Stalker : 24

2.2K 340 47
                                    


Candra duduk dengan kaki rapat di depan dua orang yang merupakan orang tua pacarnya sendiri. Jika ia sedang keringat dingin serasa ingin terjun payung, berbeda dengan Windy yang sedang menahan tawanya. Melihat ekspresi Candra membuat gadis itu terkikik geli di antara orang tuanya. Tangan mungil Windy juga merengkuh lengan wanita bernama Gaby itu.

Jujur saja tatapan Gaby tidak begitu mengintimidasi, namun tatapan pria bernama Hans membuat Candra menelan salivanya dengan susah payah. Hans serasa ingin menjedotkan kepala Candra karena kedapatan mencium putri bungsunya di tengah malam.

Sialnya, Karesh dan Sanja sudah meninggalkannya duluan. Seakan tidak ingin terjerumus di lubang yang sama dengannya.

"Jangan tegang gitu, ih!" sahut Windy terkekeh. Masih merasa gemas hingga ingin rasanya ia tertawa terbahak-bahak.

Candra mengusap keningnya yang berkeringat. Aneh, padahal ruangan ber-AC, namun suhu tubuhnya bisa digunakan untuk merebus telur.

"Jadi, Candra satu kampus sama Windy?" Tanya Gaby ramah.

"Iya, tante." Candra menjawabnya setenang mungkin. Ia tidak ingin terlihat sedang menahan ketakutan. Sungguh, lebih baik menghadapi abang Windy saja dari pada orang tua pacarnya.

"Jurusan apa? Udah semester berapa?"

"Teknik. Semester 7."

"Adek sejak kapan pacaran sama Candra? Kok gak kasih tahu mami?"

"Surprise." Windy mengulum senyumannya sambil memandang pada Candra. "Menurut mami gimana?"

"Mami sih yes. Gak tau deh papi," lanjut Gaby tersenyum dan memandang ke arah suaminya. Gaby yang sadar jika suaminya tak menjawab dan hanya memandang tajam ke arah Candra langsung memukul lengan Hans. "Jangan gitu, entar dianya takut sama kamu."

"Harus." Hans berucap dinging. "Sembarangan aja nyium anak orang di gelap-gelapan! Jangan-jangan kamu sudah-"

"Be-belom, om! Sumpah." Candra mati kutu. Seakan kosakatanya mendadak habis begitu saja. Hans menatapnya semakin penuh selidik. Dan entah kenapa Candra menganggap Windynya senang sekali jika Candra dalam posisi terpojok seperti ini.

"Papi, udah ah, pacar Windy takut nih." Windy berdiri dan menghampiri Candra sambil memijat pundak pria itu dengan lembut.

Gaby sontak tertawa lalu berdiri juga. "Kamu nih, kok sukanya bikin anak orang takut." Gaby menarik tangan Hans sang suami untuk pergi. "Udah biarin mereka. Urusan anak muda."

Hans masih memandangi Candra dengan datar namun ikut berdiri sesuai keinginan Gaby istrinya.

"Oh, ya, dek? Abang belom pulang?"

"Belum, mi."

"Ke mana, ya?"

"Gak tau, Windy." Windy menggelengkan kepalanya sambil mengedikkan bahunya.

"Ya udah. Nanti mami coba telepon." Gaby tersenyum lalu pergi bersama Hans.

Windy duduk di sebelah Candra kemudiam mengangkat sebelah tangan pria itu untuk dipakai bersandar. Gadis itu tersenyum sambil memeluk Candra yang masih belum sepenuhnya sadar jika cobaan baru saja berlalu. Candra mengelus dadanya dengan menormalkan degup jantungnya.

"Papimu serem."

"Papi gitu emang. Suka horor gitu, tapi aslinya suka becanda, kok." Windy memainkan jemari Candra yang bisa ia jangkau.

"Aku pulang, ya?" Tutur Candra membuat Windy mendongakkan kepalanya memandang pada wajah pria itu.

"Baru jam sepuluh."

STALKER | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang