Melodia ㅡ Ide Berbohong

786 130 17
                                    

"Boba???"

Jefri terbangun dari tidurnya dan meraba samping ranjangnya yang kosong. Tidak ada Luna di sampingnya. Padahal, tadi Luna tidur bersamanya, seperti malam-malam sebelumnya. Ia lalu memutuskan untuk turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar, siapa tahu Luna kembali ke kamarnya sendiri setelah Jefri tertidur.

"Kedua orang tadi adalah teman Jonas, mantan kekasihmu. Apa kamu yakin tidak apa-apa? Meskipun sudah di kompres, pipimu masih saja terlihat merah seperti itu."

"Tadi sudah kukatakan bukan, kalau pagi ini ayahku juga menamparku sebelum mengusirku? Lagi pula, aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Oleh mantanku, dan sekarang orang tuaku sendiri."

"Kalau begitu, kami yang akan melindungimu mulai sekarang. Tinggal saja di sini bersamaku dan bang Jefri."

"Boba?" Panggil Jefri dari lantai atas, dirinya belum menyadari jika Luna dan Juna sedang berbincang di bawah.

"Aku tidak bisa, Juna."

Jefri berhenti memanggil nama Luna ketika mendengar sayup-sayup suara Luna dari arah bawah, dan Jefri langsung tahu jika Luna saat ini sedang berbincang-bincang dengan Juna. Karena penasaran dengan isi pembicaraan mereka, pada akhirnya Jefri memutuskan untuk menguping sambil berpegangan pada pegangan tangga.

"Kenapa? Kenapa tidak bisa? Sepertinya bang Jefri sudah terlihat sangat nyaman ketika berada di dekatmu."

"Apa kamu lupa dengan kejadian itu? Aku tidak bisa Juna, aku tidak boleh bersamanya. Aku tidak mau terus dihantui oleh rasa bersalahku."

"Tapi, semua itu bukan salahmu, kenapa kamu yang harus bertanggungjawab? Setelah semua pengorbananmu ini, lalu kamu diusir begitu saja oleh mereka? Dasar keluarga tidak punya hati! Haruskah aku menuntut mereka?"

"Jangan! Tidak perlu. Aku sudah ikhlas menerima ini semua." Sergah Luna cepat.

"Lalu, kamu mau tinggal di mana kalau kamu diusir? Tidak bisakah kamu tinggal di sini saja bersama kami? Bang Jefri membutuhkanmu."

"Aku akan pergi jauh, ke tempat di mana kalian tidak bisa menemukanku."

Juna mengusap wajahnya dengan frustasi. Pandangannya tidak sengaja beralih ke atas, dan ia melihat dengan jelas ada satu sosok yang sedang berdiri mematung di atas sana. Untung saja Luna duduk membelakangi Jefri, sehingga hanya Juna yang mengetahui jika Jefri tengah menguping pembicaraan mereka sejak tadi.

'Hampir saja aku mengatakan kalau kak Luna adalah cinta pertama bang Jef. Aku urungkan saja karena bang Jef sedang menguping. Hmm, sepertinya aku punya ide.'

"Amel, aku tanya sekali lagi. Kalau bang Jef sudah bisa melihat lagi, apa kamu akan benar-benar pergi? Meskipun bang Jef menyukaimu?"

"Iya."

"Apa kamu tidak menyukainya? Setelah merawatnya selama ini? Jujur saja padaku." Juna terus mencecar Luna dengan beberapa pertanyaan, sengaja agar kakaknya bisa ikut mendengarkan.

"Jujur, aku menyukainya. Aku mencintainya, tapi aku tetap tidak pantas untuknya, Juna."

Juna melirik ke atas untuk melihat ekspresi Jefri. Jefri terlihat sedang tersenyum tipis, kemudian senyumnya kembali memudar. Juna tentu tidak bisa tinggal diam, karena ia harus membuat Luna untuk tetap berada di sisi Jefri.

"Tapi kamu tenang saja, aku akan tetap berada di sini sampai Jefri bisa melihat kembali, karena aku tetap merasa bersalah meskipun bukan aku yang membuatnya seperti itu."

Juna pun mengangguk. "Misalnya saja. Misalkan jika operasi besok gagal dan bang Jef masih dalam keadaan buta. Apa kamu tetap akan meninggalkannya?"

"Tentu tidak. Aku akan berada di sisinya lagi, intinya sampai Jefri benar-benar bisa melihat kembali. Hanya sampai saat itu."

MELODIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang