak pertama kali melihatmu berjualan bunga krisan di taman, aku sudah menyukaimu. Bodohnya, karena dulu aku tidak pernah berani mendekatimu karena kamu sudah memiliki kekasih, dan aku tidak menyangka jika kita akan dipertemukan kembali ketika kondisiku seperti ini."

"Jadi, apakah benar jika aku adalah cinta pertamamu?"

Jefri menganggukkan kepalanya sambil tangannya kembali menyentuh wajah Luna. Ia kembali meraba wajah tersebut dan ternyata yang dipikirkannya selama ini adalah benar.

"Aku kira selama ini aku selalu berkhayal jika kamu adalah dia. Aroma tubuhmu dan juga bentuk wajahmu benar-benar mirip dengannya. Awalnya aku terus menyangkal karena mustahil jika kamu ada di sisiku dan merawatku selama ini, tapi aku tidak menyangka jika kamu adalah orang yang selama ini ada di pikiranku. Jadi, tolong jangan tinggalkan aku. Aku berjanji tidak akan marah-marah dan emosi seperti tadi. Jangan pergi, Boba. Aku mohon tetaplah bersamaku."

"Tapi adikku telah membuatmu menjadi seperti ini, Jef. Apa aku masih tetap pantas berada di sisimu?"

"Dia hanya adik tirimu, bukan? Lagi pula bukan kamu pelakunya. Kamu tidak perlu merasa bersalah karena perbuatan adikmu. Apalagi yang dibicarakannya tadi memang benar. Malam itu aku mabuk berat, jadi itu juga salahku." Papar Jefri sembari terus mengusap pipi Luna

Luna lantas menundukkan kepalanya. "Tapi, tetap saja kamu menjadi seperti ini karena dia."

"Boba, jangan membuatku merengek seperti anak kecil! Kalau aku bilang kamu tidak boleh pergi, ya berarti kamu tidak boleh pergi! Tidak ada penolakan!"

Tingkah manja Jefri muncul kembali. Jefri merengek sambil menggoyang-goyangkan lengan Luna, berharap Luna akan luluh dengan tingkah kekanakannya itu. Jefri kini menyadari alasan dirinya yang selalu nyaman berada di dekat Luna, karena ternyata orang yang dicintainya itu selama ini memang ada di dekatnya. Dengan tidak tahu malunya, Jefri langsung memeluk pinggang Luna sambil menyandarkan kepalanya kembali di pundak Luna seperti kebiasaannya di rumah, karena Luna sejak tadi masih tetap diam.

"Bobaaaaa."

"Hmm?"

"Aku akan terus manja seperti ini agar kamu tidak pergi dariku! Setelah aku bisa melihat nanti, aku akan langsung menikahimu. Lihat saja, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" Ucap Jefri final.

 Lihat saja, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" Ucap Jefri final

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang