Stalker : 33

2.1K 282 37
                                    


Candra menghisap batang rokoknya dan mengembuskan kepulan asap itu ke udara. Matanya sedari tadi bergerak menatap layar laptop. Ia saat ini duduk di meja kantin fakultas Teknik. Merasa waktu-waktu ini ia harus sangat fokua dengan skripsi-nya sebelum nanti menuju sidang. Sanja dan Karesh pun sama pusingnya dengan Candra. Maka ketiganya pun kali ini duduk berjajar sambil memandang laptop masing-masing. Terkadang ada yang mengumpat. Mungkin Karesh, atau Sanja atau juga Candra.

Ketiganya serentak mengabaikan panggilan dari cewek mereka sendiri. Bahkan Karesh sampai berniat memblokir nomor Kanya sehari saja. Sanja juga sudah mematikan ponsel-nya, dan Candra hanya men-silent. Ketiganya tidak mau diribetkan dengan masalah cewek untuk sementara waktu. Kini hidup mereka sedang dipertaruhkan. Dan menurut mereka, kehadiran wanita bisa membuat segalanya jadi buram.

"Mampus!" Karesh terkejut dan sontak membuat Sanja dan Candra menoleh ke arahnya. Melihat tatapan Karesh yang ketakutan, mereka juga mengikuti arah pandangnya.

"Mampus!" Kini Sanja dan Candra bersama mengucapkan itu.

"Gitu, ya? Aku telepon gak diangkat, sms gak di balas WA gak dibales! Kamu maunya apa, sih?!" Kanya berkacak pinggang menatap Karesh dengan wajah sebalnya.

"Gak gitu, Yang. Aku cuma lagi fokus sama skripsi."

"Ya tapi kan bisa kasih kabar! HP gunanya apa, sih?!" Kanya mengomelinya di tengah ramai-nya kantin. Membuat Karesh hanya bisa tertunduk lesu sedangkan Sanja dan Candra hanya bisa berpura-pura tuli.

"Maaf, Yang. Kamu tau sendiri, kan? Aku kalau sama kamu gak bisa fokus." Karesh menatapnya dengan wajah memelas.

"Terserah! Sekalian aja putus!!!" Bentak kanya lalu berjalan pergi meninggalkan Karesh yang melongo di tempatnya. Hingga akhirnya Karesh langsung menutup laptop-nya dan menyusul Kanya. Kenapa gadis di mana-mana mengerikan, sih?

Kini sisalah Sanja dan Candra di sana. Beberapa kali Sanja menyikut lengan Candra. "Bini lo, tuh!" Candra memejamkan matanya dan memandang ke depan. Menatap Windy yang sudah duduk di depannya dengan tatapan heran. "Gue pergi deh, ya." Sanja menyengir tanpa dosa dan membawa semua peralatannya pergi meninggalkan Candra.

Candra membuang napasnya perlahan dan menatap Windy. "Eh, Sayang? Kok baru keliatan? Ke mana aja? Aku cariin loh padahal."

"Windy nelepon kakak."

"Masa? Loh? Kok HP aku gak bunyi, ya? Rusak deh kayaknya. Harus service."

"Kakak juga baca WA Windy, tapi gak dibales."

"Loh masa lagi? Padahal HP aku dari tadi mati, loh. Kok bisa baca WA, sih? Aneh banget, kan?" Candra merasa suhu tubuhnya mulai panas hingga ia menarik-narik kaus-nya. "Kamu panas gak, sih? Aku kepanasan loh di sini."

Windy mendesah. "Kalau emang Windy ganggu, kakak bisa ngomong. Gak usah pake alasan kayak gitu." Gadisnya berdiri dari kursi. "Windy gak bakalan ganggu kalau emang kakak gak suka."

Candra menggigit bibir bawahnya kemudian menahan tangan Windy. "Sori," katanya. "Aku cuma pengen cepet kelar aja. Tapi sumpah aku kangen banget sama kamu seharian." Candra tersenyum. "Sini...," katanya menarik Windy duduk di sebelahnya.

Ia sudah mematikan rokoknya sejak Windy ada karena takut akan menerima omelan Windy lagi. "Udah makan belum? Mau dipesenin apa?" Tanya Candra beruntun seolah ingin menebus rasa bersalahnya.

Windy menggeleng. "Mau nyender. Jauh tau dari faklutas Windy ke fakultas kakak." Windy menoleh sebenter. "Boleh gak?"

"Apanya?" Candra mengerjap.

"Nyender."

Candra segera menyenderkan kepala Windy pada bahunya dengan senang hati. "Udah nyaman belum?"

STALKER | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang